"Kantin Duls, kenapa?"
"Sini ke kelas depan, ada akhwat nangis!" Suara Duls terdengar lugas
"Asli, siapa?"
"Udah sini dulu aja buruan penting, Kode Delta 1423!"
"Oalah, siap meluncur"
Pada kondisi yang dilematis, saat susu hangatnya baru datang dan laporan dari Duls tentang akhwat, tentu saja Izal memprioritaskan akhwat. Ia memberitahukan pula laporan dari Duls kepada Dede, namun sambutannya tidak begitu antusias. Ia hanya menitipkan laporan dari Duls pada Izal. Kedaruratan memaksa Izal bertindak cepat, ia izin meninggalkan Dede di kantin, dan segera menemui TKP yang disebutkan oleh Duls.
Kondisi darurat masih belum bisa membuat Dede lepas dari keantusiasannya, bahkan ketika ada akhwat sedang dalam masalah. Ini jelas sangat jauh dengan kebiasaan Dede yang selalu gerak cepat kilat dan sekelebat dalam upaya pengamanan akhwat. Faktanya sekarang sangat berbanding terbalik, ia seolah mematung di kantin belakang kampus, ia kembali murung, melamun, dan tampak ringkih.
Hari-harinya muram, penuh beban dan lamunan. Tangannya menopang dagunya, menahan laju imajinasinya agar tak terganggu, namun pada saat itulah sebuah tepukan pada pundaknya cukup membuat Dede kembali pada dunia nyata. Terlepas dari lamunannya, Dede kemudian mencari tepukan siapa yang menganggu lamunannya. Ketika ia menoleh ke belakang, betapa cukup kagetnya ketika yang dilihatnya adalah Yai Izan.
Dede tidak berkata-kata kecuali tersenyum kepadanya. Yai Izan duduk di samping Dede, barulah kemudian Dede mulai berbicara
"Ngopi Yai" Seru Dede
"Udah abis"