Mohon tunggu...
Rahma Ayuningtyas Fachrunisa
Rahma Ayuningtyas Fachrunisa Mohon Tunggu... Freelancer - Writer, Psychologist

Dosen Universitas Muhammadiyah Surakarta dan psikolog pendidikan lulusan Universitas Gadjah Mada. Menulis tentang psikologi, tumbuh kembang, keluarga, perkembangan moral, pendidikan, sosial, dan refleksi kehidupan.

Selanjutnya

Tutup

Humaniora Pilihan

Permainan Tradisional, Upaya Meminimalisasi Dampak Penggunaan Gawai pada Anak

20 Desember 2017   11:11 Diperbarui: 20 Desember 2017   22:19 1927
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

Gobag sodor tidak bisa dimainkan sendiri. Permainan ini, seperti yang sebelumnya disampaikan, melibatkan banyak orang yang kemudian dibagi menjadi dua kelompok besar. Kelompok pertama berperan sebagai kelompok penjaga dan kelompok lain akan berperan sebagai kelompok penyerang. Perbedaan kelompok ini dapat meningkatkan kemampuan individu dalam mengategorisasi diri dan mengidentifikasi keanggotaannya dalam permainan tersebut. Proses identifikasi ini kemudian mampu menimbulkan rasa keberartian, dibutuhkan, dan merasa penting, baik sebagai anggota kelompok ataupun kelompok itu sendiri.

Cartwright dalam Baron dan Bryne (2004) menyatakan bahwa terdapat banyak nilai tumbuh dan tertanam dalam kelompok. Nilai-nilai tersebut ialah perilaku, sikap, sistem kepercayaan, rasa percaya diri, produktivitas kerja, aspirasi, prasangka, agresivitas, konflik, dan kerja sama antar anggota. Hal ini juga terjadi dalam kelompok pada permainan gobag sodor. Individu mampu menumbuhkan nilai-nilai tersebut, utamanya mengenai rasa percaya diri dan kerja sama.

Rasa percaya diri berkembang karena adanya tujuan untuk memenangkan permainan, yaitu dengan menyeberang lapangan tanpa ditangkap oleh kelompok penjaga. Individu, sebagai anggota dari suatu kelompok, harus mampu untuk melakukan hal tersebut demi memenangkan kelompoknya. Hal ini kemudian menumbuhkan rasa percaya diri pada individu bahwa dirinya dapat menyeberang tanpa tertangkap dan membantu kelompoknya menang. Rasa percaya diri ini juga didorong dengan adanya kepercayaan anggota terhadap satu sama lain.

Sementara itu, nilai kerja sama muncul karena sebuah kelompok memiliki tujuan yang sama. Tujuan tersebut ialah untuk memenangkan permainan. Hal ini dapat dicapai dengan menggunakan strategi, tentu dengan melibatkan semua anggota kelompok. Oleh karena itu, dibutuhkan kerja sama antaranggota dalam memenangkan permainan gobag sodor. Kedua nilai yang disampaikan sebelumnya juga berlaku bagi kelompok penjaga.

Beberapa nilai negatif, seperti prasangka, agresivitas, dan konflik, memang tidak dapat dihindari untuk muncul. Namun, hal-hal tersebut dapat diminmalisasi dan diselesaikan dengan komunikasi yang efektif. Efektivitas komunikasi ini dapat dicapai dengan 6 hal: bersifat terbuka, empati, menggunakan pesan nonverbal, perhatian yang positif, kesamaan, dan mendengarkan.

Gobag sodor sebagai penunjang kondisi biologis anak

Gobag sodor merupakan permainan tradisional yang bersifat fisik. Menurut Ariani, dkk. dalam Siagawati (2007:87), permainan tradisional memiliki beberapa manfaat, salah satunya adalah manfaat pada aspek jasmani yang meliputi unsur kekuatan dan daya tahan tubuh serta kelenturan.

Permainan gobag sodor dilakukan dengan berlari sebagai upaya untuk menghindari ditangkap oleh kelompo jaga dan mencapai ujung lapangan. Berlari merupakan salah satu jenis olahraga yang mudah dilakukan. Saat individu berlari dalam permainan, beberapa hormon berproduksi lebih dari biasanya. Berlari dapat meningkatkan produksi hormon endorfin, yang memblokir persepsi sakit dan meningkatkan mood seseorang. Endorfin akan muncul 30 menit atau lebih setelah individu melakukan aktivitas olahraga.

Epinefrin dan norepinefrin, adalah kunci utama yang paling berdampak pada perubahan fisik saat individu berolahraga. Saat otak mendeteksi gerakan otot yang lebih dari biasanya, hal itu berdampak pada dilepaskannya kedua hormon tersebut, yang meningkatkan kecepatan detak jantung, membuat arteri melayani bagian tubuh yang tidak berolahraga, dan menstimulasi pembakaran gula dan lemak dalam tubuh untuk dijadikan energi. Norepinefrin juga meningkatkan regulasi emosi pada individu.

Referensi:

Baron, Robert A. dan Bryne, Donn. (2004). Psikologi Sosial Edisi Kesepuluh. Jakarta: Penerbit Erlangga.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
  5. 5
  6. 6
Mohon tunggu...

Lihat Konten Humaniora Selengkapnya
Lihat Humaniora Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun