Mohon tunggu...
Rahma Ayuningtyas Fachrunisa
Rahma Ayuningtyas Fachrunisa Mohon Tunggu... Freelancer - Writer, Psychologist

Dosen Universitas Muhammadiyah Surakarta dan psikolog pendidikan lulusan Universitas Gadjah Mada. Menulis tentang psikologi, tumbuh kembang, keluarga, perkembangan moral, pendidikan, sosial, dan refleksi kehidupan.

Selanjutnya

Tutup

Humaniora Pilihan

Permainan Tradisional, Upaya Meminimalisasi Dampak Penggunaan Gawai pada Anak

20 Desember 2017   11:11 Diperbarui: 20 Desember 2017   22:19 1927
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Anak-anak membutuhkan stimulan yang komprehensif dan sesuai dengan tahap perkembangannya, baik secara kognitif, bahasa, fisik motorik, maupun sosial emosional. Kebutuhan dalam tiap tahap perkembangan tersebut dapat dipenuhi, salah satunya melalui aktivitas bermain dan media permainan. 

Menurut Cony Semiawan, seluruh tahapan perkembangan anak dapat berfungsi dan berkembang dengan baik melalui kegiatan bermain serta hasil dari perkembangan yang baik tersebut akan muncul dan terlihat pada saat si anak menginjak masa remaja (Khasanah, 2011). Hal ini dapat menjelaskan mengenai pentingnya aktivitas bermain pada anak-anak.

Sayangnya, perubahan zaman membuat keberadaan anak yang melakukan aktivitas bermain bersama teman sebayanya secara langsung semakin sulit dijumpai. Seringkali anak lebih memilih untuk menghabiskan waktu di dalam rumah, yakni dengan menggunakan gawai untuk bermain, mencari informasi, maupun berinteraksi dengan orang lain melalui internet. Hal ini diperjelas oleh Suyami (dalam Wahyuni, 2009), bahwa permainan modern memang bersifat personal, di mana anak bermain sendiri, tidak berinteraksi sosial dan tidak terlibat secara emosional dengan teman-temannya. Hal ini akan turut berpengaruh pada perkembangan anak, terutama aspek perkembangan sosial mereka.

Berbagai survei telah menunjukkan tingginya tingkat pemakaian gawai pada anak di Indonesia. Asosiasi Penyelenggara Jasa Internet Indonesia (APJII) mengemukakan bahwa terdapat 768.000 pengguna internet yang berusia 10-14 tahun (www.viva.co.id, 2016). Rata-rata anak berusia 2-12 tahun menghabiskan proporsi terbesar dari waktu penggunaan perangkat mereka dengan bermain games, di mana kelompok usia ini rata-rata memainkan 5 games per hari serta menghabiskan waktu kurang lebih dua jam untuk bermain games (www.internetsehat.id, 2015). 

Selain itu, Kementerian Komunikasi dan Informasi Republik Indonesia bekerja sama dengan UNICEF juga melakukan penelitian mengenai tingkat penggunaan internet di Indonesia pada 43,5 juta anak-anak dan remaja usia 10-19 tahun. Hasil penelitian menunjukkan bahwa 80% anak menggunakan media internet untuk mencari data dan informasi. Sedangkan dalam hal interaksi sosial, hampir 9 dari 10 anak berkomunikasi secara online dengan teman mereka (www.unicef.org, 2014).

Gawai memang dapat digunakan sebagai media pembelajaran interaktif bagi anak. Namun penggunaan gawai secara berlebihan pada anak serta minimnya pengawasan dari orang tua mampu meningkatkan dampak buruk dari penggunaan gawai. Berbagai penelitian telah menunjukkan besarnya dampak negatif dari penggunaan gawai tersebut bagi anak.

Novitasari (2016) membuktikan bahwa penggunaan gawai mampu memberikan dampak pada interaksi sosial anak. Hal ini juga didukung oleh Wijanarko (2017), bahwa penggunaan gawai pada anak dapat memberikan dampak buruk berupa menurunnya kemampuan bersosialisasi, menimbulkan kesulitan dalam berkonsentrasi, memicu peningkatan perilaku kekerasan, adanya perubahan pola tidur dan belajar, maupun memicu masalah kesehatan.

Besarnya pengaruh gawai tersebut terhadap berbagai aspek perkembangan anak tentunya pantas menjadi hal yang harus disoroti oleh berbagai pihak, terutama orang tua. Orang tua perlu meminimalisir keterhambatan perkembangan anak sebagai pengaruh dari gawai tersebut dengan sarana dan kegiatan lain yang mendukung tumbuh kembang anak. Oleh karena itu, kami bermaksud untuk mengangkat kembali permainan tradisional sebagai kegiatan penunjang yang sesuai dengan tahap perkembangan anak serta dapat dilakukan sebagai upaya untuk mengurangi intensitas penggunaan gawai pada anak. Kami mengangkat jenis permainan tradisional gobag sodor, mengingat beragamnya nilai-nilai dan pembelajaran di dalamnya yang sesuai dan dapat digunakan dalam pemenuhan kebutuhan perkembangan anak di Indonesia.

Dalam hal ini, terdapat salah satu poin penting dari keberadaan permainan tradisional, termasuk gobag sodor, yaitu berupa kehadiran orang lain. Hal ini dapat memberikan stimulus sosial dan motorik tersendiri bagi anak melalui kegiatan bermain. Dengan melakukan aktivitas tersebut, anak akan tetap menemukan kegiatan yang menyenangkan, namun juga memperhatikan kebutuhan tahap perkembangannya. Sehingga, aktivitas permainan akan dapat berfungsi secara lebih menyeluruh, yaitu juga sebagai sarana pendukung tumbuh kembang anak.

Gobag sodor sebagai permainan tradisional

Astuti (dalam Siagawati, 2007) mengartikan permainan sebagai suatu aktivitas manusia dalam berbagai bentuk sebagai cermin kebutuhan untuk memperoleh pengetahuan baru secara menyenangkan. Seriati (2010) menambahkan bahwa kegiatan bermain pada hakikatnya memiliki karakteristik aktif dan menyenangkan. Anak-anak dapat terlibat langsung dalam kegiatan bermain dan seringkali melakukan aktivitas simbolik di dalamnya. Kegiatan ini biasanya bersifat sukarela dan dilakukan berdasarkan motivasi internal anak. Salah satu bentuk permainan anak adalah permainan tradisional.

Permainan tradisional atau yang sering disebut permainan rakyat merupakan permainan yang tumbuh dan berkembang pada masa lalu, di mana permainan ini lahir berdasarkan kebutuhan masyarakat setempat (Yunus, dalam Seriati, 2010). Purwaningsih (2006) juga menjelaskan pengertian yang serupa, di mana permainan tradisional merupakan segala bentuk permainan yang sudah ada sejak zaman dahulu dan diwariskan secara turun-temurun dari generasi ke generasi.

Berdasarkan penjelasan dari Jarahnitra (dalam Siagawati, 2007), permainan tradisional memiliki peran yang besar dalam mengembangkan nilai-nilai pada anak, seperti berfantasi, berekreasi, berkreasi, berolah raga, sekaligus sebagai sarana berlatih untuk hidup bermasyarakat. 

Kegiatan ini merupakan aktivitas yang sesuai dalam pemenuhan kebutuhan tahap perkembangan anak, sehingga dibutuhkan untuk menyempurnakan proses tumbuh kembang anak. Ada berbagai macam permainan tradisional, di antaranya adalah gobag sodor, dhakon, engklek, dhelikan, jamuran, bekelan, dan berbagai macam permainan lain. Masing-masing permainan memiliki karakteristik, cara permainan, serta manfaat yang berbeda satu sama lain.

Gobag sodor merupakan salah satu jenis permainan anak yang dapat dimainkan secara berkelompok (Purwaningsih, 2006). Istilah gobag sodor berarti jenis permainan anak yang bertempat di sebidang tanah lapang yang telah diberi garis-garis segi empat di petak-petak, terdiri dari dua regu, satu regu sebagai pemain dan satu regu sebagai penjaga, di mana masing-masing regu berisi 4-7 orang (Marsono, dalam Siagawati, 2007). 

Lapangan permainan gobag sodor berbentuk persegi empat dengan luas yang disesuaikan dengan jumlah pemain, di mana panjang persegi sekitar 10 meter dan lebar sekitar 5 meter. Setiap jarak 2,5 meter ditarik garis lurus vertikal dan horizontal, sehingga akan terbentuk 8 bujur sangkar sama besar yang saling berhimpitan, dengan 4 bujur sangkar di atas dan 4 bujur sangkar di bawah (Ariani, dalam Siagawati, 2007).

Mildred Pattern (1932) menjelaskan bahwa terdapat 4 jenis permainan, yaitu permainan soliter, paralel, asosiatif, dan kooperatif. Permainan soliter merupakan jenis permainan yang dilakukan individu secara sendirian dan tidak bergantung dengan apa yang dilakukan individu lain. Permainan ini biasanya dilakukan hanya dengan melibatkan alat permainan. 

Sedangkan permainan paralel merupakan permainan di mana anak-anak terlibat ke dalam kegiatan yang sama dan saling berdampingan tetapi dengan interaksi atau pengaruh satu sama lain yang sangat sedikit. Kemudian, permainan asosiatif merupakan jenis permainan yang mirip dengan permainan paralel, tetapi dengan peningkatan tingkat interaksi dalam bentuk saling berbagi, bergiliran, dan minat bersama pada sesuatu yang sedang dilakukan orang lain. 

Terakhir, permainan kooperatif merupakan permainan di mana anak-anak bergabung untuk mencapai tujuan bersama. Jika suatu permainan bersifat semakin kooperatif, maka tingkat interaksi antar pemain yang perlu dilakukan juga semakin tinggi.

Permainan gobag sodor termasuk ke dalam permainan kooperatif. Permainan ini mengharuskan anak-anak untuk membentuk dua kelompok besar yang berlawanan. Setiap anak dalam kelompok yang sama perlu bekerja sama demi mencapai tujuan mereka, yaitu berhasil melewati seluruh musuh untuk mencapai ujung arena permainan sehingga dapat memenangkan permainan. 

Dalam prosesnya, anak membutuhkan komunikasi, interaksi, serta kerja sama untuk membentuk strategi bertanding sehingga mampu mengalahkan kelompok lawan bermain. Karakteristik inilah yang menambah poin penting gobag sodor sebagai permainan tradisional, di mana tidak dapat ditemukan pada permainan-permainan modern saat ini. Hal ini dapat memberikan manfaat kepada anak, terutama dalam mengasah kemampuan interaksi sosial mereka dengan lingkungan.

Gobag sodor sebagai kegiatan penunjang tumbuh kembang anak

Secara umum, permainan dapat menjadi sarana anak dalam mengembangkan kemampuan bahasa, kognisi, dan sosial serta memberi andil bagi perkembangan kepribadian. Sejalan dengan hal tersebut, permainan gobag sodor dapat memberikan pengaruh yang tidak kecil terhadap perkembangan anak (Suyami, dalam Siagawati, 2007). Hal ini juga diperkuat oleh Siagawati (2007), bahwa permainan gobag sodor mampu memberikan pengaruh terhadap perkembangan fisik, psikologi, maupun sosial anak.

Permainan gobag sodor biasanya dimainkan oleh anak usia sekolah dasar (Nugroho, 2005), yaitu usia sekitar 6-12 tahun. Menurut Erikson, anak dalam usia itu berada pada tahap keempat dalam tahap perkembangan psikososial. Pada usia ini, anak mulai berkeinginan untuk memasuki dunia pengetahuan dan pekerjaan yang lebih luas. Perkembangan mereka akan sesuai dengan 'Aku adalah apa yang aku pelajari' (Erikson, dalam Miller, 2011). Dalam hal ini, pembelajaran tidak hanya terjadi di sekolah, namun juga di jalan, rumah, maupun dengan memiliki teman.

Miller (2011) juga menjelaskan bahwa pengalaman keberhasilan anak pada tahap ini dapat memberikan perasaan 'industri', yaitu keyakinan terhadap kemampuan melakukan suatu pekerjaan. Anak akan berupaya untuk menyelesaikan pekerjaannya sebaik mungkin. Ketika mereka menghadapi kegagalan terus-menerus, maka mereka akan menghadapi perasaan inferioritas.

Di samping itu, pelaksanaan permainan gobag sodor membutuhkan keterlibatan anak dengan teman sebayanya. Dalam teori Brofenbrenner (Santrock, 2014), teman sebaya termasuk dalam area mikrosistem, di mana teman sebaya berada pada lingkungan terdekat dan sangat berpengaruh bagi individu. Sehingga, teman sebaya memainkan peran penting dalam perkembangan sosial dan kognisi individu tersebut. 

Selain itu, tingkat usia yang setara memberikan kesempatan bagi anak untuk menyelesaikan konflik yang muncul selama permainan dengan cara mereka sendiri. Selain itu, konflik tersebut mampu membuat anak memahami bahwa orang lain juga mempunyai pikiran, perasaan, dan sudut pandang yang berbeda dari diri mereka, sehingga mereka dituntut untuk menemukan cara penyelesaian dari adanya perbedaan tersebut.

Permainan gobag sodor juga termasuk jenis permainan yang sesuai dengan tahap perkembangan anak. Pemain gobag sodor rata-rata berusia 7-11 tahun, dimana berarti hal tersebut masuk dalam klasifikasi tahap operasional konkret pada perkembangan anak (Piaget, dalam Santrock, 2014). Pada tahap ini, semestinya anak sedikit demi sedikit mulai berpikir lebih objektif dan mengalami pengurangan cara berpikir egosentris. Pemikiran yang objektif dan nonegosentris diperlukan bagi anak untuk membuat anak melihat persepsi dan cara pandang orang lain.

Bermain membantu perkembangan kognitif anak. Anak mempraktikkan kemampuan kognitif yang dimilikinya melalui bermain tanpa merasa tertekan. Gobag sodor sebagai sebuah permainan mampu membantu anak belajar berpikir dengan objektif tanpa adanya tekanan dari pihak lain. Kehadiran teman sebaya sebagai lawan bermain dapat membantu anak mengatasi egosentrisme dan memahami adanya sudut pandang lain di luar diri anak. Dalam proses permainannya, pemain gobag sodor perlu memahami pola pikir lawan maupun kawan sekelompoknya untuk bisa meraih tujuan. Sehingga, adanya permainan gobag sodor tersebut akan mampu menstimulasi perkembangan kognitif anak menuju tahap perkembangan kognitif yang lebih matang.

Di samping itu, permainan gobag sodor yang memiliki target untuk dapat menembus pertahanan lawan dan mencapai kemenangan dapat mendorong pemain gobag sodor untuk bermain secara maksimal agar mereka mampu memenuhi target tersebut. Meskipun begitu, permainan ini tidak menuntut mereka untuk mendapatkan hasil akhir (Emiliyana, 2010). Permainan ini menekankan pada proses anak dalam melakukan permainan, di mana terkandung beragam nilai dan pembelajaran bagi anak selama proses tersebut.

Ada berbagai cara dan nilai yang perlu anak terapkan untuk mencapai kemenangan dalam proses permainan ini, seperti kerja sama dan kekompakan kelompok (Wahyuni, 2009). Anak akan berinteraksi langsung dengan teman sekelompok maupun lawan kelompoknya dan merumuskan strategi terbaik yang akan mereka terapkan. Ketika mereka mampu menerapkan strategi kelompok tersebut dan mencapai kemenangan, maka mereka akan mendapatkan kepercayaan diri sebagai individu dalam lingkungan sosialnya. Namun ketika strategi mereka tidak berjalan lancar, maka mereka akan bersama-sama memikirkan kembali cara terbaik yang harus mereka lakukan.

Selain itu, anak tidak dapat menggunakan cara yang bertentangan dengan aturan permainan yang telah disepakati kelompok dalam melakukan permainan gobag sodor. Ketika mereka melakukan kecurangan, maka mereka akan mendapatkan sanksi berupa hukuman sosial, yaitu dengan tidak mengikutsertakan pelaku kecurangan dalam permainan itu lagi (Emiliyana, 2010). Dengan begitu, permainan gobag sodor tidak hanya mengenalkan anak terhadap kompetensi memenangkan permainan, namun juga kompetensi anak dalam menerapkan nilai-nilai luhur, seperti sportivitas, kejujuran, gotong royong, maupun kepekaan sosial dalam membutuhkan dan menghargai orang lain.

Gobag sodor sebagai permainan sosial

Gobag sodor tidak bisa dimainkan sendiri. Permainan ini, seperti yang sebelumnya disampaikan, melibatkan banyak orang yang kemudian dibagi menjadi dua kelompok besar. Kelompok pertama berperan sebagai kelompok penjaga dan kelompok lain akan berperan sebagai kelompok penyerang. Perbedaan kelompok ini dapat meningkatkan kemampuan individu dalam mengategorisasi diri dan mengidentifikasi keanggotaannya dalam permainan tersebut. Proses identifikasi ini kemudian mampu menimbulkan rasa keberartian, dibutuhkan, dan merasa penting, baik sebagai anggota kelompok ataupun kelompok itu sendiri.

Cartwright dalam Baron dan Bryne (2004) menyatakan bahwa terdapat banyak nilai tumbuh dan tertanam dalam kelompok. Nilai-nilai tersebut ialah perilaku, sikap, sistem kepercayaan, rasa percaya diri, produktivitas kerja, aspirasi, prasangka, agresivitas, konflik, dan kerja sama antar anggota. Hal ini juga terjadi dalam kelompok pada permainan gobag sodor. Individu mampu menumbuhkan nilai-nilai tersebut, utamanya mengenai rasa percaya diri dan kerja sama.

Rasa percaya diri berkembang karena adanya tujuan untuk memenangkan permainan, yaitu dengan menyeberang lapangan tanpa ditangkap oleh kelompok penjaga. Individu, sebagai anggota dari suatu kelompok, harus mampu untuk melakukan hal tersebut demi memenangkan kelompoknya. Hal ini kemudian menumbuhkan rasa percaya diri pada individu bahwa dirinya dapat menyeberang tanpa tertangkap dan membantu kelompoknya menang. Rasa percaya diri ini juga didorong dengan adanya kepercayaan anggota terhadap satu sama lain.

Sementara itu, nilai kerja sama muncul karena sebuah kelompok memiliki tujuan yang sama. Tujuan tersebut ialah untuk memenangkan permainan. Hal ini dapat dicapai dengan menggunakan strategi, tentu dengan melibatkan semua anggota kelompok. Oleh karena itu, dibutuhkan kerja sama antaranggota dalam memenangkan permainan gobag sodor. Kedua nilai yang disampaikan sebelumnya juga berlaku bagi kelompok penjaga.

Beberapa nilai negatif, seperti prasangka, agresivitas, dan konflik, memang tidak dapat dihindari untuk muncul. Namun, hal-hal tersebut dapat diminmalisasi dan diselesaikan dengan komunikasi yang efektif. Efektivitas komunikasi ini dapat dicapai dengan 6 hal: bersifat terbuka, empati, menggunakan pesan nonverbal, perhatian yang positif, kesamaan, dan mendengarkan.

Gobag sodor sebagai penunjang kondisi biologis anak

Gobag sodor merupakan permainan tradisional yang bersifat fisik. Menurut Ariani, dkk. dalam Siagawati (2007:87), permainan tradisional memiliki beberapa manfaat, salah satunya adalah manfaat pada aspek jasmani yang meliputi unsur kekuatan dan daya tahan tubuh serta kelenturan.

Permainan gobag sodor dilakukan dengan berlari sebagai upaya untuk menghindari ditangkap oleh kelompo jaga dan mencapai ujung lapangan. Berlari merupakan salah satu jenis olahraga yang mudah dilakukan. Saat individu berlari dalam permainan, beberapa hormon berproduksi lebih dari biasanya. Berlari dapat meningkatkan produksi hormon endorfin, yang memblokir persepsi sakit dan meningkatkan mood seseorang. Endorfin akan muncul 30 menit atau lebih setelah individu melakukan aktivitas olahraga.

Epinefrin dan norepinefrin, adalah kunci utama yang paling berdampak pada perubahan fisik saat individu berolahraga. Saat otak mendeteksi gerakan otot yang lebih dari biasanya, hal itu berdampak pada dilepaskannya kedua hormon tersebut, yang meningkatkan kecepatan detak jantung, membuat arteri melayani bagian tubuh yang tidak berolahraga, dan menstimulasi pembakaran gula dan lemak dalam tubuh untuk dijadikan energi. Norepinefrin juga meningkatkan regulasi emosi pada individu.

Referensi:

Baron, Robert A. dan Bryne, Donn. (2004). Psikologi Sosial Edisi Kesepuluh. Jakarta: Penerbit Erlangga.

Emiliyana. (2010). Peranan Permainan Tradisional Gobag Sodor dalam Pengembangan Aspek Motorik dan Kognitif Anak TK Pilangsari 1 Gesi
Sragen. Skripsi. Surakarta: Universitas Muhammadiyah Surakarta.

Khasanah. (2011). Permainan Tradisional sebagai Media Stimulasi Aspek Perkembangan Anak Usia Dini. Jurnal Penelitian PAUDIA, 1 (1), 91-105.

Miller. (2011). Theories of Developmental Psychology Fifth Edition. New York: Worth Publishers.

Novitasari. (2016). Dampak Penggunaan Gadget terhadap Interaksi Sosial Anak Usia 5-6 Tahun. Jurnal PAUD Teratai, 5 (3), 182-186.

Nugroho. (2007). Permainan Tradisional Anak-Anak sebagai Sumber Ide dalam Penciptaan Karya Seni Grafis. Skripsi. Surakarta: Universitas Sebelas
Maret.

Purwaningsih. (2006). Permainan Tradisional Anak: Salah Satu Khasanah Budaya yang Perlu Dilestarikan. JANTRA, 1 (1), 40-46.

Santrock. (2014). A Topical Approach to Life-Span Development Seventh Edition. New York: Mc-Graw Hill Education.

Seriati. (2010). Permainan Tradisional Jawa Gerak dan Lagu untuk Menstimulasi Keterampilan Sosial Anak Usia Dini. Yogyakarta: Universitas Negeri
Yogyakarta.

Siagawati, et al. (2007). Mengungkap Nilai-Nilai yang Terkandung dalam Permainan Gobag Sodor. Indigenous, Journal Ilmiah Berskala Psikologi,
9 (1), 83-95.

Tim Internet Sehat. (2015). http://internetsehat.id/2015/01/rata-rata- dua-jam- dihabiskan-anak- anak-untuk- main-game/. Diakses pada hari Sabtu, 16 Desember 2017 pukul 18.56 WIB.

Tim Viva. (2016). http://www.viva.co.id/digital/digilife/838794-data- internet- indonesia-pengguna- anak-anak- mengejutkan. Diakses pada hari Sabtu, 16 Desember 2017 pada pukul 17.27 WIB.

Harvard Medical School. (2014, 13 Maret). The Longwood Seminars: Healthy Mind, Healthy Body: Benefits of Exercise [pdf]. https://hms.harvard.edu/sites/default/files/assets/Sites/Longwood_Seminars/Exercise3.14.pdf.

Unicef Indonesia. (2014). https://www.unicef.org/indonesia/id/media_22169.html. Diakses pada hari Sabtu, 16 Desember 2017 pada pukul 17.44 WIB.

Wahyuni. (2009). Efektivitas Pemberian Permainan Tradisional Gobag Sodor terhadap Penyesuaian Sosial Anak Sekolah Dasar Negeri Cakraningratan
Surakarta. Skripsi. Surakarta: Universitas Sebelas Maret.

Wijanarko. 2017. Pengaruh Pemakaian Gadged dan Perilaku Anak, terhadap kemampuan anak Taman Kanak-Kanak Happy Holy Kids Jakarta. Jurnal
Institut Kristen Borneo, 2 (1), 1-40.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
  5. 5
  6. 6
Mohon tunggu...

Lihat Konten Humaniora Selengkapnya
Lihat Humaniora Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun