Mohon tunggu...
Rahmad Nasir
Rahmad Nasir Mohon Tunggu... Dosen - Rahmad Nasir lahir di Kabupaten Alor. Dosen STKIP Muhammadiyah Kalabahi

Rahmad Nasir lahir di Kabupaten Alor. Dosen STKIP Muhammadiyah Kalabahi

Selanjutnya

Tutup

Ilmu Sosbud

Verifikasi Sejarah tentang Peran Ilyas Gogo dalam Penyebaran Islam di Tuabang-Blagar

21 Maret 2021   07:00 Diperbarui: 21 Maret 2021   07:05 491
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Ilmu Sosbud dan Agama. Sumber ilustrasi: PEXELS

Naskah : Badarudin Sogo, SH

BAB I. PENDAHULUAN

 Latar Belakang

Upaya untuk mengungkapkan rekam jejak sebuah peristiwa sejarah yang terjadi pada masa lampau dari suatu bangsa artinya bangsa tersebut telah berhasil mengungkapkan sejarahnya sendiri. Tidak heran jika ada suatu bangsa yang merasa tersinggung ketika ada bangsa lain mengungkapkan sejarah bangsanya.  Karena sejarah suatu bangsa ketika dibicarakan oleh bangsa lain maka bisa saja berlebihan atau bahkan bisa juga melenceng dan keluar dari esensinya. Semuanya tergantung dari pada subyektifitas seseorang atau sekelompok orang.

Pernahkah kita berbangga jika sejarah kita diungkapkan oleh orang lain secara subyektif..? Atau pernahkah kita tersinggung jika sejarah kita diungkapkan oleh orang lain secara berlebihan..? Jika demikian adanya, artinya semua kita ingin mengungkapkan sejarah yang sesungguhnya berdasarkan bukti-bukti sejarah yang ada.

Sudah cukup banyak referensi yang kita konsumsi tentang bagai mana proses islamisasi di nusantara termasuk di Alor - Pantar dan Kepulauan Solor. Tempat - tempat bersejarah dalam proses islamisasi menjadi penting untuk diketahui baik untuk generasi saat ini maupun generasi yang akan datang. Perlu disadari bahwa hari ini kita belum punya persepsi yang sama tentang siapa, kapan, bagaiman dan seperti apa proses islamisasi itu terjadi.

          Seiring dengan berjalannya waktu, sumber - sumber sejarah yang dianggap sebagai media untuk menelusuri rekam jejak terjadinya sebuah peristiwa pada masa lampau sudah semakin kabur dan bahkan ada yang hilang.

Disamping masalah tersebut, ada pula masalah lain seperti adanya distorsi sejarah, terputusnya sumber - sumber sejarah dan bukti-bukti lainnya yang secara turun - temurun hilang ditelan waktu.

Berangkat dari permasalahan inilah pada kesempatan yang berharga ini kami berharap agar kita bisa saling memberi dan menerima informasi untuk melengkapi satu sama lain serta membangun persepsi yang sama tentang misi penyebaran islam di Alor-Pantar dan Kepulauan Solor sekaligus menggali informasi lainnya tentang kehadiran Ilyas Gogo di Tuabang-Blagar.

 Rumusan Masalah

Berangkat dari latar belakang diatas, maka kami mencoba untuk merumuskan beberapa masalah sebagai berikut :

Bagaimana sejarah penyebaran Isalam di Alor - Pantar dan kepulauan Solor?

Bagaimana hasil verifikasi sejarah tentang peran Ilyas Gogo dalam penyebaran Islam di Tuabang - Blagar?

Bagaimana sejarah penemuan Al-Qur'an Tua Kulit Kayu dalam cerita rakyat?

Bagaimana deskripsi tentang perkembangan Islam di Tuabang - Blagar pasca penemuan Al-Qur'an Tua Kulit Kayu?

Tujuan dan Manfaat :

Tujuan 

Dapat mengetahui informasi sejarah tentang misi penyebaran Islam di Alor-Pantar dan Kepulauan Solor.

Untuk memverifikasi peran Ilyas Gogo dalam penyebaran Islam di Tuabang - Blagar

Untuk mengetahui sejarah penemuan Al-Qur'an Tua Kulit Kayu dalam cerita rakyat

Untuk mengetahui deskripsi tentang perkembangan Isalam di Tuabang-Blagar pasca penemuan Al-Qur'an Tua Kulit Kayu.

Manfaat 

Dapat mengetahui informasi sejarah tentang misi penyebaran Islam di Alor - Pantar dan Kepulauan Solor untuk diceritakan kepada generasi saat ini dan yang akan datang

Untuk memverifikasi bukti peninggalan sejarah dalam penyebaran Islam di Tuabang - Blagar oleh Ilyas Gogo

Untuk mengetahui sejarah penemuan Al-Qur'an Tua Kulit Kayu dalam cerita rakyat

Untuk mengetahui deskripsi tentang perkembangan Isalam di Tuabang - Blagar pasca penemuan Al-Qur'an Tua Kulit Kayu

BAB II. PEMBAHASAN

Sejarah penyebaran Islam di Alor-Pantar dan Kepulauan Solor

Secara historys, Al-Quran tua kulit kayu, Pisau Khitan, Tongkat dan bukti-bukti peninggalan sejarah  lainnya merupakan rekam jejak  dari warisan peninggalan sejarah yang ditinggalkan oleh nenek moyang pada ratusan tahun yang silam.

Berdasarkan hasil penelitian sejarah yang dilakukan oleh sejumlah pihak yang telah beredar diberbagai literatur bahwa proses penyebaran ajaran Islam di Alor - Pantar dilakukan oleh Gogo bersaudara yang merupakan utusan dari kesultanan Ternate (Maluku Utara) pada masa kekuasaan Sultan Bayanullah (Tahun 1500 - 1522 M). 

Latar belakang keluarnya mereka dari Ternate adalah untuk menghidari incaran portugis sekaligus menjalankan misi penyebaran Agama Islam ke negeri-negeri bagian barat  yang pada akhirnya mereka mendarat dipantai bota dan seterusnya ke Bungabali kemudian melanjutkan perjalanan ke beberapa daerah di Alor-Pantar hingga ke Kepualauan Solor.

Menurut Hans Itta, (Peneliti/Penulis Buku tentang Pulau Alor) mengatakan : "Bahwa Islam pertama kali masuk ke Alor pada Tahun 1522 oleh Skheh Muktar Likur dan seorang Ulama yang bernama Abdullah dari kesultanan Ternate melalui Desa Gelubala (Sekarang Baranusa) di Pulau Pantar dan selanjutnya menyebar kearah timur hingga ke beberapa daerah di Pulau Alor".  

 Pada dasarnya bahwa  dari semua literatur yang telah beredar diberbagai media, mengarah pada satu kesimpulan yang sama bahwa Islam pertama kali masuk ke Alor - Pantar hingga ke Kepualauan Solor dibawah oleh Skheh Muktar Likur bersama seoarang Muballig bernama Abdullah pada Tahun 1522 M dan pada Tahun 1523 datanglah Gogo bersaudara yakni  Iang Gogo, Ilyas Gogo, Jou Gogo, Boy Gogo dan Kimales Gogo.

Terlepas dari perbedaan penafsiran dari berbagai pihak, tentang tempat - tempat bersejarah dimana Gogo bersaudara menjalankan misi penyebaran ajaran Islam yakni (Bungabali, Tuabang - Blagar, Pandai, Baranusa maupun Lerabaing dan Kepulauan Solor), namun secara historis beberapa wilayah ini telah terikat dalam sebuah aliansi masa lalu  (Solor Watang Lema dan Galiau Watang Lerma)  yang pernah dibentuk  dan secara  bersama - sama dinyatakan dalam sebuah perjanjian yang disebut  "Bela Baja atau Sumpah Adat". Sebuah perjanjian yang dilakukan antara  "Solor Watang Lema dan Galiau Watang Lema", Lima Kerajaan Islam di Kepulauan Solor,  Flores Timur dan Lima Kerajaan Islam di Pualau Alor - Pantar menyatukan kekuatan untuk melawan penjajah dan penyatuan ini tidak akan pernah dipisahkan oleh siapapun dan sampai kapanpun (Syarifudin B Lelang, 2001)

Dalam tradisi kehidupan masyarakat Alor - Pantar dan Kepulauan Solor dalam konteks ini pun masih tetap terlihat dalam ikatan persaudaraan yang sangat kuat dan sulit untuk dihilangkan karena telah terpelihara secara turun-temurun hingga saat ini. Terbukti bahwa dalam hubungan persaudaraan dan kekerabatan dalam kehihupan  sehari - hari pada  Lima Pantai di Alor-Pantar dan Lima Lima Pantai di Kepulauan Solor sangat nampak dan tetap terpelihara hingga saat ini.

Pandangan ini masih sangat relefan dengan  masuknya islam di Alor - Pantar dan Kepulauan Solor sehingga dapat difahami bahwa : "Misi penyebaran Agama Islam oleh Gogo bersaudara di Alor-Pantar dan kepualauan Solor merupakan satu-kesatuan dari sebuah cerita sejarah dan warisan budaya yang secara utuh dan tidak dapat dipisahkan antara satu sama lain".

Berangkat dari hasil penelitian sejarah tersebut maka kita bisa membangun suatu kesimpulan yang sama bahwa kedatangan Gogo bersaudara di Alor - Pantar dan kepualauan Solor pada saat itu adalah dalam misi peyebabaran Agama Islam. Dengan demikian  maka hari ini kita tidak bisa saling menafikan antara satu sama lain,  walaupun cerita dan bukti peninggalan sejarah oleh Gogo bersaudara pada masing -masing tempat cenderung  berbeda.

Verifikasi informasi sejarah tentang peran Ilyas Gogo di Tuabang-Blagar

Sebagaimana yang telah kita ketahui bersama bahwa dari hasil penelitian sejarah yang telah beredar diberbagai sumber dalam kaitannya dengan misi penyebaran ajaran Agama Islam di Alor - Pantar diawali dengan kehadiran Skheh Muktar Likur yang berasal dari Ternate pada Tahun 1522 M.  Beberapa saat kemudian disusul oleh Gogo bersaudara yang juga merupakan utusan dari kelesultanan Ternate (Maluku Utara) pada Tahun 1523 M. Mereka kemudian menyebar ke beberapa daerah di Alor-Pantar  termasuk di Tuabang- Blagar Kecamatan Pantar Timur.

Terkait dengan hasil penelitian tersebut, maka kami mencoba untuk menggali informasi ke beberapa nara sumber khususnya di Tuabang - Blagar namun dari informasi yang kami peroleh melalui hasil wawancara tersebut ternyata tidak ada satupun  keterangan yang mengarah pada kedatangan Ilyas Gogo dalam menjalankan misi penyebaran Islam di Tuabang - Balagar. Pada dasarnya bahwa dari sekian penutur yang kami temui, tidak ada satupun yang dapat memberikan informasi secara pasti tentang kapan, bagaimana dan seperti apa proses penyebaran ajaran Islam tersebut dilakukan.

Dalam konteks ini kita bisa berasumsi bahwa mungkin dengan segala keterbatasan sumber daya manusia serta situasi dan kondisi pada saat itu yang dapat  mengakibatkan hilangnya sumber - sumber sejarah tentang peran Ilyas Gogo dalam menyebarkan ajaran Islam di Tuabang - Blagar.  Dengan kata lain bahwa hilangnya sumber-sumber sejarah seperti ini bisa saja terjadi karena ditelan waktu sehingga terputusnya penuturan sejarah secara turun - temurun oleh generasi pada masa itu hingga saat ini.  Pastinya bahwa sumber - sumber sejarah baik secara lisan maupun berupa benda/fisik seperti  makam, bekas tempat tinggal Ilyas Gogo maupun penamaan tempat yang identik dengan keberadaan Ilyas Gogo di Tuabang - Blagar sama sekali tidak ditemukan atau diketahui.

Dewasa ini, masyarakat pada umumnya sedang ramai dalam perbincangan ini. Harapan kita bahwa dengan adanya diskusi ini dapat mengantar kita pada satu kesefahaman yang sama yang dapat memberikan infomasi sejarah tentang kehadiran Ilyas Gogo di Tuabang  -Blagar sekaligus  memverikasi informasi sejarah dan penelitian lebih lanjut tentang sumber - sumber sejarah yang berada di lapangan (Tuabang - Blagar).

Sejauh ini belum ada penelitian khusus yang dilakuakan oleh para peneliti (Arkeolog) tentaang Al-Qur'an Tua Kulit kayu yang berada di Tuabang saat ini sebagai salah satu bukti peninggalan seajarah dari Gogo bersaudara. Melalui seminar ini kita berharap dapat menghimpun informasi yang sama sekaligus meberikan catatan - catatan penting dan memberikan rekomendasi kepada pihak - pihak terkait untuk selanjutnya dilakuakn penelitian lebih lanjut.

Untuk sementara ini, Masyarakat Tuabang - Blagar masih tetap yakin dan percaya bahwa keberadaan Al-Qur'an Tua Kulit Kayu saat ini adalah benar - benar merupakan salah satu peninggalan dari Gogo bersaudara dalam melakukan misi penyebaran Islam di Alor - Pantar dan Kepulauan Solor khususnya Ilyas Gogo di Tuabang - Blagar.

Menurut keterangan salah satu penutur di Tuabang - Blagar, Mashap Lekang (Salah satu keturunan dari pemegang/penjaga Al-Quran Tua Kulit kayu) bahwa walaupun kita tidak mengetahui secara pasti tentang kapan, dari mana dan oleh siapa yang membawa Al-Quran tersebut, namun secara logis (Rasional) dapat kita fahami bahwa Al-Quran merupakan alat dan bukti nyata  (Benda Pusaka) yang paling relefan dengan sebuah kegiatan keagamaan (Dakwah Islam) dalam misi penyebaran Islam.  Dengan demikian maka Al-Quran tua kulit kayu saat ini dapat dilihat sebagai salah satu pusaka peninggalan Ilyas Gogo dalam misi penyebaran agama Islam di Tuabang - Balagar.

Dari data keterangan yang telah beredar diberbagai sumber bahwa kedatanagn Gogo bersaudara di Alor - Pantar dan kepulauan Solor  kemudian menyebar ke beberapa daerah hingga IIyas Gogo ke Tuabang pada Tahun (1523 M). Sementara itu menurut keterangan salah satu nara sumber di Tuabang - Blagar Bpk Kou Sogo (96 Tahun, Imam Tua Tuabang - Blagar) bahwa diperkirakan  pada Tahun  1523 - 1600 M, Tuabang ketika itu  belum dihuni oleh sipapun.  Penghuni saat itu masih berada di daerah pedalaman (Lamalata, Kmau Lewo, Tubong Omi dan sekitarnya) oleh keluarga suku Lamalata dan suku-suku terkait lainnya. Sementara  sebagian penghuni saat itu berada di Bakalang, oleh (Keluarga suku Batarah). Keterangan yang sama juga disampaikan oleh salah satu penutur Bpk Watang Mou (68 Tahun, Tokoh Adat) bahwa Tuabang baru dihuni sekitar pertengahan Tahun 1600-san ketika Bapak Ela Leki bersama keluarganya (Keluarga Suku Batarah) yang sudah mengenal  Agama Islam, (walaupun belum sempurna)  berhijrah dari Bakalang ke Tuabang. Beberapa waktu kemudian setelah diketahui bahwa sudah ada penghuni/kehidupan  (Sudah ada api dan asap) di kampung  (Tuabang), maka turunlah keluarga suku Lamalata dari pedalaman dan datang pula suku-suku lainnya (Kiliwei, Dekopira dan sebagainya). Mereka hidup berdampingan dan membangun silaturahmi dengan cara hubungan kawin - mawin hinnga mebentuk sebuah perkampungan walaupun jumlah mereka masih sangat  terbatas dalam pengetahuan (Agama).

Dengan demikian maka para petua kampung memperkirakan bahwa kemungkinan karena di Tuabang belum dihuni oleh siapapun  pada saat itu (Tahun 1523-1600 M), maka tibanya  Ilyas Gogo di Tuabang dalam misi penyebaran Islam hanya dalam  beberapa saat. Entah berapa lama ia berada di sana dan kemudian melanjutkan perjalanannya lagi.  Tidak diketahui secara jelas seperti apa perjalanannya. Bisa ditafsirkan bahwa kemungkinan ia menyempatkan diri untuk datang berlindung diri dan  beristirahat  di salah satu Gowa yang berada di bukit Hamanduli,  (Tempat dimana Al-Quran tua kulit kayu ditemukan). "Sebutan bukit Hamanduli merupakan sebutan atau  penamaan bukit bagi orang Dekopira (Kampung Lama) dengan menggunakan dialeg khas bahasa senai'ngnya yang ditujukan pada bukit  dimana Al-Qur'an tua itu ditemukan".

Tidak diketahui secara pasti, setelah beristirahat di Gowa apakah Ilyas Gogo melanjutkan perjalanannya lagi atau tidak...? (Sebuah pertanyaan misteri yang belum diketahui jawabannya hingga saat ini) . Jika ia melanjutkan perjalannya, maka tentunya ia harus membawa Al-Qur'an tersebut. Tetapi kenyatannya Al-Qur'an tersebut  tetap berada di Gowa yang pada akhirnya ditemukan oleh Kari Dasing (Orang Dekopira). Apakah  mungkin Ilyas Gogo menghembuskan nafas terakhirnya disana (Gowa)? Hal ini membutuhkan proses penelitian yang lebih dalam.

Sejarah penemuan Al-Qur'an Tua Kulit Kayu dalam cerita rakyat

 

Diperkirakan pada pertengahan abad ke XVI, konon ada seorang non muslim yang bernama Kari Dasing yang tinggal di dekopira (Kampung Lama), sebuah perkampungan kecil yang berada didaerah pedalaman (Di wilayah pegunungan Tuabang - Blagar). Kari Dasing adalah seorang petani yang menggantungkan hidupnya dari berkebun. Suatu saat ketika musim kebun tiba, ia membuka lahan dan berkebun di sekitar daerah bukit yang tidak jauh dari kampungnya  (Dekopira). Sebagai seorang petani tentunya tidak menginginkan jika jagungnya dimakan oleh binatang apapun.   Suatu malam, ketika jagung mulai membaik Kari Dasing melakukan ronda malam (Patroli Mengelilingi Kebunnya) walaupun hanya dengan  bermodalkan cahaya bulan dan bintang. Ditengah patroli mengelilingi kebunnya, sepintas ia merasa bahwa sepertinya ada sesuatu yang mencurigakan.  Dari cahaya bulan dan bintang  ia memastikan bahwa yang sedang berada didalam kebunnya adalah seekor binatang. Tanpa kompromi ia langsung menancapkan anak panahnya kearah sasaran sambil mendekatinya, namun tidak ada sesuatu yang ia temukan disana. Malam semakin larut Kari Dasing pun  kembali ke pondoknya untuk istirahat.

Di dalam tidurnya ia bermimpi datanglah seorang Skheh berjubah putih bertemu dengannya  sambil berkata kepadanya bahwa besok pagi jika engkau bangun dari tidurmu datanglah ketempat dimana engkau memanah binatang semalam. Ketika anda sudah tiba disana  (Kata Skheh kepada Kari Dasing) ikutilah jejak binatang itu hingga jejak itu hilang, dan disanalah engkau akan mendapatkan sesuatu. Malam berganti pagi Kari Dasing pun sadar dan bangun dari tidurnya. Ia yakin bahwa isyarat dalam mimpinya adalah menjadi sesuatu yang baik bagi dirinya. Tanpa tunggu lama Kari Dasing lansung datang ketempat dimana ia memanah binatang semalam dan terus mengikuti jejak binatang tersebut hingga berhenti didepan sebuah gowa.  Ia yakin bahwa disitulah jejak binatang itu berakhir.  Dengan penuh keyakinan, sambil mengikuti isyarat yang disampaikan oleh Skheh dalam mimpinya dengan menyebut kata "Tarbitil" Mungkin maksutnya Tartil, dalam bahasa arab artinya : "Membaca Al-Qur'an  secara perlahan dengan tajwid dan makhroj yang jelas dan benar" maka pintu  Gowa pun terbuka dan masuklah Kari Dasing ke dalam gowa.  Disana (dalam gowa) terdapat kehidupan yang begitu indah dan mewah yang dihiasi dengan berbagai macam harta pusaka selayaknya berada dalam istana. Ia disambut dan diterima dengan baik oleh para pelayan.

Ditengah suasana keramain itu Kari Dasing diarahkan oleh para pelayan untuk menemui sang raja yang sedang sakit. Ia diminta untuk mengobati sang raja. Dengan berbekal dedaunan dan akar/kayu  yang dibawa dalam gulungan sarungnya (Sesuai dengan isyarat Skheh dalam mimpinya), Kari Dasing pun mengobati sang raja dengan menggunakan daun dan akar tersebut. Dalam beberapa saat, sang raja pun bangun dari tidurnya seakan ia mulai pulih dari sakitnya.  Sebagai ucapan terimah kasih atas jasa Kari Dasing kepadanya, maka sang raja menawarkan Kari Dasing untuk memilih harta pusaka di istana yang diinginkannya. Dari sekian harta yang ditawarkan kepadanya, ia hanya memilih dua buah Al-Qur'an (Dengan ukuran yang berbeda, besar dan kecil) yang ketika itu digunakan oleh sebuah majelis pengajian yang sedang membaca Al-Qur'an dan adapula yang melakukan  Zikir dan Do'a.

Pada saat itulah Kari Dasing diberikan dua buah Al-Qur'an dan dengan penuh keyakianannya  bahwa semua yang telah dilakukan merupakan sesuatu yang baik dan menjadi isyarat bagi dirinya untuk masuk isalam. Selama beberapa saat di gowa ia diajarkan  mengaji hingga bisa membaca Al-Qur'an dengan baik dan benar

Singkat cerita, kari Dasing pun kembali kekampung menemui keluarganya dan menceritakan peristiwa yang dialaminya. Kerena ia telah memilih untuk masuk agama Islam, maka turunlah Kari Dasing ke pantai  tempatnya  di Bakalang dan selama beberapa saat disana,  ia datang ke Tuabang dengan membawa  Al-Qur'an tersebut. Disanalah ia bergabung dan hidup bersama dengan orang Tuabang, tempatnya di Uma Keba/Howa Keb. Kehadiran Kari Dasing dengan Al-Qur'an yang dibawahnya menjadi pusat perhatian orang Tuabang dan sekitarnya bahkan dijadikan sebagai "Ikon'" (Simbol) kepercaraan (Agama) pada saat itu.

Berdasarkan adat/tradisi orang Tuabang, struktur keturunan Suku Uma Keba/Howa Keb merupakan satu rumpun keluarga dengan Suku Ba alang/Bakalang - Kalimatang. Sehingga ketika keturunan Uma Keba/Howa Keb hilang (Tidak ada Keturunan), maka pusaka ini (Al-Qur'an Tua Kulit Kayu) hanya bisa dipindah tempatkan di dua Rumah suku terkait lainnya yakni (Rumah Suku Ba alang dan Suku Kalmatang). Saat ini keberadaan pusaka tersebut berada di Rumah Suku Kalmatang atas perintah Kapitang (Kapitan) Bakalang, Taher Noke Salama.  Awalnya pusaka tua ini dijaga oleh Bapak Lekang (Salah satu orang tua Suku Kalimatang -- Ba alang) pada saat itu dan  setelah wafat, pusaka ini dijaga oleh salah satu anaknya, Bapak Koli Mahi/Koli Lekang (Alm) dan hingga saat ini pusaka tersebut masih terawat dan tersimpan rapi di rumahnya yang dijaga oleh Mardan Lekang (Anak sulung dari Bpk Koli Lekang, Alm).

Deskripsi tentang Perkembangan Islam di Tuabang - Blagar pasca  penemuan Al-Qur'an Tua Kulit Kayu

Pada masa ini terdapat dua fase dalam perkembangan Agama Islam di Tuabang - Blagar  yakni :

Fase keberadaan Al-Qur'an Tua Kuli Kayu (Oleh Kari Dasing)

Pada fase ini kepercayaan tentang agama sudah mulai tumbuh walaupun masih jatuh - bangun dan berbaur animistis/dinamistis. Banyak hal dan kegiatan yang dilakukan oleh mereka untuk menjamin kelangsungan hidup mereka. Walaupun dengan cara-cara ritual adat/tradisi yang secara turun-temurun telah dilakukan yang tentunya sudah keluar dari konteks syariat Islam yang sebenarnya. Tetapi seperti itulah pengetahuan atau pemahaman mereka tentang sebuah kepercayaan (Agama).

Seiring dengan berjalannya waktu, pengaruh atas hadirnya Al-Qur'an tersebut secara signifikan sudah mualai nampak. Hal ini terlihat dari cara-cara mereka dalam tradisi adat/budaya mereka dengan menempatkan Al-Qur'an sebagai symbol kepercayaan (Agama). Setiap hajatan apapun, baik dalam urusan agama maupun dalam urusan social budaya, mereka senantiasa menempatkan  Al-Qur'an sebagai syarat untuk memulai dan melakukan sesuatu. Misalnya ketika awal memasuki bulan Ramadhan, penduduk setempat secara bersama-sama mengantar AL-Qur'an ke tempat Ibadah  yang dilakukan secara serimonial yang bernuansa tradisi dan budaya. Begitupun dalam kegiatan social kemasyarakatan lainnya seperti : musim tanam kebun maupun  disaat musim panen, hal yang sama tetap mereka lakukan sebagai sebuah symbol  kepercayaan bahwa akan ada berkah dan rizki dari Laha Tala (Allah Ta'ala) dalam hidup mereka. Dengan demikian maka dalam melakukan hajatan-hajatan tertentu sulit kita membedakan anatara hajatan agama dan social kemasyarakatan serta  adat istiadat.  Adat dan agama seakan berjalan seirama ditengah-tengah kehidupan dan bahkan dijadikan sebagai filosofi hidup mereka.

Penempatan struktur sosial buadaya dalam berbagai kegiatan termasuk urusan agama sudah mulai terbentuk dengan menempatkan tiap - tiap suku dengan urusannya masing - masing. Hal ini nampak terlihat hingga saat. Dalam urusan agama, suku Batara menempatkan posisi sebagai imam, suku Bakalang (Ba alang) dan Lamalata sebagai khatib dan ada pula suku-suku lain sebagai moding/bilal dan begitu pula   dalam urusan adat/budaya. Dan pada saat itulah Kari Dasing ditunjuk dan dipercayakan oleh para petua sebagai Imam di Bakalang. Seiring dengan berjalannya waktu, Kari Dasing pun tutup usia dan dimakamkan di Bakalang (Dibawah Mesbah Bakang).

Hidup rukun dan damai dengan berlandaskan adat/tradisi  dan agama sudah menjadi bagian dari keyakianan dan bahkan dijadikan sebagai filosofi hidup mereka.  Dari sinilah isyarat-isyarat yang berkaitan dengan adat/tradisi dan agama mulai tumbuh dan terpelihara seiring dengan berjalannya waktu hingga saat ini.

Fase Kedatangan H. Hasan (Seorang Ulama dari Butung/Buton)

Diperkirakan sekitar akhir tahun 1880 datanglah seorang Ulama dari Butung (Buton/Binongko) bernama H. Hasan. Ia melakukan perjalanan dari butung/buton ke wilayah timur nusa tenggara timur dengan menggunakan perahu layarnya (Butung Je/Perahu Buton) dan berlabuh di pulau pantar tepatnya di Bakalang, sekarang (Desa Batu, Kecamatan Pantar Timur).

Sebelumnya penduduk setempat tidak mengetahui apa misi yang hendak dibawah atau dijalankan oleh H. Hasan. Tetapi pada akhirnya juga diketahui oleh penduduk setempat bahwa H. Hasan adalah seoarang ulama dan penganut Ilmu tarekat yang sangat terkemuka. Setibanya disana, Ia menanyakan keberadaan para pemuka Agama (Jou) di Bakalang dan sekitarnya. Selama  beberapa saat berita ini berkembang sampai di Tuabang hingga ke telinga salah satu pemuka Agama (Jou) bernama Sogo. Setelah mendengarkan berita itu datanglah Sogo ke Bakalang untuk menemui H. Hasan. Perbincangan tentang masalah agama mulai dilakukan oleh memerka berdua. Selang beberapa saat, mereka bersepakat untuk pergi ke Tuabang dan pada akhirnya tinggallah H. Hasan bersama keluarga besar Tuabang.

Dari sinilah Sogo mulai belajar tentang pemahaman ilmu tarekat dan menjadikan H. Hasan sebagai gurunya hingga pada akhirnya Sogo membuka tempat pengajian. Ditempat ini selain menjadi pusat pengajian, juga sebagai tempat untuk mempelajari ilmu tarekat bersama H. Hasan.

Seiring dengan berjalannya waktu, aurah Tuabang sebagai pusat kajian ilmu Agama (tarekat) sudah mulai nampak dengan ramainya kegiatan-kegiatan keagamaan.  Penggemar ilmu tarekat dari berbagai daerah mulai berdatangan, baik dari Tuabang - Blagar dan sekitarnya, sampai ke Nuha Wala (Nule),Taberang (Treweng) hingga Malua (Lerabain).

Melihat jumlah muridnya  yang semakin bertambah dan penggemar ilmu tarekat pun terus berdatangan, maka Sogo bersama murit - muritnaya membuat Dei Pepar (Bale - Bale Lebar dan Panjang) yang terbuat dari bambu yang digunakan sebagai tempat pengajian mereka.  Dei Pepar yang digunakan sebagai tepat atau pusat pengajian ini bertempat di depan rumah kediamannya Sogo, (Rumah Adat Suku Batarah) saat ini. Murit terakhirnya (Belajar Ilmu Tarekat) yang datang dari Malua (Lerabain) pada saat itu adalah Bpk Mata Kae (Alm) (Orang Tua dari Bpk Arifin Asa) sedangkan dari Taberang (Treweng) adalah Bpk H. Dolu Kala (Alm) (Orang Tua dari Bpk H. Arsyad Badu) dan di Tuabang sendiri adalah Bpk Kou Sogo, Putera Bungsu dari Isteri ketiga Bpk Sogo (Alm).

Ditengah keramaian kajian tentang Ilmu tarekat, H. Hasan pun tutup usia dan dimakamkan di Tuabang. Semenjak itu Sogo sebagai penerus faham terekat bersama dengan para Jou pada saat itu Bpk Awo Mau, adik dari Bpk Sogo (Alm), Bpk Para Salama (Alm) dan tokoh agama lainnya  harus bekerja keras untuk mengembangkan pemahaman agama khusunya faham Tarekat. Waktu terus berjalan dan pemahaman ilmi tarekat terus diwariskan kepada murit - muritnya dan faham itulah yang secara turun - temurun dianut dan dipertahankan oleh Masyarakat Tuabang-Blagar hingga saat ini.

 

BAB III. PENUTUP

Kesimpulan

Berdasarkan hasil pembahasan yang telah diuraikan pada bab sebelumnya maka penulis akan menyajikan   kesimpulan yang   diperoleh yaitu  bahwa  proses penyebaran Islam di Alor - Pantar dan Kepulauan Solor disebarkan oleh skheh Muktar Likur dan seorang muballig bernama Abdullah dan  Gogo bersaudara dengan bermodalkan Al Qur'an, Pisau Khitan dan Tongkat. Mereka  menyebar ke beberapa wilayah di Alor-Pantar dan Kepulauan Solor.

Saran

Perlu adanya perserpsi yang sama tentang peran Muktar Likur dan Abdullah serta Gogo bersaudara dalam misi penyebaran Islam di Alor -Pantar dan Kepulauan Solor serta perlu adanya verifikasi dan penelitian lebih lanjkut tentang sumber-sumber sejara khususnya di Tuabang-Blagar.

 

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
  5. 5
  6. 6
  7. 7
Mohon tunggu...

Lihat Konten Ilmu Sosbud Selengkapnya
Lihat Ilmu Sosbud Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun