"Mumpung Emak masih hidup..." begitu yang selalu diucapkan oleh Mak Nar.
"Gampang Mak...nanti kalo jodohnya sudah datang pasti akan disegerakan." jawabku tersenyum sambil menatap mata tuanya yang semakin renta.Â
"Jangan lama-lama, gadis cantik seperti kamu itu seharusnya gampang cari jodoh." begitu beliau selalu menyemangatiku tentang jodohku.Â
"Atau kamu yang terlalu pilih-pilih?" kembali beliau menggodaku.
"Nduk...emak selalu medoakan kamu agar kamu segera mendapat jodoh yang baik, baik agamanya dan ilmunya serta baik akhlaknya, pokoknya orangnya sholih lah." sambil mengusap rambutku ketika kusandarkan kepalaku di pundak beliau.
"Aamiin..." jawabku.
Semua kenangan dengan Mak Nar terasa begitu mendamaikan jiwaku. Ikatan batin kami yang tidak akan pernah pupus, meskipun aku tidak terlahir dari rahim beliau.
Lampu traffic berganti merah. Semakin memuncak kekhawatiranku seiring dengan denyut nadi Mak Nar yang timbul tenggelam. Ingin rasanya turun dan kugendong Mak Nar ke rumah sakit yang hanya tinggal satu belokan lagi. Sekejap kurasakan lagi genggaman erat tangan Mak Nar dan matanya sedikit terbuka. Melihat ke arahku dan tersenyum samar. Kemudian menutup lagi seiring dengan lirih suaranya menyebut asma Allah. Tangannya terasa dingin. Sedingin derasnya air yang mengalir dari kedua mataku.
Innalillahi wa innaillaihi rojiun. Selamat jalan Mak...semoga Allah SWT menerima semua amal ibadahmu. Engkau orang baik....
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H