Hampir sepekan, berita seratus hari kinerja pemerintahan Prabowo-Gibran bersama kabinet merah putih masih menjadi trending di selasar media sosial, cetak, dan elektronik. Namun, masih ada fakta yang terlewatkan dari pandangan publik.
Hasil survei Litbang Kompas menjadi pemantik para pengamat politik dari berbagai lembaga, yang begitu bersemangat riuh rendah menjabarkan kajian dan kritik terbaiknya di layar kaca melalui televisi maupun siniar.
Termasuk saya, bahkan sudah menulis dua artikel terkait topik pilihan tersebut. Salah satunya terpilih sebagai Artikel Utama alias Headline. Dan sekarang adalah artikel yang ketiga. Kompasianer dapat mengunjungi dua artikel saya sebelumnya:
Di balik sorotan utama pada 100 hari kerja Prabowo-Gibran, ada satu fakta yang cukup mengejutkan: PDIP, sebagai partai terbesar di parlemen nasional, justru mencatatkan tingkat kepuasan publik dan citra yang sangat rendah dalam periode tersebut.
Apa yang sebenarnya terjadi? Mengapa PDIP, sebagai pemenang pemilu 2024, menghadapi tantangan serius dalam mempertahankan citra positifnya di mata publik?
Pada artikel kali ini, saya akan mencoba memberikan pandangan saya terkait pertanyaan-pertanyaan tersebut. Saya pastikan bahwa tulisan ini tidak ditujukan untuk menjatuhkan PDIP. Apalagi memperkeruh suasana politik nasional.
Di sini, saya hanya akan berbagi pandangan dan saran sebagai seorang kompasianer pemula.
Publik Puas dengan Kinerja Prabowo-Gibran
Survei hanyalah sebuah alat atau metode penelitian untuk mengumpulkan data dari kelompok orang yang mewakili suatu populasi.
Umumnya, teknik pengumpulan data dilakukan melalui kuesioner tertulis, wawancara dengan sambungan telepon, wawancara tatap muka, elektronik, bahkan turun ke lapangan secara langsung.
Tujuannya adalah untuk mendapatkan gambaran umum tentang karakteristik populasi, serta untuk menjelaskan fenomena pada satu periode waktu tertentu. Karena publik sangat dinamis dalam memberikan pandangannya, maka hasil survei tidak serta merta berlaku permanen.
Seperti survei opini publik dari Litbang Kompas, dilakukan pada periode 4-10 Januari 2025. Melibatkan 1.000 responden yang dipilih secara acak dan menggunakan metode pencuplikan sistematis bertingkat di 38 provinsi. Survei ini dilakukan dengan wawancara tatap muka.
Tingkat kepercayaan survei ini mencapai 95 persen dengan margin of error penelitian sekitar 3,1 persen dalam kondisi penarikan sampel acak sederhana (Kompas.id, 20/1/2025).
Hasilnya, sebanyak 80,9 persen responden menyatakan rasa puas terhadap kinerja pemerintah. Sementara yang menyatakan tidak puas sebanyak 19,1 persen.
Lebih dalam lagi, Litbang Kompas juga mensurvei empat aspek lainnya dengan skor yang juga sangat memuaskan.
Aspek dengan skor tertinggi adalah keamanan dan politik, sebesar 85,5 persen; diikuti kesejahteraan masyarakat mencapai 83,7 persen; lalu ekonomi dengan nilai kepuasan 74,5 persen; dan terakhir aspek hukum dengan tingkat kepuasan paling rendah, yaitu 72,1 persen.
Capaian ini sangat luar biasa. Pasalnya, 100 hari pemerintahan Jokowi-JK hanya mencapai 65,1 persen. Mengapa bisa demikian? Apa faktor-faktor yang mendukung capaian tinggi Prabowo-Gibran? Jawabannya bisa dicari secara mandiri.
Tetapi yang pasti, keempat aspek yang tadi sudah saya tulis di paragraf sebelumnya berkontribusi sangat signifikan terhadap tingkat kepuasan publik yang tinggi.
Sementara itu, citra Presiden Prabowo meningkat menjadi 94,1 persen. Responden menilai citranya "sangat baik" atau "baik". Skor ini meningkat dari 84,1% pada survei sebelumnya. Citra Wakil Presiden Gibran juga menunjukkan tren positif, dari 71,1% menjadi 79,9%.
Survei ini juga menyasar para pemilih pasangan Prabowo-Gibran pada pemilu yang lalu. Menunjukkan bahwa 87,9% pemilih Prabowo-Gibran merasa puas dengan kinerja mereka, dan bahkan sebagian besar responden yang tidak memilih pasangan ini juga menyatakan kepuasan terhadap kinerja pemerintah saat ini.
Tingkat Kepuasan Terhadap Partai Politik
Sorotan utama publik sepertinya terlalu besar kepada hasil survei Prabowo-Gibran, sehingga luput dalam membaca temuan lainnya dari survei Litbang Kompas tersebut.
Ada fakta yang menarik. Temuan Litbang Kompas menunjukkan bahwa tingkat kepuasan masyarakat terhadap PDI-P hanya 53,2 persen, sementara citra positifnya 56,3 persen.
Angka ini sangat berbeda jauh bila dibandingkan dengan partai lainnya. Jaraknya juga tidak tanggung-tanggung. Nyaris 30 persen.
Partai Gerindra memperoleh tingkat kepuasan sebesar 83 persen dan citra 88,3 persen, diikuti Partai Golkar dengan kepuasan 73 persen dan citra 76,5 persen.
Posisi ketiga ada Parta Demokrat dengan tingkat kepuasan publik sebesar 80,5 persen dan citra 81,4 persen. Ini merupakan angka yang luar biasa untuk Demokrat, mengingat pemilu yang lalu, mereka terseok-seok.
Beberapa pengamat menilai perolehan tingkat kepuasan yang sangat rendah ini terjadi karena PDI-P memberikan kesan sebagai partai yang kurang simpatik dalam melakukan strategi komunikasinya.
Faktor lainnya adalah karena sikap 'oposisi' yang kurang tepat bila ditujukan kepada Jokowi. Karena Jokowi bukan lagi sebagai presiden. Dengan demikian, sikap PDIP tersebut memberi kesan 'balas dendam' belaka.
Oposisi sesungguhnya bukan sekadar 'asal berbeda' dengan kebijakan pemerintah. Merujuk kritik Megawati soal harga menu Makan Bergizi Gratis (MBG) sebesar Rp10.000, seharusnya dibarengi dengan solusi alternatif. Sehingga, kritiknya menjadi lebih konstruktif.
Di 100 hari pertama pemerintahan Prabowo-Gibran, PDIP seolah 'asal' berbeda dengan kebijakan-kebijakan pemerintah. Sikap demikian tidak selalu mendapat sambutan positif dari masyarakat.
Faktanya, kebijakan-kebijakan Prabowo-Gibran yang diukur melalui empat aspek sebelumnya, mendapat skor yang sangat tinggi dari masyarakat. Atau setidaknya bergerak dalam tren positif, 68 persen publik puas dengan MBG.
Meskipun, tingkat kepuasan terhadap PDI-P paling rendah dibanding partai lainnya ternyata ada 74,3 persen pendukung PDIP puas dengan kinerja pemerintahan Prabowo-Gibran.
Skor pendukung PDIP itu lebih tinggi dari PKS. Hanya 49,4 persen pemilih PKS yang menyatakan puas, sementara 50,6 persen lainnya merasa tidak puas.
Penutup
Seratus hari pertama pemerintahan Prabowo-Gibran memberikan banyak pelajaran, baik bagi pemerintahan maupun bagi partai-partai politik yang terlibat dalam koalisi maupun yang di luar.
PDIP, meskipun merupakan partai yang memiliki pengaruh besar, ternyata masih menghadapi tantangan besar dalam upaya meningkatkan kepuasan publik dan menjaga citra mereka di mata publik.
Penurunan tingkat kepuasan publik terhadap PDIP mencerminkan adanya ketidaktepatan dalam strategi komunikasi dan sikap politiknya terhadap pemerintahan Prabowo-Gibran.
Survei Litbang Kompas kali ini sesungguhnya mempertegas dan melanjutkan fakta sebelumnya, bahwa PDIP banyak mengalami kekalahan di kantong-kantong suaranya pada pilkada serentak 2024 yang lalu.*
Referensi:
Follow Instagram @kompasianacom juga Tiktok @kompasiana biar nggak ketinggalan event seru komunitas dan tips dapat cuan dari Kompasiana
Baca juga cerita inspiratif langsung dari smartphone kamu dengan bergabung di WhatsApp Channel Kompasiana di SINI