Mohon tunggu...
Tino Rahardian
Tino Rahardian Mohon Tunggu... Jurnalis - Pegiat Sosial⎮Penulis⎮Peneliti

Masa muda aktif menggulingkan pemerintahan kapitalis-militeristik orde baru Soeharto. Bahagia sbg suami dgn tiga anak. Lulusan Terbaik Cumlaude Magister Adm. Publik Universitas Nasional. Secangkir kopi dan mendaki gunung. Fav quote: Jika takdir menghendakimu kalah, berikanlah dia perlawanan yang terbaik [William McFee].

Selanjutnya

Tutup

Politik Pilihan

Akhirnya! Di Era Prabowo, Presidential Threshold Dihapus

4 Januari 2025   08:00 Diperbarui: 4 Januari 2025   10:26 102
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Ilustrasi pencabutan PT 20% di Mahkamah Konstitusi

"Presidential threshold 20 persen, menurut kami, adalah lelucon politik yang menipu rakyat Indonesia." 

Itulah pernyataan tegas Prabowo Subianto, 8 tahun yang lalu, usai bertemu Susilo Bambang Yudhoyono (SBY) di kediaman SBY, Puri Cikeas, Bogor, Jawa Barat, Kamis (27/7/2017) malam (Kompas.com, 2017).

Sikap politik Prabowo yang konsisten tersebut akan membawa pemahaman kita bahwa keputusan MK menghapus ambang batas pencalonan presiden memang sudah tepat.

Jejak sejarah penerapan ambang batas ini dapat kita lacak dengan menengok ke belakang saat Megawati menjabat sebagai Presiden RI ke-5.

Di bawah pemerintahan Megawati Soekarno Putri (2001-2004) untuk pertama kalinya sistem Presidential Threshold (PT) diperkenalkan melalui UU No. 23/2003 tentang Pemilihan Umum Presiden dan Wakil Presiden.

Dalam pasal 5 ayat (4), dinyatakan bahwa pasangan calon presiden hanya dapat diusulkan oleh partai politik atau gabungan partai politik yang memperoleh minimal 15% kursi DPR atau 20% dari suara sah nasional dalam pemilu legislatif.

Berkenan dengan ketentuan presidential threshold diatas, apabila merujuk ke belakang, UU Pilpres tahun 2003 tersebut, adalah usulan inisiatif Pemerintah (Soselisa, 2024).

Tujuan dari kebijakan ini adalah untuk memperkuat sistem presidensial dan mengurangi fragmentasi politik.

Fraksi-fraksi di DPR menolak. Diantaranya F-PDU, F-PBB, dan F-Reformasi. Umar Anggorojene dari LIPI bahkan secara tegas menyatakan bahwa syarat presidential threshold 20% tidak masuk akal.

Singkat cerita, karena maraknya penolakan atas pasal 5 ayat (4) UU No. 23/2003, maka sistem presidential threshold ditunda pemberlakuannya hingga Pilpres 2009.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
  5. 5
Mohon tunggu...

Lihat Konten Politik Selengkapnya
Lihat Politik Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun