Pendahuluan
Pemerintahan Prabowo-Gibran memang baru berjalan 2 bulan 11 hari. Konfigurasi pemerintahan baru ini ditandai oleh beberapa perubahan sebagai respons terhadap visi-misi Presiden dan realitas global yang penuh dengan ketidakpastian.
Konfigurasi tersebut dapat dijelaskan secara umum.
Bahwa mayoritas partai politik di parlemen menyatakan dukungannya dan menjadi bagian dari pemerintahan. Nasdem menyatakan mendukung Pemerintah meski tidak masuk kabinet. Termasuk partai-partai non parlemen. Kecuali PDIP.
Kabinet Merah Putih terdiri dari 7 Kemenko dan 41 Kementerian. Jumlah kabinet ini lebih banyak dibandingkan pemerintahan sebelumnya.
Perubahan organisasi, meliputi: penambahan wamen, jalur koordinasi, maupun pemecahan kementerian, seperti kemendikbudristek, kemenPUPR, kemendes, kemenkumham, dan sebagainya.
Presiden Prabowo juga membentuk badan-badan baru yang menangani program khusus, seperti Badan Pengendalian Pembangunan dan Investigasi Khusus, Badan Gizi Nasional, Badan Percepatan Pengentasan Kemiskinan, Utusan Khusus, Penasihat Khusus, Staf Khusus, dan sebagainya.
Melihat perkembangan konfigurasi yang demikian kompleks, maka potensi efisiensi anggaran menjadi tidak terhindarkan. Perilaku koruptif penyelenggara negara harus diminimalisir melalui sistem pengawasan eksternal secara optimal.
Ombudsman Sebagai Lembaga Pengawasan
Ombudsman adalah lembaga negara yang berfungsi sebagai pengawas penyelenggaraan pelayanan publik di Indonesia.
Ombudsman beroperasi secara independen tanpa campur tangan dari kekuasaan lain, sesuai dengan Undang-Undang Nomor 37 Tahun 2008 tentang Ombudsman Republik Indonesia.
Didirikan sejak 10 Maret 2000, Ombudsman memiliki kewenangan untuk mengawasi layanan yang disediakan oleh pemerintah, Badan Usaha Milik Negara (BUMN), Badan Usaha Milik Daerah (BUMD), dan badan swasta yang diberi tugas untuk menyelenggarakan pelayanan publik tertentu.
Tujuan dibentuknya Ombudsman adalah untuk meningkatkan kualitas pelayanan publik dan melindungi hak-hak masyarakat, serta menciptakan kondisi yang kondusif dalam upaya pemberantasan korupsi, kolusi, dan nepotisme.
Pemerintahan Prabowo-Gibran membutuhkan sistem pengawasan eksternal yang baik agar seluruh program dapat berjalan sesuai dengan perencanaan. Salah satunya adalah Ombudsman.
Pelaksanaan pengawasan yang baik dan efektif  merupakan sebuah langkah prefentif dalam pencegahan penyelewengan dan pengendalian perencanaan.
Ombudsman harus mampu beradaptasi dengan perubahan konfigurasi seperti yang sudah diuraikan di paragraf sebelumnya. Menjadi organisasi-pembelajar berwatak dynamic-supervision.
Pada titik ini, maka optimalisasi lembaga pengawasan baik internal dan eksternal menjadi sangat krusial untuk diperhatikan oleh pemerintahan Prabowo-Gibran.
Bukan rahasia umum, lembaga-lembaga pengawasan di Republik ini bak singa tanpa taring. Perlahan namun pasti, kewenangannya dibatasi bahkan dikerdilkan.
Pejabat seakan tak peduli bahkan tidak punya rasa takut dengan segala bentuk pengawasan yang ada. Pengaduan masyarakat dianggap angin lalu.
Padahal, pengawasan dalam bentuk pengaduan masyarakat merupakan bagian integral dalam upaya perbaikan sistem pemerintahan.
Kebijakan pelayanan, profesionalisme SDM, sarana prasarana, sistem informasi pelayanan publik, konsultasi dan pengaduan, dan inovasi pelayanan.
Keenam aspek tersebut merupakan indikator kinerja penyelenggara pelayanan publik.
Perbedaan Pengawasan Eksternal dengan Internal
Sistem pengawasan di Indonesia, secara umum terbagi menjadi dua bagian: internal dan eksternal.
Pengawasan internal merujuk pada pengawasan langsung dari atasan dan pengawasan rutin/regular.
Karena sifatnya yang internal, maka seringkali pengawasan ini terkesan basa-basi. Fungsi semacam lembaga inspektorat terkesan formalitas saja, untuk tidak mengatakan impoten.
Banyaknya kelemahan sistem pengawasan internal semacam ini, mulailah muncul pemahaman pentingnya pengawasan bersifat eksternal yang diharapkan lebih independen dan berani.
Ombudsman, KPK, BPK, Kompolnas, Komnas HAM, Komisi Informasi, Komisi Yudisial, dan sebagainya mulai terbentuk seiring gelombang reformasi 1998. Menjadi angin segar dalam tata kelola pemerintahan yang baik.
Dalam era pemerintahan Prabowo yang ditandai oleh koalisi besar, peran lembaga pengawas eksternal seperti Ombudsman RI menjadi sangat strategis.
Namun demikian, kelemahan yang paling mencolok adalah lemahnya otoritas lembaga-lembaga pengawas eksternal dalam menjatuhkan sanksi.
Optimalisasi Fungsi Pengawasan Ombudsman
Perubahan konfigurasi pemerintahan Prabowo-Gibran membawa dampak cukup besar terhadap proses pembangunan tata kelola pemerintahan yang baik (Good Governance), termasuk kualitas penyelenggaraan pelayanan publik.
Optimalisasi lembaga pengawasan eksternal, seperti Ombudsman menjadi tugas mendesak pemerintahan Prabowo-Gibran saat ini.
Hal ini penting untuk menjaga integritas pelayanan publik dan mencegah potensi penyalahgunaan kekuasaan serta meningkatkan kepercayaan publik.
Dengan demikian, lembaga-lembaga ini dapat berkontribusi pada penguatan kepercayaan masyarakat terhadap pemerintah serta mendorong praktik good governance di tengah dinamika politik yang kompleks.
Selain menambah anggaran, yang mendesak adalah memperkuat otoritas Ombudsman dalam menjatuhkan sanksi atas potensi maladministrasi dan penyelewengan penyelenggara negara.
Memperluas jangkauan organisasi Ombudsman hingga tingkat Kabupaten dan Kota menjadi konsekuensi logis atas pilihan sistem desentralisasi yang sudah diambil sejak awal reformasi.
Pengawasan Dana Desa dan Alokasi Dana Desa juga penting untuk dipikirkan Bersama.
Ombudsman berperan penting dalam memastikan bahwa pelayanan publik di Indonesia berlangsung dengan baik dan adil, serta memberikan perlindungan bagi masyarakat dari praktik maladministrasi.*
Follow Instagram @kompasianacom juga Tiktok @kompasiana biar nggak ketinggalan event seru komunitas dan tips dapat cuan dari Kompasiana
Baca juga cerita inspiratif langsung dari smartphone kamu dengan bergabung di WhatsApp Channel Kompasiana di SINI