Ombudsman beroperasi secara independen tanpa campur tangan dari kekuasaan lain, sesuai dengan Undang-Undang Nomor 37 Tahun 2008 tentang Ombudsman Republik Indonesia.
Didirikan sejak 10 Maret 2000, Ombudsman memiliki kewenangan untuk mengawasi layanan yang disediakan oleh pemerintah, Badan Usaha Milik Negara (BUMN), Badan Usaha Milik Daerah (BUMD), dan badan swasta yang diberi tugas untuk menyelenggarakan pelayanan publik tertentu.
Tujuan dibentuknya Ombudsman adalah untuk meningkatkan kualitas pelayanan publik dan melindungi hak-hak masyarakat, serta menciptakan kondisi yang kondusif dalam upaya pemberantasan korupsi, kolusi, dan nepotisme.
Pemerintahan Prabowo-Gibran membutuhkan sistem pengawasan eksternal yang baik agar seluruh program dapat berjalan sesuai dengan perencanaan. Salah satunya adalah Ombudsman.
Pelaksanaan pengawasan yang baik dan efektif  merupakan sebuah langkah prefentif dalam pencegahan penyelewengan dan pengendalian perencanaan.
Ombudsman harus mampu beradaptasi dengan perubahan konfigurasi seperti yang sudah diuraikan di paragraf sebelumnya. Menjadi organisasi-pembelajar berwatak dynamic-supervision.
Pada titik ini, maka optimalisasi lembaga pengawasan baik internal dan eksternal menjadi sangat krusial untuk diperhatikan oleh pemerintahan Prabowo-Gibran.
Bukan rahasia umum, lembaga-lembaga pengawasan di Republik ini bak singa tanpa taring. Perlahan namun pasti, kewenangannya dibatasi bahkan dikerdilkan.
Pejabat seakan tak peduli bahkan tidak punya rasa takut dengan segala bentuk pengawasan yang ada. Pengaduan masyarakat dianggap angin lalu.
Padahal, pengawasan dalam bentuk pengaduan masyarakat merupakan bagian integral dalam upaya perbaikan sistem pemerintahan.
Kebijakan pelayanan, profesionalisme SDM, sarana prasarana, sistem informasi pelayanan publik, konsultasi dan pengaduan, dan inovasi pelayanan.