Aku sendiri dari Bogor. Mesti berangkat pagi-pagi, abis subuh, dari Stasiun Bogor. Pulangnya pun sampai rumah di Bogor, jam 00.30 an WIB atau keesokan harinya. Yaa begitu, perjalanan di moda transportasinya total antara 10 -- 11 an jam.
Forget it! Karena terbayar dengan sebuah pengalaman, renungan, pembelajaran dan entah apalagi dari kehidupan masyarakat dan alam Baduy. Itulah sebabnya aku tak bosan datang kembali menengok kampung ini. Rekomen aja buat teman-teman untuk melihat kampung Baduy, meski cuma Baduy Luar.
Oke. Lanjut cerita tripnya yes. Semoga teman-teman berkenan membacanya. Cekidot.
Menu "Asin", Kesederhanaan Baduy
Nah videoku di atas itu agenda acara pertama, yakni experience makanan keseharian orang Baduy.
Angkot Kang Cecep, teman Aojan yang kami carter dari Stasiun Rangkas Bitung - Terminal Ciboleger, sampai pas tengah hari, waktu makan siang. Setelah foto-foto sejenak dan jajan di minimarket setempat, lanjut jalan kaki ke rumah Aojan di Kampung Kadu Ketug 3.
Membayar tiket masuk Wisata Baduy @Rp. 5000 saja. Di kampung Baduy Luar [apalagi Baduy Dalam] sarana transportasi hanya satu, kaki. Ga boleh ada kendaraan.
Menyusuri jalan tanah, berbatu melewati rumah-rumah khas Baduy yang terlihat dari mata, mirip semua. Rumah panggung kayu dengan ukuran dan arsitektur mayoritas sama. Banyak teras rumah [khususnya di sepanjang jalan utama] disulap menjadi "butik". Dengan aneka ragam kain tenun Baduy, selendang, baju hitam khas Baduy, plus pernak-pernik kerajinan lainnya.
Rumah Aojan agak "ngumpet" di belakang rumah lainnya. Aku pernah tersesat, saat dulu nyari rumahnya. Tahun lalu sempat menginap semalam di rumah yang dihuni dengan orang tua istrinya, Pinah. Jadi gak heran saat Amel, Nadus dan lainnya yang terpisah dari rombobgan, karena keasyikan berfoto, bingung cari rumah Aojan. Hehehe
Perut udah lapar. Dan masakan Pinah pun disajikan di piring-piring seng. Sebelumnya aku sempatin tengok anaknya yang baru lahir bulan lalu itu. Sengaja kubawain setelan baju bayi untuk putrinya.
Menu masakan ala Baduy sekilas tak beda dengan menu keseharian kita. Khas "kampung". Cuman "serasaku" orang Baduy suka rasa asin-asin. Garam menjadi pemegang rasa. Minim bumbu masak. Meski mungkin ada sebagian yang pakai. Bayangin, gimana di Baduy Dalam ya?