Mohon tunggu...
Rachmat Pudiyanto
Rachmat Pudiyanto Mohon Tunggu... Penulis - Culture Enthusiasts || Traveler || Madyanger || Fiksianer

BEST IN FICTION Kompasiana 2014 AWARD || Culture Enthusiasts || Instagram @rachmatpy #TravelerMadyanger || email: rachmatpy@gmail.com

Selanjutnya

Tutup

Sosbud Pilihan

Jadi Penumpang Commuterline, Tenggang Rasa dong

21 Agustus 2024   04:40 Diperbarui: 21 Agustus 2024   04:45 116
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Penumpang Commuterline Jabodetabek (Dok. Kompas/ KAI Commuter)

Rasa naik Commuterline itu, campur aduk "nano-nano". Ada rasa manis haru saat terlihat fragmen empati, kepedulian antar penumpang. Kali lain, ada rasa pahit, gondok saat aneka drama menyebalkan terpampang dengan woles-nya. 

PERNAHKAH Anda kena skakmat saat menumpang  Commuterline atau Kereta Rel Listrik (KRL)? 

Misalnya, kasus seperti ini.  Orang di sebelah kanan kiri Anda terbuai mimpi dengan pulasnya, lalu bahu Anda jadi sandaran yang empuk.

Atau saat penumpang penuh sesak, orang sebelah Anda, cuek main "war games" di Hp, dengan audio yang sedemikian berisiknya?

Saya pernah alami kedua kasus di atas. Untuk kasus pertama, okelah no problem. Kasih empati orang yang tidur. Kecapekan kali.

Tapi untuk kasus yang kedua, saya gak bisa tolerir. Egois. Mengingat KRL itu transportasi publik bukan mobil pribadi. Jadi semestinya perilaku kita tak seenak jidat sendiri. Ada kepentingan orang lain yang harus dihargai. 

Pihak KAI Commuterline sebagai operator, sudah membuat aturan secara tertulis. 

Dilarang bawa binatang/ peliharaan, sajam di dalam  KRL. Kursi "merah" prioritas untuk lansia, ibu hamil. Dilarang merokok, bawa kursi sendiri dan lain-lain. 

Nah tentu tidak semua hal diatur detil secara tertulis. Di luar aturan tertulis, kita sebagai penumpang yang sama-sama bayar, harus memiliki etiket. 

Etiket penumpang KRL. Tenggang rasa antar penumpang. Seperti halnya berinternet kita punya etiket. Menjaga attitude, "tenggang rasa" dimana pun kita berada.

Ya, memang jadi penumpang KRL itu rasanya nano-nano. Nah berikut ini beberapa catatanku (lebih ke curhat seeh haha). Barangkali ada kejadian yang pernah Anda temui. Atau bahkan bisa jadi Anda sendiri melakukannya. Simak ya, "ojo baper". 

Pakai Earphone, Headset, Berisik Tau!

Hal yang agak sering kutemui adalah, penumpang yang main games, memutar musik, menonton youtube, dan hal lain melalui HP-nya menimbulkan suara. 

Saya heran, apa mereka gak paham kalau suara berisik HPnya itu berpotesi mengganggu penumpang lain? Berisik tau! 

Apalagi saat penumpang penuh dengan orang yang berdiri. Otomatis, jarak antar penupang makin berdempetan. 

Sebaiknya gunakan earphone/ headset atau semacamnya. Laa wong beli, banyak harga murah-kok. Ceban juga ada. 

Jangan Ngrumpi Kayak di Pasar

Momen lain, sama berisiknya kalau ada yang ngobrol tak berkesudahan dalam KRL. Menjurus ke ngrumpi. Volume suara kayak saat ngotot tawar menawar barang di pasar, sama kencangnya.

Dah getu, berisiknya dari ujung stasiun sampai ujung stasiun lainnya. 

Saya sepakat kalau ngobrol seperlunya saja. KRL bukan warung kopi, atau tempat arisan yang bisa ngobrol ngalor ngidul seenak jiadatnya. Kondisi tidak memang memungkinkan.

KRL bukan tempatnya. Lebih baik gunakan waktu untuk membaca buku, atau bacaan melalui HP. Atau dengerin hal-hal lain yang bermanfaat. Ngrumpinya ntar kalau sudah di luar gerbong. 

Seperti suasana saat pandemi dulu itu loor. Tenang.  

Jangan Injak-injak Kaki, Ngomong Dong

Nah ini aneh. Pengalaman saya begini. Pernah pulang dari Baduy Banten setelah menginap 2 malam di sana. Badan capeknya luar biasa.

Saya bersama seorang teman fotografer mau pulang ke Bogor, memutuskan ke arah Stasiun Kota setelah transit dari Stasiun Tanah Abang. Menghindari Stasiun Manggarai dengan pertimbangan agar memperoleh tempat duduk.

Berhasil dapet duduk di Stasiun Kota. Tas saya peluk, sengaja gak saya taruh di bagasi atas. Karena isinya ada kamera DSLR.  Agar mudah mengawasinya.

Kereta melaju sampai Manggarai. Penumpang masuk banyak dong.  Banyak yang berdiri.

Aman, gak ada lansia atau Perempuan berusia yang berdiri dekat saya duduk, jadi saya pun memutuskan tidur. Capek. Meski tidur-tidur ayam. Gak pulas.

Entah berapa lama kemudian, saya terbagun karena merasa kaki saya diinjak-injak. Berkali-kali.

Awalnya saya gak membuka mata. Saya pikir terinjak gak sengaja oleh orang yang berdiri.

Tapi lama-lama kok kaki saya terinjak terus. Saat membuka mata, ada seorang perempuan berdiri depan saya, ngliatin saya tanpa kata. Belum terlalu tua. Tuaan saya malah.

Saya menarik kaki saya, memberi ruang leluasa untuk dia berdiri. Saya memejamkan mata lagi. Eh kaki terasa diinjak lagi. Perempuan itu yang melakukannya.

"Mau duduk?" tanya saya, sambil berdiri sebelum dia menjawab. Meski badan terasa lelah banget.

Dari cerita itu, saya cuman mau ngomong, "Mbok ya bilang kalau mau duduk. Bilang baik-baik saja. Jangan menggunakan bahasa tarzan".

Terhadap penumpang perempuan muda memang saya anggap mereka bukan penumpang prioritas. Mengingat usia saya juga menuju lansia. Tentu kalau terlihat kondisinya fit.

Duduk Sepatut & Secukupnya, Jangan Menuhin Tempat

Nah ada lagi kalau duduk, posisi kakinya "ngangkang" Menuhin tempat. Ini membuat penumpang lain di sebelahnya harus "ndepis" posisi duduknya.  

"Ndepis" apa yak? Ya kayak menyusutkan diri badannya getu. Jadi gak nyaman.

Orang kadang-kadang enggan mbilangin. Jadi kita mesti tahu diri. Pakai ruang duduk sebagaimana porsinya. Satu bangku panjang itu ideal untuk 7 orang (standar). Kecuali ada yang berbadan over (Maaf bukan maksud body shamming).

Awasi Anak, Jangan Main HP Mulu 

"Ya namanya anak-anak," getu jawaban yang seringkali saya dengar.

Penumpang anak-anak sering teriak-teriak, main lari kesana kemari, main games dengan volume keras dari HPnya dan masih banyak lagi.

Tentu berpotensi mengganggu penumpang lain. Pada titik-titik tertentu, ada porsi pemakluman.  

Namun sebagai orang yang membawa anak-anak, semestinya mengajarinya bagaimana bersikap yang lebih baik saat di transportasi umum seperti KRL.

Bukankah, jadi momentum yang tepat untuk mengedukasi anak? Edukasi praktik langsung yang lebih mengena pada otak ingatan anak-anak.

Jangan malah ditinggal main HP, tidur, lalu meminta pemakluman penumpang/ orang lain.

Yang Tahu Kondisi adalah Diri Sendiri

Terlepas dari itu semua, yang penting adalah, kita harus memahami situasi dan kondisi saat di KRL. Pasang alarm tenggang rasa kita. Nyalakan rasa empati dan simpati kita pada penumpang lain. Yang tahu diri kita adalah kita sendiri.

Dengan demikian kita akan rasakan kenyamanan bersama saat menggunakan KRL atau transportasi publik lainnya.

Jangan pengen enaknya sendiri. Bikin sama-sama enaklah. Setuju?

Instagram @rachmatpy  

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
  5. 5
Mohon tunggu...

Lihat Konten Sosbud Selengkapnya
Lihat Sosbud Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun