Mohon tunggu...
Rachmat Pudiyanto
Rachmat Pudiyanto Mohon Tunggu... Penulis - Traveler Madyanger Fiksianer #MuseumLover

BEST IN FICTION Kompasiana 2014 AWARD Instagram @rachmatpy #TravelerMadyanger #MuseumLover email: rachmatpy@gmail.com

Selanjutnya

Tutup

Foodie Artikel Utama

Kisah Mbok Sinem, Maestro Pindang Kambing, Kuliner Langka nan Legendaris

8 Juli 2024   03:42 Diperbarui: 8 Juli 2024   16:13 298
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

Mbok Sinem. DOKPRI
Mbok Sinem. DOKPRI

Di dapur itulah, beberapa tahun belakangan ini, Mbok Sinem "menggelar lapak". Dulu, berjualan di pasar. Seiring usia, jualan pindah ke rumahnya sendiri. Jualan pun tak sebanyak dulu.

Setiap sore Mbok Sinem "istiqomah" melayani pelanggan setia racikan makanan berbungkus daun jati itu.

Sore itu, aku datang persis saat Mbok Sinem baru kelar menata dagangannya. Pas banget, pindang masih hangat. Ada sekitar 5 pembeli yang menunggu. Setelahnya satu-satu datang silih berganti. Biasanya sekitar Maghrib, udah ludes.

Mbok Sinem, cekatan membungkus pesanan. Satu porsi sampai saat ini dijual murah, hanya Rp. 5000,- saja. Ambil untung dikit saja. Katanya kadang malah "gak keliatan uangnya".

"Ngomong karo genduk, laa iki duit glepung karo wedus'e kok ra kethok tho nduk. Rapopo sesuk yo kethok," ceritanya sambil ketawa.

Artinya kira-kira, "Ngomong sama "genduk" (panggilan anak perempuannya), laa ini uang tepung (gaplek) sama kambingnya kok nggak keliatan tho Nduk. Gak apa-apa, besok juga keliatan".

Satu porsi terdiri dari beberapa tetelan kambing, dibalur dengan bubur gaplek. Lalu dibungkus daun jati. Dan ditusuk lidi.

Sambil melayani pembeli, Mbok Sinem yang jualan sejak tahun 1985 itu ramah mengobrol.

Ada keceriaan suasana dalam interaksi itu. Tentu saja pembelinya rerata pelanggan yang sudah dikenalnya. Meski datang dari luar kampung atau beda kecamatan.

Tak sedikit yang terlebih dulu, order via WA. Biasanya pelanggan yang khawatir gak kebagian pindang, order melalui ponsel anak-anaknya. Maklum saja, jualannya hanya saat sore selepas Ashar. Biasanya Maghrib sudah habis.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
  5. 5
Mohon tunggu...

Lihat Konten Foodie Selengkapnya
Lihat Foodie Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun