Tidak hanya muncul penolakan dari masyarakat, melainkan juga dari organisasi pegiat lingkungan seperti Walhi menolak keras adanya PLTN di Pulau Gelasa. Pembangunan PLTN ini belum berhasil mencapai tujuan social acceptance. Transisi energi di masa saat ini sangat membutuhkan penerimaan sosial karena dalam prosesnya akan selalu ada dampak yang ditimbulkan oleh proyek transisi energi dan pada akhirnya masih akan tetap membutuhkan penerimaan sosial dari masyarakat.Â
Masyarakat yang akan terdampak dalam transisi energi digolongkan ke dalam 3 kelas masyarakat, yakni masyarakat yang berinteraksi dengan energi terbarukan, masyarakat yang terdampak dari proses ekstraksi mineral, dan masyarakat yang terlibat dalam proses ekstraksi sumber bahan bakar fosil itu sendiri baik secara langsung maupun tidak langsung karena pada akhirnya mereka yang terlibat akan tetap merasakan dampak dari transisi energi.
Berbagai permasalahan di atas menjadi sebuah dinamika yang perlu dipertimbangkan lebih mendalam dalam proyek PLTN di Pulau Gelasa. Transisi energi adalah keputusan pembangunan ekonomi di tingkat pemerintah, bukan diserahkan kepada PLN. Kita tidak bisa bergantung pada bantuan dari luar saja. kita harus membangun jembatan dari kekayaan yang ada. Transisi akan memakan biaya banyak uang dalam memproduksi energi terbarukan.Â
Belum lagi ketergantungan terhadap sumber energi fosil yang masih sulit dilepaskan dan para aktor politik yang juga masih terafiliasi dengan kepentingan bisnis fossil fuel sehingga hal ini menimbulkan pertanyaan yang sulit untuk dijawab apakah negara berkembang seperti Indonesia akan mampu membangun tembok dan jembatan di masa depan untuk mencapai cita-cita penggunaan energi yang benar-benar hijau di masa depan.Â
Social acceptance dengan melibatkan masyarakat dalam obsesi proyek transisi energi di masa sekarang sangat penting dilakukan. Keterlibatan warga merupakan prasyarat untuk mencapai tujuan transisi energi di Indonesia, namun masih menjadi tantangan yang signifikan dalam banyak aspek, seperti konteks negara, konteks regional dan lanskap geopolitik.Â
Upaya mewujudkan green vision malah menghasilkan rekarbonisasi bukan dekarbonisasi sehingga menjadi paradoks bagi transisi energi. Akhirnya, transisi energi menjadi bentuk lain dari kegiatan ekstraktivisme yang dibalut rapi dalam proyek penggunaan green energy yang katanya "bersih."
Oleh: Ragil Triwinarsih (Mahasiswi Ilmu Politik, Universitas Bangka Belitung)
Follow Instagram @kompasianacom juga Tiktok @kompasiana biar nggak ketinggalan event seru komunitas dan tips dapat cuan dari Kompasiana
Baca juga cerita inspiratif langsung dari smartphone kamu dengan bergabung di WhatsApp Channel Kompasiana di SINI