Mohon tunggu...
Muhammad Rafiq
Muhammad Rafiq Mohon Tunggu... Jurnalis - Bersahabat dengan Pikiran

Ketua Umum Badko HMI Sulteng 2018-2020 | Alumni Fakultas Hukum Universitas Tadulako | Peminat Hukum dan Politik | Jurnalis Sulawesi Tengah

Selanjutnya

Tutup

Politik

Menggugat Hukum Progresif

26 April 2017   02:29 Diperbarui: 26 April 2017   11:00 125
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Politik. Sumber ilustrasi: FREEPIK/Freepik

Seiring berkembangnyaglobalisasi, selaras dengan pernyataan World Bank 2014 bahwa Indonesia ma­sukdalam klasifikasi 10 besar setuasi ekonomi lebih mencuat. Kita tidak perlumemandang lirih masa de­pan. Kita masih punya legi­timasi deklarasi stokholm1976 sebagai paru-paru dunia. Ini artinya negara kita bisa jadi sumber hidupnegara-negara lain. 

Bagai­mana tidak, kira-kira 60 % hidup kita dikendalikanoleh orang asing. Orang lokal hanya sedikit. Bahkan jadi pelengkap untuk 100%formalitas ekonomi. Tidak heran kalau masyarakat miskin sekitar perusahaanhidup bergantung pada kebijaksanaan mereka. Tapi kali ini kita bisa bernafaslega ketika statment pimpi­nan negara menjadi viral di media sosial. Jangansenang dulu, ini untuk siapa, lalu bagaimana untuk kita, kalau menendangnantinya di­ganti dengan apa. 

Secara kontekstual, perlu­nyakita membuka mata dan pikiran tentang penegakan hukum, siapakah nantinya akanmenang, apakah kapi­talis ataukah sosialis? Meski Francis Fukuyama berkatakemenangan selalu diraih kapitalisme. Tapi, tidak mungkin. Pucuk pemerin­tahhari cenderung plintat-plintut meletakkan model karakter hukum negara. Kadangdemokrasi, kadang sosialis, kadang kapital, kadang tak punya kata-kata untukitu. 

SUPREMASI HUKUM MENUJU KESEJAH­TERAAN,SEKEDAR WACANA. 

Pada hakikatnya hukum lahirbukan tanpa alasan, akan tetapi dasar yang cu­kup kuat. Manusia menu­rut JeanPaul-Sartre dalam Being and Nothingness, selalu memiliki naluri untuk berkuasa,baik secara politik dan ekonomi. Jika hal itu dilakukan dalam hidupnya yangsendiri, tentu tidak akan menjadi masalah. Na­mun jika hasrat seperti itudipertahankan dalam suatu komunitas manusia yang besar, maka akan mencip­takanchaos. Dalam situasi inilah hukum hadir dengan peranan menciptakan situ­asikondusif mewujudkan cita-cita hukum.  

Mengawinkan antara pe­negakanhukum dan kese­jahteraan perlu dipandang secara bijaksana jika ke­mudian masihdianggap debatabel. Kesejahteraan selalu dipisahkan hanya untuk urusan ekonomise­dikitnya masuk ke ruang politik. Sedangkan hukum tidak terlepas darianggapan sebagai pengendali segala sesuatu termasuk urusan ekonomi dan politik.Se­hingga hukum dipandang sebagai wadah menam­pung teks-teks kaku tanpa adasikap intrupsi. 

Padahal kesejahteraan yang diban­gun melalui pikiran politikdan ekonomi itu, berangkat dari kehidupan yang sama dengan hukum, yaitu kehi­dupanmasyarakat. Tidak perlu risau, kita maknai saja kalimat Charlesh Richmempertemukan hubungan antara hukum dan kesejah­teraan. Hukum, bagi Rich,diperlukan untuk melihat masalah dengan jelas , un­tuk memberikan bimbin­gan,dan untuk memperkuat niat baik dari kesejahteraan itu. 

Dalam era Globalisasi setiapnegara membuka keran berperan aktif dalam kerja-kerja internasional secaraluas. Untuk menga­tasi segala kemungkinan yang terjadi, menggugah nuraniMohammad Hatta memberikan padangan op­timis melalui tangan Pa­nitia PerancangPeraturan Hukum Dasar pemerintah mempunyai peranan lebih terhadap nasib masyara­katnyamelalui penegakan hukum yang mementingkan terwujudnya cita-cita hu­kum daripada kepentingan individu, kelompok mau­pun golongan. 

Sumber: Sulteng Raya, Opini, Edisi 27 Februari 2017

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Politik Selengkapnya
Lihat Politik Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun