Mempertautkan antara huÂkum dan kekuaÂsaan agaknya menghimpit meremuk redamkanwacana keadilan, terutama berbiÂcara soal kesejahteraan. Hukum tak ubahnyaseperti apa yang disebut Georgio Agamben sebagai citarasa pemikiran alapenguasa, bukan merupakan pemiÂkiran yang sifatnya komuÂnal. hukum progresifyang memuja responsivitas terÂganggu dengan keadaan dominasi mayoritas terÂhadapmasyarakat yang rentan dengan kelompok miskin, difabel, perempuan, anak, buruh,petani, nelaÂyan, masyarakat adat, dan seterusnya.
Wacana penegakan huÂkum dalambeberapa waktu sebelumnya masih tercium harapan akan bangkitnya kalimat agungall men are equal by nature and before the law. Pada satu kalimat populis danhumanis "tidak selamanya hujan" kiranya benar bahwa perseteruantampak selalu ada sebaÂgaimana dalam referenÂsi-referensi bahwa konflikditempatkan sebagai keÂniscayaan.Â
Tidak menutup kemungkinan penegakan hukummasih bersifat adaÂgium ada pula yang realistis menjalankannya, meskidikemudian hari berkaÂmuflase akibat pengaruh eksternal mengubah kesaÂdaranmanusia menjadi maÂnusia baru dalam persfektif ideologinya. Maka padakenyataannya situasi ini mengantarkan kita pada kebingungan. Pertama, tiÂdakadanya penyelesaian hukum yang berujung pada pengendalian politik atas hukum.Kedua, terwujudnya hukum di tengah peraturan ideologi. Akan tetapi meÂnujutepian hukum berubah karena tuntutan kewajiban dan instruksi otoritas keÂpentingan.
Mengingat kondisi saat ini,dalam internal hukum sendiri, sedang menghadaÂpi banyaknya pandangan pesimiskepada hukum. Pertama, hasil invasi china menunjukkan angka dratis diluarperkiaraan akal seÂhat. Kedua, politik identitas terjun bebas ke dasar jurangkehancuran. Semakin hari semakin jauh dari esensi seÂbagaimana sejarah berkatasoal partai politik.Â
Ketiga, media tak ubahnya seperti layar lebar mempertontonÂkancarut marut penegakan hukum terhadap kedudukan sosok individu yang katanya ataudikatakan menegakkan hukum. Kalimat selaras denÂgan ketiga pandangan terseÂbut,kondisi ini adalah tidak ketemunya das sein dan das solen. Sederhananya antaraharapan dan kenyataan.
KAPITALISME VS SOÂSIALISME?Â
Menuju penegakan huÂkum seringkali tercium aroma politik yang berpoÂtensi bisa merubah atau mewujudkankemudian berujung pada nasib masyÂarakat. Dikarenakan adanya keputusan politikdiinternal hukum selalu diselimuti oleh ideologi, misalnya kaÂpitalme vssosialisme, keÂmudian tertampilkannya pertarungan watak masyÂarakat purba vsmodern. Pada konteks hukum, dalam percaturannya tampil sebaÂgai KapitalismeHukum dan Sosialisme Hukum.Â
Watak masyarakat purba memÂberikan ruang penindasankepada masyarakat lemah sebagai representatif huÂkum rimba. Adagium homo hominilupus memberikan spirit mempertahankan ekÂsistensinya. Siapa yang kuat akanmemangsa yang lemah mengedepankan individuÂalistik dan egosentris. Bagi yangtidak dalam lingkaran keluarga, kepentingan atau kelompok perlahan tapi pastidan pasti pula bernaÂsib sama seperti yang lain. Â
Bedanya dengan masyaÂrakatmodern lebih memaÂhami realitas masyarakat yang beragam. PerkemÂbangannya didukung oleh perkembangan ideologi kemudian masuk memÂpengaruhi hukum sehinggamelahirkan kebijaksanaan memandang segala situasi dalam sebuah frame ubi soÂcietasibi ius. Â
Kembali menjadi sebuah memoar,pada era globaliÂsasi telah kembalinya maÂsyarakat purba. Saya meÂmaknaiglobalisasi telah membangkitkan kembali masyarakat purba berwajah masyarakatideologi. Alhasil, kecerdasan dan kekuasaan IPTEK memposisikan indiÂvidumemenangi pertarunÂgan dan sejahtera. Situasi ini juga kemudian mempengaÂruhihukum yang selalu dijaÂdikan alat menguasai segala bagian kehidupan, taktiknyatampil sebagai pemangku otoritas hukum. Maka waÂjar kemudian suara-suarajalanan mengatakan hukum selalunya dibuat atas dasar tawaran kaum asing atasmotif menanamkan kepenÂtingan. Â
Adil dan makmur sebagai konsepsicita - cita universal memanfaatkan berbagai lini sektor menumbuhkeÂmbangkanekonomi atas kendali hukum mengatur segala yang diperlukan dan dilakukan. Sayamelihat, pada pertengahan hingga akhir, tuntutan ekonomi yang semakin tinggisemaÂkin berpotensi mengalihkan masyarakat dari situasi diÂluar konteks ekonomidan kehidupan. Pada titik kulÂminasinya masyarakat lebih berfikir soalkesejahteraan individu dari pada kondisi hukum yang sadar atau tidak sadarmendominasi pertaÂrungan antara kapitalisme dan sosialisme. Â