Mohon tunggu...
Rafika Anggraeni
Rafika Anggraeni Mohon Tunggu... Seniman - seniman

Kata orang sich seniman, yang suka nyusun kata-kata untuk maksud apa saja

Selanjutnya

Tutup

Cerpen

Dongeng Sebelum Tidur

29 Mei 2019   01:07 Diperbarui: 29 Mei 2019   01:11 118
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Cerpen. Sumber ilustrasi: Unsplash

Malam dengan gerimis, setelah sekian bulan kemarau menjadi teman setia penduduk kota itu. Di sebuah rumah seorang ayah sedang berusaha membuat anak perempuannya beranjak tidur.

Sang ayah berjanji akan membacakan cerita dari sebuah buku. Putri semata wayang yang baru saja duduk di bangku Taman Kanak- kanak itu mulai dapat mengeja satu-satu abjad tulisan dan sedang gemar menggambar, maka seminggu lalu sang ayah membelikan buku cerita lengkap dengan ilustrasinya. Walau sedikit sulit merayu anaknya untuk tidur karena masih asik dengan mainan-mainannya, sang Ayah lalu teringat mengenai janji yang telah diutarakan pada putrinya beberapa hari yang lalu. 

Sebelumnya tiap sang putri menagih janji itu selalu saja ditolaknya halus dan menjanjikan akan membacakan keesokan harinya, sebagai dalih bahwa sedang sangat lelah pulang dari bekerja, hingga si anak bosan menagih. Maka malam itu, mati-matian sang Ayah membujuk.

Akhirnya putri semata wayangnya pun luluh dalam gendongan sang Ayah dan masuk ke kamar. laki-laki berusia tiga puluh lima tahun itu merebahkan putrinya di atas kasur, mengatur bantal dan memasang selimut hingga dada, kemudian mengambil sebuah buku dalam rak warna merah jambu, membuka bagian awal dan mulailah sang Ayah bercerita.

"Hari itu ada sebuah kapal yang hampir karam. Di tengah laut tanpa ombak besar seharusnya berbagai kapal dapat melaju dengan tenang, namun tidak dengan kapal yang memiliki layar susunan kupu-kupu itu. Telah terjadi angin kencang dan ombak besar semalam, hingga kapal itu kehilangan kendali. Awak kapalnya yang terdiri dari para ilmuwan dan petinggi negara dilanda mabuk laut yang tiada tara", sambil membaca, sesekali sang ayah memperhatikan ekspresi putrinya yang antusias dan setengah mengernyitkan dahi.

Anak perempuannya bergeming memperhatikan Ayahnya mulai bercerita.

"Awak kapal yang bernama John Nash mulai sibuk membuang air laut yang menggenangi geladak, bergerak secepat mungkin berpacu dengan air asin yang lebih cepat mengisi badan kapal. "" hei kalian, kenapa diam saja, kita bisa karam bila air asin ini memenuhi kapal"", teriak John pada teman-temannya yang tak kunjung bergerak cepat",

"Malam itu memang menjadi malam yang melelahkan, angin yang berderai kencang menggiring ombak besar yang bergulung-gulung. Awan menghitam pekat dengan kilat menyambar-nyambar, suara petir menggelegar bertubi-tubi. Seluruh awak kapal bekerja keras mempertahankan posisi kapal agar tidak limbung, mengikuti saja arah ombak, itu satu-satunya jalan walau arah menjadi tidak menentu",

"Sang kapten Robert Franklin mengomando setiap awak kapal dan nahkodanya untuk bekerja lebih cepat dan waspada agar kapal tak membentur karang di tengah lautan. Bila kapten dan awak kapal bekerja keras Ada yang bekerja lebih berat di atas sana, layar yang terdiri dari jajaran kupu-kupu itu seakan meringis kesakitan, mempertahankan sayap masing-masing agar tetap melekat, membuat otot-otot sayap bekerja seratus kali lipat lebih keras. Satu kupu-kupu bernama Blue Morpho memberi semangat kepada teman-temannya agar bertahan ditengah badai",

""Teman-teman tetap dalam posisi kalian, bertahanlah, badai tak akan lama berlangsung", teriak kupu  warna biru metalik itu", setengah terhanyut dalam cerita di buku tersebut, sang Ayah begitu bersemangat bercerita hingga tangannya ikut bergerak dengan suara yang dibuat-buat seolah mengilustrasikan adegan di dalamnya.

""Aaarrrgggg, sayapku.."", pekik kupu yang membentangkan sayap paling atas. Sayapnya robek akibat ganasnya angin",

Melihat sang Putri tercinta sangat antusias memperhatikan ceritanya, sang Ayah semakin bersemangat.

"Bagaimana para kupu itu dapat saling berjabat di atas sana dan menjadi yang siap menangkap angin demi laju sebuah kapal. Beberapa waktu sebelum arung samudra dijalankan, di sebuah negeri kupu-kupu, terjadilah pertemuan besar untuk membicarakan paceklik di negeri itu. Tanaman-tanaman yang setiap pekan menghasilkan bunga-bunga cantik dengan sarinya yang manis, sudah jarang tumbuh dan menghasilkan kuntum bunga. Sehingga penduduk negeri kupu-kupu menjadi sangat hemat mengkonsumsinya, dan hal itu akan berpengaruh pada tingkat reproduksi mereka. Penduduk negri kupu sudah beranjak menua sedangkan kupu baru hanya setiap tahun saja terlahir itu pun tak banyak jumlahnya, lalu yang menua akan beranjak mati, negeri kupu terancam musnah",

"Salah satu anggota dalam pertemuan itu mengusulkan agar diadakan expedisi untuk mencari tanaman baru yang memiliki bunga indah, dan memiliki daya tahan lebih di cuaca apapun agar dapat ditanam di negeri kupu",

""aku pernah mendengar ada negeri nun jauh di sana yang memiliki tanaman yang tumbuh subur dan bunga-bunga yang indah, kita harus kesana, negeri kita sudah semakin paceklik, kita semakin menua tapi kupu-kupu muda tak selalu terlahir. Kita terancam musnah", begitulah satu anggota itu berpendapat dengan penuh semangat. Anggota yang lain mendengar dengan seksama, disertai anggukan dan expresi wajah yang berfikir keras",

""Tapi kita tak memiliki armada yang handal dan tak mengerti ilmu astronomi, yang ada kapal kita karam hanya sesaat setelah meninggalkan pantai", angggota yang lain akhirnya menanggapi, menyampaikan kegelisahannya bila rencana itu disetujui",

""Bunga-bunga sudah enggan mekar, tanah kita sudah tak segembur dulu, kita sudah mengusahakan berbagai cara agar tanah tetap bisa menumbuhkan, tapi..."",

Selayak aktor, sang Ayah seakan dapat menghidupkan karakter kupu-kupu yang saling berebut suara. Kupu-kupu dalam gambar di buku seolah nyata beterbangan memenuhi kamar. Putrinya makin serius memperhatikan Ayahnya membawakan cerita, dan tanpa sadar mulai menguap.

""Ulat-ulat menjadi tak dapat berproses dengan sewajarnya lantas mati".

"Suasana di ruangan pertemuan menjadi gaduh seketika, seperti lebah mendengung. Masing-masing anggota mencoba berkomentar dan menyampaikan isi kepalanya", sang Ayah melanjutkan.

""Duk..duk.duk..", ketua pertemuan memukul palu tiga kali untuk menenangkan gaduh agar anggota dalam kendali. Harus ditemukan jalan keluar secepatnya agar paceklik dapat diatasi dengan segera, begitulah fikir sang ketua",

"Sementara dibelahan lain, di negeri manusia, ilmuwan dan negarawan sedang mengalami paceklik pula, ingatan para penghuninya tak pernah bisa bertahan lama. Walau sudah mencatat pada batang-batang pohon, lembaran kertas, dan mengukir di bebatuan, tetap saja menjadi lupa saat memulai mengingat maksud dari tulisan-tulisan tersebut",

""Para ilmuwan menjadi tak lagi produktif, hampir tak ada diskusi- diskusi membicarakan penemuan apapun dalam tiga generasi. Negarawan-negarawan tak dapat mumbuat kebijakan satupun karena paceklik ingatan juga melanda mereka. Bangunan-bangunan mangkrak, jalanan rusak berlubang, guru-guru hampir kehabisa bahan mengajar, para mahasiswa tak bergairah datang ke kampus karena para pengajarnya akan selalu mengulang ajaran itu dan itu lagi, seniman-seniman menjadi mandul, kreatifitas mereka hilang",

"Putusan untuk melakukan expedisi pun di lakukan, beberapa kupu-kupu diutus untuk datang ke negeri para manusia untuk menjalin kerjasama mengarungi samudra. Sedangkan yang lain mempersiapkan diri untuk perjalanan jauh. Melatih sayap-sayap mereka agar otot-ototnya menjadi lebih kuat. Mulai dari terbang sejauh lima kilo meter di hari pertama, lantas bertambah sepuluh kilo meter di hari berikutnya, dan semakin bertambah jauh setiap hari. Cadangan makanan sehat yang mereka simpan untuk beberapa tahun difokuskan bagi rencana besar itu, bagi para ksatria yang akan memikul harapan besar negeri kupu-kupu",

Sebenarnya Ayah dan anak perempuan semata wayangnya baru saja  menempati rumah tersebut, sebab sang Ayah dipindah tugaskan ke kota dengan suhu yang panas dan macet itu. Hanya mereka berdua dan satu pengasuh yang berada dalam satu rumah. Sang ibu telah menemui penciptanya saat melahirkan putri tercinta. Hanya di pagi saat berangkat sekolah dan malam saat Ayahnya tiba di rumah mereka sempat bertemu. Kesibukan di kantor telah banyak menyita, meminta perhatian lebih banyak, untung saja putriya tak banyak merengek.

Mengelus lembut dahi anak perempuan yang terlihat tergigit nyamuk, laki-laki dengan kumis tipis itu melanjutkan ceritanya.

"Sementara di negeri para manusia, para utusan mengalami hambatan menyakinkan petinggi agar mau bergabung dalam rencana mereka",

""Rencana kalian tidak masuk akal, kita bertaruh banyak hal untuk  itu, sedangkan petunjuk mengenai tempat subur makmur yang kalian bicarakan masih dalam ketidak pastian", kata Dali yang ragu atas ajakan para utusan",

""Apa kalian hendak bertahan pada keadaan ini, negeri kami mengalami paceklik generasi, bunga-bunga tak lagi tumbuh subur, lama-kelamaan kami akan tinggal nama, kalian pun sedang mengalami paceklik bukan, ini harus segera diatasi, kami dengar di timur terdapat negeri dengan bunga-bunga yang indah dan tumbuh subur, para penduduknya pun terus melakukan penemuan",  jelas Monarch kupu dengan sayap hitam orange dengan titik-titik putih",

""Kalian punya ahli astronomi, dan sebuah kapal besar bukan?", si Red lacewing menimpali",

""Tapi kapal kami sudah tak layak akibat bertahun-tahun tak digunakan, layarnya sudah compang-camping",

""Soal itu kami bisa membantu, kami akan mengantikan layar kalian, sayap-sayap kami siap jadi layar", Monarch memberi jalan keluar",

"Akhirnya terjadi kesepakatan untuk mengarungi samudra. Segala persiapan dijalankan, bahan makanan disiapkan, catatan-catatan usang mengenai astronomi dikumpulkan, untuk membantu perjalanan mereka",

"Sebulan kemudian rencana itu pun menjadi kenyataan. Pelukan perpisahan, tangis haru namun penuh harapan, juga doa-doa dipanjatkan bagi para  pelaut baru, manusia-manusia dan puluhan kupu-kupu. Perjalanan mengarungi samudra akan memakan waktu berbulan-bulan, kemungkinan kembali pulang hanya lima puluh persen saja. Tapi ini jalan satu-satunya, harus diusakan",

"Mereka berangkat saat langit cerah dan laut tenang. Tapi ada kesadaran bahwa laut tak akan selalu tenang dan langit bisa begitu muram. Mengetahui semua peralatan untuk mengatasi segala situasi sudah ada di kapal, membuat mereka percaya perjalanan akan berhasil",

"Berhari- hari sudah dari sejak mereka meninggalkan pantai. Sampai pada malam dengan badai dan ombak yang bergulung-gulung yang membuat seluruh awak kapal bekerja lebih waspada. Terutama Da Vinci sang Mualim yang bertugas mengendalikan arah kapal agar tak limbung terlalu jauh atau menabrak karang",

"Matahari mulai menyingsing, para awak kapal masih sibuk mengeluarkan air laut dari gladak. Badai telah terlewati, lelah mulai menyergap, jajaran kupu yang sayapnya robek diantaranya adalah Red Lacewing digantikan oleh Cethoia Myrina dan beberapa yang lain. Mereka ditempatkan di kamar khusus untuk melakukan perawatan, seorang perawat bernama Firda Karlo lengkap dengan peralatan medis terutama perlengkapan jahit",

""Siapa namamu?", Red Lacewing yang sejak awal berada di atas belum  sempat mengenal keseluruhan manusia yang berada di kapal itu, mencoba berkenalan dengan perawat cantik yang berad di hadapannya",

""Panggil aku firda, ini tidak akan sakit tenang saja", Firda tahu pasiennya sedikit merasa takut dengan peralatan yang dipersiakannya",

""Tapi itu sepertinya mengerikan dan sakit sekali, ini pertama kalinya sayapku dijahit", Red sepertinya memang ketakutan",

"Firda tersenyum dan sepanjang dia melakukan aktivitas, tak berhenti  mengajak Red berbicara dan bercerita hal lucu agar pasien pertamanya itu lupa sayapnya sedang dijahit, tak lama Firda pun selesai melakukan tugasnya",

""Selesai, tak sakit bukan Red?", simpul senyum pun muncul dibibir Firda",

""Cepat sekali, kau cantik dan jago sekali menghibur pasienmu, terimakasih ya"",

""Sama-sama Red", beranjak dari tempat duduknya, Firda membalas",

""Apa kita akan berjumpa lagi?, semoga kita tak bertemu hanya karena aku membutuhkan pengobatan saja ya"",

""Tentu saja tidak, kau bisa menemuiku kapan saja Red"".

"Pertemuan yang mengesankan Red lecewing dan membuatnya ingin menemui Firda lagi. Di atas gladak aktivitas masih sibuk, walau hanya tinggal sisa-sisa saja. Para awak dengan sisa tenaga, membenahi beberapa kayu yang patah dan beberapa awak kapal yang terluka mulai memperoleh perawatan. Aktivitas di kapal berubah menjadi hiruk pikuk medis",  

Masih di awal isi buku, terlihat anak perempuannya mulai beberapa kali menguap, matanya juga mulai redup. Gerimis di luar masih bertahan, membuat malam menjadi lebih dingin dari biasanya. Ia berencana melanjutkan cerita itu di keesokan hari saja, pikir sang Ayah.

"Sayang, kita lanjutkan besok lagi ya ceritanya, sekarang tidurlah, besok Ayah akan lanjutkan",

"Benar ya Ayah, aku akan penasaran dengan Red Lecewing dan Firda,apa mereka akan bisa bertemu lagi atau tidak, aku harap mereka bisa bertemu lagi ya Yah", suara sang putri mulai sangat pelan namun masih berusaha mengucapkan yang diinginkan.

"Tentu saja sayang, besok Ayah bacakan lagi, kita akan tahu apakah kapal dengan susunan kupu-kupu itu dapat bertemu daratan yang mereka impikan, sekarang kau tidur ya, esok harus sekolah", sang Ayah mengecup kening putrinya, tersenyum dan membenahi selimut yang sempat tersingkap.

"Selamat tidur sayang".   

*******

Setelah hari itu tak pernah lagi sang ayah melanjutkan cerita untuk putrinya, walau selalu ditagih. Kesibukan pekerjaan yang hampir membuat mereka jarang bertemu dan melewatkan waktu bersama.

Anak perempuannya mulai bosan dan akhirnya berhenti berharap bahwa Ayahnya akan menepati janji. Hingga setahun berlalu, rupanya sang Ayah memang benar-benar lupa akan janjinya, bisa saja anak perempuan semata wayang itu membuka dan membaca sendiri isi buku itu, namun enggan saja melakukannya.

Suatu saat putrinya mencorat coret tembok kamar, menggambar sebuah kapal laut dengan sayap kupu-kupu di tepi pantai sebuah pulau. Nampak di pulau dengan pepohonan yang rindang itu beberapa wujud manusia dan kupu-kupu yang seakan melakukan aktivitas.Gambar memakai warna warni sepidol dan juga krayon yang tak trlalu sempurna bentuknya, namun dapat tertangkap kesan setiap wujut coretannya. Kapal laut berwarna hitam dengan layar sayap kupu-kupu berwarna warni, biru, merah, kuning, oranye nampak memenuhi bagian atas dari kapal tersebut, di pinggir-pinggir kapal itu terdapat bebatuan yang dimaksudkan sebagai karang dipakainya warna coklat dan abu-abu. Pepohonan yang kuning dan hijau, wujut manusia dengan kepala dan tupuh berbagai ukuran, kupu-kupu yang berterbangan, ada yang hinggap di bahu beberapa manusia, hinggap di patang-batang pohon.

Ketika sang ayah mendapati coretan putrinya, sempat sangat gusar.

"kenapa di tembok? Kan Ayah sudah belikan kamu buku gambar!, ini kalau kamu merasa kurang besar ukurannya", suara bernada tinggi di suatu malam saat pulang dari bekerja.

"A..A..Ayah itu gambar kapal dengan layar kupu-kupu, cerita yang pernah Ayah bacakan untukku tapi tak Ayah selesaikan", Putrinya menjawab dengan terbata.

"Kapal itu tak menemukan pulau di timur, tapi terdampar di sebuah pulau yang tak ada penghuninya, mereka akhirnya tinggal dan hidup di pulau itu, Red Lecewing menikah dngan Firda dan juga beberapa kupu yang lain dengan manusia-manusia lain, mereka punya anak masing-masing yang memiliki sayap kupu-kupu, Ayah tak perlu menyelesaikan cerita lagi karena aku sudah menyelesaikannya", anak perempuan itu bercerita mengenai gambar yang dinilai sang Ayah hanya coretan yang mengotori tembok.

Merasa tak ingin merepotkan sang Ayah untuk menyelesaikan isi buku. Akhirnya dibuatnya sendiri akhir ceritanya sesuai yang dibayangkan. Kapal dengan sayap kupu-kupu itu akhirnya tak mengalami paceklik lagi dan para manusia dapat mengembangkan berbagai penemuan-penemuan baru walau tak menemukan pulau yang dimaksud dan tak dapat kembali di negeri asal mereka akibat kapal yang berwarna hitam.

Sang Ayah yang tiba-tiba teringat janjinya di malam dengan gerimis sepanjang hari, hanya dapat memandang dan memeluk putrinya yang kini berseragam merah putih.

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
  5. 5
  6. 6
Mohon tunggu...

Lihat Konten Cerpen Selengkapnya
Lihat Cerpen Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun