Mohon tunggu...
Rafidah Rahmatunnisa
Rafidah Rahmatunnisa Mohon Tunggu... Mahasiswa - Mahasiswa

Hukum

Selanjutnya

Tutup

Ilmu Sosbud

Kewarisan Hukum Islam

14 Maret 2024   12:00 Diperbarui: 14 Maret 2024   12:12 254
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Ilmu Sosbud dan Agama. Sumber ilustrasi: PEXELS

Abstract: 

Hukum kewarisan dalam Islam adalah suatu hukum yang mengatur tentang pemindahan hak pemilikan harta peninggalan (tirkah) pewaris, menentukan siapa-siapa yang berhak menjadi ahli waris. Hukum kewarisan ini merupakan bagian dari hukum keluarga (al-Ahwalus Syahsiyah) dan sangat penting dipelajari karena memiliki pengaruh yang signifikan terhadap kehidupan manusia dalam bermasyarakat.

Sumber-sumber hukum kewarisan dalam Islam terdapat pada Al-Qur'an dan hadits, yang mengatur tentang pembagian warisan menurut kaidah Islam. Kewarisan dalam Islam mendapat perhatian besar karena pembagian warisan sering menimbulkan akibat-akibat yang tidak menguntungkan bagi keluarga yang ditinggal mati pewarisnya.

Hukum kewarisan Islam di Indonesia telah mengalami perkembangan dan pembentukan, yang disebutkan dalam beberapa referensi. Pada dasarnya, hukum kewarisan adalah hukum yang mengatur tentang pemindahan hak pemilikan harta peninggalan pewaris, menentukan siapa-siapa yang berhak menjadi ahli waris.

Hukum kewarisan Islam menyediakan cara yang tepat dan adil untuk mengelola harta peninggalan pewaris, yang akan membantu mengurangi konflik dan perbedaan pemikiran terhadap pembagian warisan. Pengertian dan kedudukan hak waris anak tiri dalam hukum waris Islam, serta cara mendapatkan bagian hak waris anak tiri dalam hukum waris Islam, merupakan beberapa permasalahan yang telah dijelaskan dalam penelitian.

Keywords: Kewarisan,Pewaris,Ahli Waris,Islam.

Introduction

Hukum kewarisan Islam merupakan satu dari sekian banyak hukum Islam yang terpenting, yang mengatur siapa-siapa saja orang yang bisa menjadi ahli waris. Hukum kewarisan adalah hukum yang mengatur peralihan harta kekayaan yang ditinggalkan seseorang yang meninggal, serta akibatnya bagi para ahli waris.

Hukum kewarisan Islam disebut juga sebagai hukum warisan, hukum faraid, hukum hifz al-maal, atau hukum keluarga. Ini adalah hukum yang berlaku untuk umat Islam di mana saja di dunia ini, dan hukum ini bersifat wajib dan berlaku untuk umat Islam di mana saja di dunia ini.

Hukum kewarisan Islam memiliki peran sentral dalam menata hubungan hukum di dalam masyarakat muslim. Kewarisan dalam Islam diatur oleh prinsip-prinsip hukum syariah yang mengatur pembagian harta warisan setelah seseorang meninggal dunia. Prinsip-prinsip ini tidak hanya mencakup distribusi harta, tetapi juga mencerminkan nilai-nilai keadilan, keseimbangan, dan kesejahteraan masyarakat. Kewarisan dalam Islam diatur secara rinci dalam Al-Qur'an dan Hadis, memberikan pedoman yang jelas untuk melibatkan aspek-aspek hukum, agama, dan sosial.

Penting untuk memahami bahwa hukum kewarisan Islam tidak hanya berfungsi sebagai peraturan terkait pembagian harta, melainkan juga sebagai instrumen untuk menciptakan keadilan dan melindungi hak-hak waris. Prinsip-prinsip kewarisan ini mencerminkan pandangan Islam tentang hak-hak dan tanggung jawab individu dalam konteks kehidupan sehari-hari, sekaligus mengakui peran penting keluarga sebagai unit terkecil masyarakat.

Buku hukum kewarisan islam ini secara global membahas persoalan waris baik dalam tataran teoritis maupun praktisnya. Tataran teori membahas persoalan definisi waris, tujuan hukum kewarisan islam, sejarah hukum kewarisan islam, rukun, syarat dan sebab men- dapatkan waris. Selanjutnya dibahas masalah asas hukum kewarisan islam yang terdiri dari asas individual, asas ijbariyah, asas keadilan berimbang dan asas akibat kematian.

Result and Discussion

Pengertian,Tujuan, Sejarah kewarisan

  • Pengertian ilmu fara'id dan Peristilahannya 

Faraid dalam arti mawarith, hukum waris-mewaris, dimaksud se- bagai bagian, atau ketentuan yang diperoleh oleh ahli waris menurut ketentuan syara'.

Dengan singkat ilmu faraid dapat didefinisikan sebagai ilmu pengetahuan yang mempelajari tentang ketentuan-ketentuan harta pusaka bag ahli waris. Definisi ini pun berlaku juga bagi ilmu mawa- rith, sebab ilmu mawarith, tidak lain adalah nama lain bagi ilmu faraid.

Adapun kata al-mawarith, adalah jama' dari kata mirath. Sementara yang dimaksud dengan al-mirath, demikian pula al-irthu, wirthu, wir- thah dan turath, yang diartikan dengan al-mauruth, adalah harta peninggalan dari orang yang meninggal untuk ahli warisnya.

Orang yang meningalkan harta tersebut dinamakan al-mewar-rith, sedang ahli waris disebut dengan al-warith.

 

  • Maudu' (Obyek Kajian)

Maudu (obyek kajian) dari ilmu faraid adalah mengenai harta peninggalan mayit, siapa ahli waris yang berhak mendapatkannya, bagaimana cara pembagiannya dan berapa bagian yang didapatkan ahli waris dari harta warisan tadi.

  • Hukum Mempelajari dan Mengajarkannya

Hukum mempelajari Ilmu Faraid adalah Fardu Kifayah.Begitu pentingnya Ilmu Faraid, sampai dikatakan oleh Nabi Mu- hammad SAW, sebagai separuh ilmu. Di samping itu, Nabi Muham- mad mengingatkan bahwa ilmu inilah yang pertama kali akan dicabut oleh Allah. Hal ini berart, pada kenyataannya hingga sekarang, tidak banyak orang yang mempelajari Ilmu Faraid. Ketercabutan ilmu tersebut menyebabkan ilmu ini lama-lama akan lenyap juga, karena sedikit yang mempelajarinya.

  • Urgensitas Ilmu Faraid dalam Pembinaan Keluarga

Orang ingin berlaku seadil-adilnya, oleh yang lain dianggap tidak adil. waris-mewarisi ini. Sehingga apabila orang-orang telah dilandas ketakwaan terhadap Allah SWT, semuanya akan ber- jalan lancar, tidak akan menimbulkan sengketa, bahkan kerukunan keluarga pun dapat dicapai.

Ketentuan dar Allah SWT itu sudah pasti Bagian-bagian dar siapa yang mendapat pun sudah ditentukan. Semua kebijaksanaan dalam hal ini bersumber dari Allah SWT.

  • Sejarah Hukum Waris Islam
  •  
  • Kewarisan Pada Zaman Jahiliyah

Hukum kewarisan sebelum Islam sangat dipengaruhi oleh sis tem sosial yang dianut oleh masyarakat jahiliyyah. Orang-orang Arab Jahiliyah adalah tergolong salah satu bangsa yang gemar mengem- bara dan berperang, nomaden (pindah-pindah). Ciri-ciri tersebut merupakan kultur yang mapan. Karena itu budaya tersebut ikut membentuk nilai-nilai, sistem hukum dan sistem sosial yang berlaku, sehingga kekuatan fisik pun menjadi salah satu ukuran di dalam sistem hukum kewarisannya.

Kehidupan mereka sedikit banyak tergantung pada hasl jarahan dan rampasan perang dari bangsa-bangsa yang telah mereka takluk- kan, di samping ada juga yang tergantung dari hasil perniagaan rempah-rempah Dalam bidang muamalah dan pembagian harta pusaka, mereka berpegang teguh kepada tradisi yang telah diwaris- kan oleh nenek moyang mereka Dalam tradisi pembagian harta pusaka yang telah diwarisi dari leluhur mereka terdapat suatu keten- tuan utama bahwa anak-anak yang belum dewasa dan perempuan dilarang memusakai harta peninggalan ahli warisnya yang telah meninggal dunia.

Dasar --dasar pewarisan pada zaman jahiliyah

  • Pertalian kerabat
  • Janji prasetia
  • Pengangkatan anak

  • Pada masa islam

Pada masa awal Islam (periode Makkah awal setelah Nabi diutus dan awal hijrah) sebab-sebab mewarisi ada yang sama dengan zaman sebelum Islam (jahiliyyah) dan ada pula yang dihapus (naski). Sebab-sebab mewarisi yang masih dipertahankan adalah pertalian nasab atau hubungan kerabat, tetapi sudah mengalami pembaharuan yaitu hubungan darah yang dapat mewarisi tidak hanya laki-lak dewasa saja tetapi laki-laki yang belum dewasa dan perempuan pun bisa untuk mendapatkan harta warisan walaupun belum ada ketentuan yang pasti dari al -- quran.

Sementara sebab mewarisi yang telah dihapus adalah karena janji setia (muhalafab). Di awal Islam, ada tiga sebab agar mendapatkan harta warisan selain yang sudah dijelaskan di atas, yaitu:

  • Pengangkatan anak
  • Hijrah dan muakhah

  • Kewarisan Pada Masa Islam Jaya

Setelah islam berkembaang,ketententuan-ketentuan yang tadinya ada di masa jahillyah dibatalkan setelah turunnya firman allah SWT.

Rukun, Syarat, Sebab mewarisi

  • Rukun waris
  • Pewaris ( al muwarrith )
  • Harta warisan ( al mauruth )
  • Ahli waris ( al warrith )

  • Syarat 
  • Matinya pewaris
  • Hidupnya ahli waris
  • Mengetahui sebab menerima warisan
  • Tidak ada penghalang untuk dapat warisan

  • Sebab Mewarisi
  • Karena hubungan pernikahan
  • Hubungan nasab
  • Wala'

 

 

Asas asas kewarisan

  • Asas Individual

Asas individual adalah asas yang menyatakan bahwa harta warisan dapat di bagi-bagi pada masing masing ahli waris untuk di miliki secara perseorangan.

  • Asas Ijbariyah

Peralihan hak seseorang yang sudah wafat kepada ahli warisnya yang masih hidup di luar kehendak diri sendiri karena sudah ditetapkan dalan al-Qur'an.

Adanya asas ijbari dalam hukum Kewarisan Islam dapat dilihat dari berbagai aspek, yaitu (1) dari segi pengalihan harta (yang pasti terjadi setelah orang meninggal dunia) (2) dari aspek jumlah harta yang beralih, (3) dari aspek kepada siapa harta peninggalan beralih.

  • Asas Keadilan Berimbang

Batasan keadilan bukan saja terbatas pada harta, akan tetap hak termasuk pula di dalamnya. Oleh karena itulah esensi keadilan adalah perimbangan tanggung jawab, baik dari segi hak maupun dari segi kewajiban. Dari sini maka keadilan dalam kewarisan terletak pada keseimbangan antara hak dan kewajiban. Begitu pula keseimbangan antara keperluan dan kegunaan.

  • Asas Akibat Kematian

harta seseorang tidak akan pernah beralih kepada orang lain dengan nama waris selama pewaris masih hidup.

Mawani' al irthi

  • Pengertian 

Mawani' al-irthi yaitu penghalang terjadinya waris mewarisi. Atau hilangnya hak ahli waris terhadap memperoleh harta warisan dari pewaris karena adanya hal hal yang melarang menerima warisan.

  • Sebab 
  • Pembunuhan
  • Beda agama
  • Perbudakan

Pembagian Waris

  • Dhawil Furud

Orang orang yang mempunyai bagian pasti dan tertentu.

  • Ahli waris yang mendapatkan
  • Suami ( jika tidak memmiliki keturunan )
  • Anak perempuan ( jika tunggal tidak mempunyai saudara )
  • Cucu perempuan keturunan laki laki ( jik tidak punya saudara laki laki,pewaris tidak memmiliki anak perempuan kandung maupun laki laki )
  • Saudara permepuan kandung ( tidak punya saudara lk kandung,ia hanya seorang diri )
  • Saudara perempuan seayah ( ia tidak punya saudara laki,ia hanya sendiri,pewaris tidak mempunyai saudara kandung,pearis tidak punya keturunan maupun ayah atau kakek )
  • Ahli waris yang mendapatkan 1/6
  • Suami ( jika mempunyai keturunan )
  • Istri ( jika pewaris tidak mempunyai keturunan )
  • Ahli waris yang mendapat 1/8
  • Istri yang di tinggal suami,baik itu berjimlah satu atau lebih dari satu,dan juga ketika mempunyai keturunan.
  • Ahli waris yang mendapat 2/3
  • 2 anak perempuan atau lebih ( jika mereka tidak bersama anak laki laki )
  • 2 cucu perempuan atau lebih dari anak laki lak ( tidak ada anak pewaris, tidak ada 2 anak perempuan, tidak bersama saudara lakilaki )
  • 2 saudara seibu dan seayah ( tidak ada ayah atau kakek )
  • 2 saudara seayah atau lebih  ( tidak ada anak lakilaki,ayah dan kakek )
  • Ahli waris 1/3
  • Ibu ( Ahli waris tidak mempunyai anak atau cucu dari anak laki laki,tidak punya saudara secara umum )
  • Saudara saudara seibu ( pewaris tidak ada keturunan )
  • Ahli waris yang mendapatkan bagian 1/6
  • Ayah
  • Kakek ( ayah dari ayah )
  • Ibu ( pewaris mempunyai anak atau cucu dari anak laki laki ,pewaris mempunyai 2 saudara atau lebih secara umum )
  • Cucu perempuan daari anak laki laki
  • Saudara perempuan se ayah
  • Saudara -- saudara seibu
  • Nenek asli ( dari pihak ayah maupun ibu )


  • Ashabah

Pengertian aabab menurut para ulama faraid termasyhur Menurut istilah mereka, aabah adalah orang yang menguasai harta warisan karena ia menjadi ahli waris tunggal, selain itu ia juga menerima seluruh sisa harta warisan setelah ashab al-furud mene rima/mengambil bagian masing-masing.

Macam macam ashabah:

  • Ashabah bi al nafsi
  • Asabah karena dirinya sendiri bukan karena sebab orang lain. Yang termasuk aabah bi al-nafsi adalah semua ahli wars laki-laki kecuali saudara laki-laki seibu.
  • Ashabah bi ghairi
  • Ashabah karena ada ahli waris lain yang setingkat dengan nya. Yang termasuk kedalam golongan ini adalah ahli waris perempuan yang bersamanya ahli waris laki-laki, antara lain:
  • Anak perempuan, jika bersamanya anak laki-laki
  • Cucu perempuan, jika bersamanya cucu laki-laki
  • Saudara perempuan kandung, jika bersamanya saudara laki-laki kandung
  • Saudara perempuan sebapak, jika bersamanya saudara laki-lak sebapak
  • Ashabah ma'algahiri
  • Asabah ini adalah seseorang atau sekelompok saudara perempuan,baik sekandung ataupun seayah,yang mewarisi bersama-sama dengan seorang atau sekelompok anak perempuan atau cucu perempuan pancar laki laki atu bapak,serta tidak adanya saudara laki yang dijadikan asabah bi ghairi.
  • Aabah ma'a al-ghairi hanya berjumlah dua orang perempuan dar ahli wars ashab al-furud, yaitu:
  • Saudar kandung, dan
  • Saudari tunggal seayah.

  • Kedua orang tersebut dapat menjadi aabah ma'a al-ghairi dengan syarat-syarat sebagai berikut:
  • Berdampingan dengan seorang atau beberapa orang anak perempuan atau cucu perempuan pancar laki-laki sampai betapapun jauh menurunnya.
  • Tidak berdampingan dengan saudaranya yang menjadi muasshib (orang yang menjadikannya asabali).


  • Dhawil Arham 
  • Dhawil arham adalah kerabat pewaris yang tidak mendapat bagian tertentu,baik di dalam al quran mapun hadis,juga bukan termasuk pewaris yang mendapat bagian sisa ( asabah ).

Munasakhat

  • Definisi

Menurut istilah, Munasakhat adalah berpindahnya bagian sebagian ahli waris kepada ahli warisnya karena yang bersangkutan meninggal sebelum warisan itu dibagikan.

Adapun Al-Sayyid Al-Sharif mendefinisikannya dengan pemindahan bagian dari sebagian ahli waris kepada orang yang mewarisinya, lantaran kematiannya sebelum pembagian harta peninggalan dilaksanakan. Sementara itu Ibnu Umar al-Baqry mendefinisikannya dengan kematian seseorang, sebelum harta peninggalan dibagi-bagikan sampai seseorang atau beberapa orang mewarisinya menyusul meninggal dunia.

Ali al-Sabuny mengatakan bahwa al-munasakhat menurut ulama Faraid ialah meninggalnya sebagian ahli waris sebelum pembagian harta waris sehingga bagiannya berpindah kepada ahli warisnya yang lain.

Munasakhat terjadi bila ahli waris yang meninggal tersebut akan akan beralih kepada ahli warisnya. Jadi dalam hal ini dijumpai adanya dua kali kernatian, yaitu: yang mati pertama adalah pewaris dan yang mati kedua adalah ahli waris dari mayat pertama, hanya saja bagian dari mayat kedua belum diperolehnya, karena pada waktu meninggal belum diadakan pem- bagian warisan.

  • Keadaan Munasakhat
  •  

Al-Munasakhat memiliki tiga macam keadaan.

seorang ahli waris meninggal dunia sebelum pembagian harta pusaka dilakukan. Dengan demikian ba- gian Pewaris mayit kedua itu adalah mereka yang menjadi pewaris mayt pertama.

  • Pewaris mayit kedua adalah juga pewaris mayit pertama disertai perbedaan nisbah mereka kepada mayit.
  •  Para ahli waris dari pewaris kedua bukan ahli waris dari pewaris pertama.

  • Cara Penyelesaian Munasakhat

Para ulama Faraid dalam mengerjakan masalah munasakhat me- nempuh jalan sebagai berikut.

  • Mentashihkan asal masalah si mati yang duluan dan memberikan saham-saham setiap ahli waris dari masalah yang sudah tashih.
  • Mentashihkan asal masalah si mati yang kedua dan membanding- kan saham-saham yang ada di tangan ahli waris dari tashih yang pertama dengan tashih yang kedua".

Dalam membandingkan saham-saham dalam tashib yang per- tama dengan saham-saham yang berada dalam tashib yang kedua dan seterusnya terdapat tiga hal":

  • Mumathalah (tamatsul);
  • Minwafaqah (tawafuq);
  • Mubayanah (tabayun)

 

Conclusion

Hukum kewarisan dalam Islam merupakan hukum yang mengatur tentang pemindahan hak pemilikan harta peninggalan, yang berisi aturan-aturan tentang bagaimana kepemilikan harta peninggalan di bagikan kepada orang-orang yang berhak atas pembagian itu, serta ketentuan-ketentuan yang mengatur berapa saja bagian tiap-tiap mereka yang berhak atas harta peniggalan itu. Hukum kewarisan Islam memiliki karakteristik yang unik sebagai bagian dari syari'ah Islam, yang pelaksanaannya tidak dapat dipisahkan dari aqidah (keimanan).

Rukun pewaris itu ada 3 :

  • Pewaris
  • Ahli waris
  • Harta waris

Syarat mewarisi

  • Matinya pewaris
  • Hidupnya ahli waris
  • Mengetahui sebab menerima warisan
  • Tidak ada pengahalang mendapatkan warisan

Sebab menerima waris:

  • Karena hubungan pernikahan
  • Karena adanya nasab
  • Wala'

Pada kewarisan mempunyai asas-asas yang terdiri dari :

  • asas individual,
  • asas ijbariyah,
  • asas keadialan berimabang dan
  • asas akibat kematian.

Pembagian keawrisan itu ada 3 :

  • Dzawil Furud
  • Orang orang yang mempunyai bagian pasti dan tertentu.
  • Dzawil Arham
  • Dhawil arham adalah kerabat pewaris yang tidak mendapat bagian tertentu,baik di dalam al quran mapun hadis,juga bukan termasuk pewaris yang mendapat bagian sisa ( asabah ).
  • Asabah
  • Asabah adalah orang yang menguasai harta warisan karena ia menjadi ahli waris tunggal, selain itu ia juga menerima seluruh sisa harta warisan setelah ashab al-furud mene rima/mengambil bagian masing-masing.

Munasakhat adalah berpindahnya bagian sebagian ahli waris kepada ahli warisnya karena yang bersangkutan meninggal sebelum warisan itu dibagikan.

Mawani' al-irthi yaitu penghalang terjadinya waris mewarisi. Atau hilangnya hak ahli waris terhadap memperoleh harta warisan dari pewaris karena adanya hal hal yang melarang menerima warisan.

Bibliography

Darmawan,Hukum Kewarisan Islam,Imtiyaz: Surabaya,2018

Follow Instagram @kompasianacom juga Tiktok @kompasiana biar nggak ketinggalan event seru komunitas dan tips dapat cuan dari Kompasiana
Baca juga cerita inspiratif langsung dari smartphone kamu dengan bergabung di WhatsApp Channel Kompasiana di SINI

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
  5. 5
  6. 6
Mohon tunggu...

Lihat Konten Ilmu Sosbud Selengkapnya
Lihat Ilmu Sosbud Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun