"Mari kita kembali lagi ke awal, sebelum segala peristiwa bermula. Sebelum kita lahir, sebelum adanya dunia, apa yang terjadi pada kita? Apa peranan kita? Apakah kita hanya pion yang muncul dari ketiaadaan?"
"Aku rasa aku tidak tahu."
"Itulah yang ingin aku tanyakan padamu, jika kamu diberi pilihan, sebelum kelahiranmu, sebelum semesta itu sendiri. Jika kamu diberi pilihan untuk hidup, hanya untuk waktu yang singkat dan kamu mengetahui bahwa suatu hari nanti semua itu akan direnggut darimu, akankah kamu mengambilnya?"
Aku tidak pernah memikirkan hal ini sebelumnya. Aku begitu tenggelam dalam pemikiran tentang kehidupan dan kematian hingga tidak menyadari situasi di sekitarku. Tiba-tiba aku merasakan ada orang di belakangku, saat aku menoleh tempat ini menjadi sangat ramai, aku tidak bisa melihat ayahku lagi. Aku melihat pria itu lagi, pria yang sama yang ada di pemakaman ibu. Dia menatap ke arahku, tatapan itu seperti tatapan kepuasan atau lebih tepatnya kelegaan. Aku mendengar suara musim semi, rasanya tidak asing.
"Frühlingsstimmen" seruku.
Cahaya terang di pagi hari menyilaukan mataku. Bunyi alarm rasanya sangat mengganggu hingga aku buru-buru mematikannya. Aku keluar dari kamar hanya untuk mendapati kulkas yang kosong. Aku merasa ingin mencari kertas untuk menulis namun tidak menemukan satupun, aku rasa aku akan menulis di komputerku saja. Sepertinya aku tidak akan pergi ke sekolah hari ini, ada pertanyaan yang harus ku jawab.
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H