Mohon tunggu...
Ryanda Adiguna
Ryanda Adiguna Mohon Tunggu... pelajar/mahasiswa -

Pernah jadi: - Paskibraka. - Pertukaran Pemuda. - Duta Wisata. - Penerima Beasiswa. - Pengajar Muda. "Menulislah, agar orang di masa yang akan datang tahu kalau kau pernah hidup di masa lalu"

Selanjutnya

Tutup

Humaniora

Tan Sri Puteh Ramlee, Seniman Hebat Keturunan Indonesia yang Pernah Dilupakan Malaysia

7 September 2011   05:49 Diperbarui: 28 Maret 2018   12:29 33862
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Bisa karena aktingnya bermain saxophone dalam film Ibu Mertuaku dan banyak orang percaya bahwa ia bisa memainkan itu. Penghargaan ini membuat reputasi P. Ramlee sebagai pembuat film handal di Shaw Studio tidak tertandingi. 

Tahun 1965 P.Ramlee memiliki obsesi untuk membuat film berwarna pertamanya. Setelah menyelesaikan film terakhirnya untuk Shaw Studio, tahun 1965 ia kembali ke Malaysia karena mendapatkan tawaran dari Merdeka Film Studio. Ditambah lagi kondisi wartawan yang selalu memojokkan dia. 

Tawaran saat itu sangat menggiurkan, P.Ramlee diiming-imingi membuat film berwarna pertamanya dan diberikan apapun yang ia mau. Setelah pindah ke MFS, ia membuat 18 film, tapi tak satupun yang berwarna dan tak satupun yang menjadi box office seperti film-filmnya terdahulu saat bersama Shaw Studio.

Dikarenakan alat-alat syuting yang ada di Merdeka Film tidak selengkap saat di Shaw Studio. Juga kru yang bekerja kurang berpengalaman. Kemudian karena persaingan pasar pada era 1960an. Masuknya pengaruh film Holywood, India, China, dan film-film Indonesia. Mulai populernya band seperti The Bee Gees, The Rolling Stones, The Beatles lewat lagu-lagu berirama pop, rock, blues, dan reggae. 

Semuanya semakin menenggelamkan lagu dan film melayu karya P.Ramlee. Ditambah lagi peran media yang menjelekkannya sejak ia keluar dari Shaw Studio. Bahkan saat di Malaysia yang kampung halamnnya, media tetap memojokkan dan ingin menjatuhkan P.Ramlee.

Ia bercerita kepada temannya, Dato' Ahmad Nawab. Ia sedih ketika ia balik ke negaranya, orang tak menghargai dia. Apa salah dan dosa dia. Penolakan terhadap karir akting, bernyanyi, dan sutradaraan-nya, maka lengkaplah penghinaan terhadap P.Ramlee yang pernah menjadi bintang besar. 

Tahun 1972-1973 merupakan masa suram bagi hidup P.Ramlee. Tanpa ada tawaran untuk bermain film, bernyanyi, sutradara, maka saat itu ia jatuh miskin. Hingga ia harus bernyanyi pada pesta pernikahan untuk mencari uang bahkan membuka tempat permainan mahjong. 

Dalam satu kunjungan Aziz Sattar rekan lamanya salah satu pemain di film Bujang Lapok, ke rumahnya di Kuala Lumpur. Aziz mendapati P.Ramlee sedang makan nasi dengan telor sebagai lauknya. 

Akhirnya ia meninggal pada 29 Mei 1973 di usia 44 tahun. Usia yang belum terlalu tua dan sebenarnya masih bisa berkarya jika mendapat dukungan. Tapi saat itu tak ada satupun yang peduli, bahkan pemerintah Malaysia sekalipun. 

- - - - - - - - 

Kakak ipar P.Ramlee, Mariani Ismail menyebutkan, "kalau dulu ia dapat gelar Tan Sri waktu masih hidup, saya bangga. Tapi ia dapat gelar itu setelah meninggal, saya tak rasa apa-apa, hanya rasa sedih.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
  5. 5
Mohon tunggu...

Lihat Konten Humaniora Selengkapnya
Lihat Humaniora Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun