Mohon tunggu...
Radhiyah Radhiyah
Radhiyah Radhiyah Mohon Tunggu... Guru - Guru

guru yang senantiasa belajar

Selanjutnya

Tutup

Filsafat

Islamisasi Ilmu, Ilmuisasi Islam dan Integrasi Ilmu

8 Desember 2022   10:02 Diperbarui: 9 Desember 2022   08:36 3198
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Filsafat. Sumber ilustrasi: PEXELS/Wirestock

Berdasarkan prinsip prinsip metodelogi Islam tersebut, Alfaruqi berusaha menyusun peta konsep perencanaan tindakan dalam Islamisasi ilmu pengetahuan yaitu melalui Penguasaan disiplim Ilmu modern, penguasaan Khazanah Islam, menentukan relevansi islam bagi setiap bidang ilmu modern, mencari sintesa kreatif antara khazanah Islam dan ilmu modern serta dapat mengarahkan aliran pemikiran Islam berdasarkan sumber ilmu yaitu Allah SWT.

Ilmuisasi Islam

Ilmuisasi Islam atau disebut dengan pengilmuan Islam muncul dari kerisauan ilmuan muslim pada perkembangan sains modern yang telah menyimpang dari spririt renaissance yang semula memiliki cita cita ingin memanusiakan manusia, namun dalam perjalannanya menjadi golongan sekulerisme dan tidak berkemanusiaan. Gerakan Islamisasi ilmu telah membangkitkan gagasan ilmuisasi Islam yang berpandangan secara tekstualisasi dalam mengaplikasikan sains modern sesuai dengan Sains Islam dalam teks wahyu. 

Para Ilmuwan muslim yang berupaya dalam mengembangkan konsep Ilmuisasi Islam (scientification of Islam) diantaranya adalah Mahdi Ghulsyani, Kuntowijoyo dan Ziau'al din Sadr yang mengkritik Al Faruqi terhadap pemikiran Islamisasi Ilmu yang dianggap dapat menjerumuskan umat Islam ke lembah pembaratan Islam. Ziau'al Din Sadr dalam Ilmuisasi Islam tidak mencoba menghubungkan sains modern dengan ajaran Islam, namun langsung melakukan pengkajian dari sumber otentik yaitu Alqur'an dalam merumuskan gagasan tentang sains Islam. Langkah tersebut dinamakan ilmuisasi Islam. 

Ziauddin Sardar mengkritik konsep Islamisasi ilmu pengetahuan Al-Faruqi yang berpendapat bahwa untuk menguasai sains islam, hendaknya memiliki penguasaan terhadap sains barat. Rekonstruksi pemikiran yang dibangun adalah tentang penggunaan terminology sains Islam yang bisa membangun sistem ilmu pengetahuan yang dibangun di atas pilar-pilar ajaran Islam. Sardar beranggapan tentang urgensi adanya ilmu pengetahuan Islam kontemporer dalam menghadapi ilmu pengetahuan modern Barat.

Menurut Islamisasi Ilmu Al Faruqi, Tuhan adalah kebenaran satu satunya yang mutlak dan tujuan ilmu pengetahuan adalah untuk mencari kebenaran tersebut. Konsep ini dianggap salah dan mendapat kritik dari Fazl Al Rahman dan Sardar. Adal 5 kritikan yang dilakukan diantaranya; pertama, pencarian kebenaran dianggap tidak pantas karena dalam melakukan penelitian, kerap menggunakan teknik teknik penyiksaan. Kedua, ketidakbenaran dunia disusun berdasarkan pandangan ilmu pengetahuan sosial barat terhadap realitas manusia, namun sains dan teknologilah yang menjaga struktur sosial, ekonomi, dan politik yang menguasai dunia. Ketiga, tujuan yang ingin dicapai dengan mengislamkan ilmu pengetahuan ke dalam disiplin yang dibentuk oleh persepsi, ideology, konsep, Bahasa, dan paradigm barat. Keempat, bagaimana ilmua muslim yang bekerja dalam paradigm paradigm yang berbeda dapat menyatukan berbagai disiplin ilmu dengan ilmuan barat. Kelima, pengkategorian sains modern tidak dapat diterima, karena sama seperti menganggap pandangan khazanah Islam lebih rendah dari barat. Karena itulah ilmuisasi Islam dalam merumuskan sains Islam merujuk pada sumber otentik yaitu Al'qur'an.

Tokoh Pengilmuan Islam Indonesia, Kuntowijoyo[18] dalam ilmuisasi Islam berupaya menjadikan alqur'an sebagai sumber utama ilmu umat Islam. Sebagai Sumber ilmu, menjadikan Alqur'an  sebuah teori tentunya akan memberi manfaat besar dalam posisi desakraalisasi teks. Selanjutnya, dalam implentasinya keterikatan antara ilmu dan nilai nilai ketuhanan yang terdapat pada teks wahyu akan melekat pada teori ilmu dan pengetahuan yang dihasilkan.

Ilmuan islam yang turut mengembangkan konsep ilmuisasi Islam berdasarkan sumber otentik Islam adalah Mahdi Ghulsyani. Ia mempunyai pendapat yang berbeda dengan Al Ghazali tentang klasifikasi ilmu secara dikatomis menjadi ilmu agama dan ilmu non agama. Ilmu agama diyakini adalah ilmu yang terpuji yang tidak sebatas ilmu tauhid dan hukum syariat  tentang halal dan haram saja, namun juga mencakup emapt kelompok. Pertama, Usul (ilmu dasar) yaitu Alqur;an, Sunnah, Ijma' dan pendapat para shahabat. kedua furu' yaitu (ilmu cabang atau ilmu sekunder) yang meliputi ilmu fiqih, akhlak dan pengalaman mistik atau tasawuf. ketiga, Muqaddimat yang merupakan studi pengantar meliputi unsur Bahasa arab dan yang terakhir Taklimat sebagai studi pelengkap yaitu; prinsip fikih, ilmu rijal al hadits dan lain lain.

Argumentasi Mahdi Ghulsyani yang kontra terhadap al Ghazali tentang klasifikasi ilmu yang menganggap ilmu non agama terpisah dari Islam adalah pandangan yang keliru karena keuniversalan Islam menjadi tidak utuh. Pemilahan kelompok ilmu dengan alasan ketidaksamaan konsep merupakan suatu kemunduran pemikiran. Ghulsyani memberi pandangan tengang konsep sains Islam yang bersesuaian dengan pandangan dunia Islam tentang realitas bahwa alam dicittakan Allah dan Allah sendiri yang memeliharanya. Langkah yang dilakukan adalah mengkontruksi kembali pra anggapan metafisik tentang cara kerja sains universal dan mematahkan cara pandang sekuler.

Dalam pandangan aksiologi, Mahdi Ghulsuyani berkeyakinan bahwa sains islam memiliki tujuan untuk mengenal Allah SWT dan melestarikan keseimbangan kehidupan masyarakat Islam. Dalam konteks tersebut Ghulsyani memandang Ummat Islam harus membekali dirinya dengan sains dan teknologi dalam kemerdekaan perkembangan masyarkat Islam dan meningkatkan aspek spiritual. Kerangka filosofis tersebut dikenal dengan konsep teologis dan sosiologis. Hal ini merupakan langkah agar umat Islam dapat mengejar ketertinggalan dari dunia Barat di bidang ilmu pengetahuan dan teknologi dan upaya menyelamatkan dunia dari dampak sains modern.

Adapun saran yang diberikan adalah membebaskan pengetahuan ilmiah dari penafsiran meterialistik ke dalam ajaran Islam, merekonstruksi integrase antara ilmu agama dan ilmu alam dan terhindar dari konflik, melepaskan diri dari kengkangan Barat sehingga ilmuan muslim dapat bekerja tanpa kecemasan, menghilangkan ketergantungan dari buddaya import berbagai kebutuhan dan menguatkan kemandirian, membanguan hubungan komunikasi antar negara muslim dalam mengambangkan penelitian teknologi dan terakhir adalah pembentukan moralitas di perguruan tinggi dalam mempersiapkan lulusan yang beriman dan berilmu.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
  5. 5
  6. 6
  7. 7
  8. 8
Mohon tunggu...

Lihat Konten Filsafat Selengkapnya
Lihat Filsafat Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun