b. Transparansi dan Akuntabilitas dalam Penegakan Etika
Salah satu tantangan terbesar dalam penegakan etika profesi hukum adalah memastikan bahwa proses tersebut berjalan secara transparan dan akuntabel. Transparansi sangat penting agar proses pengawasan dan sanksi dapat diterima dengan baik oleh publik dan profesional lainnya, serta menghindari praktik yang bisa menciptakan ketidakpercayaan terhadap lembaga pengawas.
Transparansi dapat diwujudkan dengan menyediakan akses informasi yang jelas tentang prosedur pengaduan pelanggaran etika, proses investigasi, serta keputusan yang diambil oleh lembaga pengawas.Â
Misalnya, ketika seorang advokat melanggar kode etik, masyarakat harus dapat mengetahui bagaimana proses penanganan pengaduan tersebut berlangsung, apa hasilnya, dan jenis sanksi yang dijatuhkan. Begitu juga dengan hakim atau jaksa yang melanggar kode etik, publik perlu tahu tindakan apa yang diambil untuk menjaga keadilan dan mencegah penyalahgunaan wewenang.
Akuntabilitas dalam penegakan etika juga berarti bahwa lembaga yang bertugas mengawasi profesi hukum harus mampu mempertanggungjawabkan setiap keputusan yang diambil. Ini termasuk memberikan penjelasan yang memadai terkait alasan di balik keputusan disipliner yang dijatuhkan, serta memberikan mekanisme banding yang adil bagi praktisi hukum yang merasa dirugikan oleh keputusan tersebut.
c. Pendidikan Etika yang Berkelanjutan
Pendidikan etika profesi hukum seharusnya bukan hanya diberikan di awal karier, tetapi juga harus berlanjut sepanjang perjalanan profesi tersebut. Praktisi hukum yang sudah lama berkarir perlu diberikan pembaruan mengenai perkembangan terbaru dalam kode etik serta tantangan-tantangan etis yang muncul seiring berjalannya waktu.
Pendidikan etika ini dapat dilakukan dalam bentuk pelatihan, seminar, atau workshop yang diselenggarakan oleh organisasi profesi atau lembaga pendidikan hukum. Dengan demikian, para praktisi hukum dapat terus memperbaharui pemahaman mereka mengenai etika profesi yang berlaku.
 Ini juga dapat membantu mereka untuk lebih bijak dalam menghadapi dilema etika yang muncul dalam praktik sehari-hari. Misalnya, seorang advokat mungkin dihadapkan pada situasi yang memaksa mereka untuk memilih antara kepentingan klien atau integritas hukum, dan pendidikan berkelanjutan dapat memberikan wawasan mengenai bagaimana menyikapi dilema tersebut.
Selain itu, pendidikan etika ini juga seharusnya mengedepankan pentingnya integritas dan tanggung jawab profesi, bukan sekadar kepatuhan terhadap aturan yang ada. Hal ini akan membentuk sikap profesional yang tidak hanya mementingkan keuntungan pribadi atau materi, tetapi juga menghargai nilai-nilai keadilan, kejujuran, dan kepentingan publik.
d. Peran Masyarakat dalam Mengawasi Etika Profesi Hukum