Mohon tunggu...
Radhitya Dhimas
Radhitya Dhimas Mohon Tunggu... Mahasiswa - seorang mahasiswa di salah satu Universitas di Kalimantan Timur

seorang mahasiswa di salah satu Universitas di Kalimantan Timur

Selanjutnya

Tutup

Ilmu Sosbud

Menjaga Integritas, Etika dalam Profesi Hukum

28 November 2024   14:20 Diperbarui: 28 November 2024   14:20 75
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Ilmu Sosbud dan Agama. Sumber ilustrasi: PEXELS

Tanggung jawab ini melibatkan penghindaran konflik kepentingan, tidak menyalahgunakan kewenangan, dan senantiasa bertindak untuk kepentingan keadilan. Sebagai contoh, advokat tidak boleh memberikan janji palsu kepada klien tentang hasil suatu perkara hanya demi mendapatkan kepercayaan klien.

f. Akuntabilitas terhadap Pengadilan dan Masyarakat

Selain tanggung jawab kepada klien, praktisi hukum juga memiliki tanggung jawab terhadap pengadilan dan masyarakat. Advokat, misalnya, harus memberikan pembelaan yang sungguh-sungguh kepada kliennya tanpa melanggar hukum atau mengabaikan kepentingan umum. Pasal 4 KEAI menegaskan bahwa advokat bertanggung jawab kepada klien, pengadilan, dan hukum itu sendiri.

Prinsip-prinsip ini tidak hanya membentuk standar perilaku praktisi hukum tetapi juga memberikan jaminan kepada masyarakat bahwa hukum akan ditegakkan dengan adil, transparan, dan bermartabat. Dengan mematuhi prinsip dasar etika profesi hukum, para praktisi hukum tidak hanya menjaga integritas profesinya tetapi juga berkontribusi pada tegaknya keadilan dalam sistem hukum.

2. Tantangan Implementasi Etika Profesi Hukum dalam Penegakan Hukum

Implementasi etika profesi hukum di Indonesia menghadapi tantangan kompleks yang memengaruhi upaya penegakan hukum yang berkeadilan. Etika profesi hukum dirancang untuk menjaga integritas profesi, melindungi kepentingan publik, dan memastikan keadilan substantif. Namun, hambatan yang muncul sering kali melibatkan faktor struktural, kultural, dan kelemahan institusional. Berikut adalah elaborasi mendalam mengenai tantangan-tantangan tersebut:

a. Kelemahan Pengawasan dan Penegakan Etika

Institusi pengawas kode etik profesi hukum, seperti Dewan Kehormatan Advokat dan Komisi Yudisial, sering kali tidak memiliki independensi yang kuat. Dalam banyak kasus, tekanan dari pihak luar, seperti aktor politik atau kelompok ekonomi, dapat memengaruhi keputusan mereka. Hal ini mengurangi efektivitas pengawasan terhadap pelanggaran etika. Misalnya, beberapa advokat yang terlibat dalam pelanggaran etika tetap dapat berpraktik karena lemahnya penegakan aturan sanksi.

b. Konflik Kepentingan dalam Praktik Hukum

Banyak pelanggaran etika terjadi karena adanya konflik kepentingan, baik di antara advokat, hakim, maupun jaksa. Advokat mungkin tergoda untuk memprioritaskan kepentingan pribadi atau pihak tertentu di atas kepentingan kliennya. Demikian pula, hakim atau jaksa terkadang menghadapi tekanan eksternal, yang dapat mengarah pada keputusan yang tidak adil atau tidak sesuai dengan prinsip independensi.

c. Kurangnya Pendidikan dan Kesadaran Etika

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
  5. 5
  6. 6
  7. 7
  8. 8
Mohon tunggu...

Lihat Konten Ilmu Sosbud Selengkapnya
Lihat Ilmu Sosbud Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun