Mohon tunggu...
Raden Nuh SH
Raden Nuh SH Mohon Tunggu... Pengacara - Advokat, Senior Patner RDA Law Office & Rekan

Hidup untuk berjuang membela rakyat miskin, orang tertindas, memperjuangkan kebenaran dan keadilan untuk kemakmuran, kesejahteraan dan kebahagian semua orang. Kebahagian terbesarku adalah menyaksikan semua orang merasa aman, senang dan bahagia, di mana parasit bangsa dan negara tidak mendapat tempat di mana pun di Indonesia. ..... Merdekaa !!!

Selanjutnya

Tutup

Hukum

Berburu Mafia Peradilan di Kebun Binatang

5 Juli 2023   10:44 Diperbarui: 5 Juli 2023   10:49 324
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Hukum. Sumber ilustrasi: FREEPIK/Freepik

Mungkin sudah suratan tangan hidup saya tidak bisa lepas dari perang melawan koruptor dan kelompok koruptor (baca: mafia koruptor).

Seingat saya perang melawan ketidakadilan, kesewenang-wenangan, korupsi, penyalahgunaan kekuasaan dan sejenisnya pertama kali di mulai dalam hidup saya adalah pada tahun 1985. Kala itu selaku Ketua OSIS SMP Negeri 4 Medan bersama ratusan teman-teman siswa SMPN 4 Medan melakukan aksi demo / unjuk rasa menolak kenaikan uang iuran BP3 - saya sudah lupa BP3 itu singkatan dari apa,  yang ditetapkan Kepala SMP N 4 Medan (saya masih ingat namanya: Drs. Richard Simbolon).

Aksi demo ratusan siswa SMPN 4 Medan itu kami lakukan dengan berkumpul di depan pintu kantor Kepala Sekolah , setelah sebelumnya pagar dan pintu gerbang sekolah kami gembok agar tidak seorang pun bisa keluar atau masuk.

Aksi demo sukses. Kepala Sekolah membatalkan keputusannya yang menaikkan iuran BP3.  Namun massa aksi demo tidak langsung membubarkan diri. Tetap berkumpul di depan kantor Kepsek.  Barulah setelah Pak Zulkifli seorang guru yang sangat kami hormati dengan bujukan meminta aksi demo dibubarkan, massa demo pun bubar. 

Aksi demo itu berlangsung dari jam 12 siang hingga jam 4 sore. Beberapa koran memberitakan aksi demo kami sebagai yang pertama dilakukan oleh  murid SMP di Indonesia.

Aksi demo kedua saya pimpin pada tahun 1987.  Sekitar 1.000 massa siswa SMA Se-Sumatera Utara berkumpul dan melakukan aksi demo  menentang kebijakan "Dosa Politik Keturunan PKI" di depan Kantor Kadit Sospol Sumatera Utara. Saya ingat Kepala Direktorat Sosial Politik Provinsi Sumatera Utara pada saat itu Kolonel TNI AD Edward Simanjutak.  Massa aksi demo berasal dari siswa perwakilan Pengurus OSIS SMA di Sumatera Utara yang merupakan undangan / peserta acara diskusi yang diselenggarakan Yayasan Caraka Mulia Indonesia.

Akibat aksi demo pengurus OSIS SMA di kantor Kadit Sospol Sumut, Pangdam I BB Mayjen TNI Ali Geno dan Asintel Kodam Kolonel Tasmika mengumpulkan dan mengangkut seluruh massa demo untuk dibawa ke gedung yang dulu dikenal dengan nama Tapian Daya terletak di Jalan Binjai Km 7 Medan. 

Dalam pertemuan di Tapian Daya, Pangdam berjanji akan menerapkan kebijakan dosa keturunan PKI secara sangat selektif. Berbagai surat kabar lokal dan nasional memberitakan aksi demo itu sebagai aksi demo siswa SMA pertama di Indonesia yang memgusung isu politik.

Operasi Pembebasan Buruh (Budak) Anak Jermal

Belum setahun jadi mahasiswa, saya bersama puluhan teman dan senior di bawah komando Taufan Damanik (sekarang Ketua Komnasham RI) dan Sri Eni Purnamawati melakukan aksi demo menentang perusakan lingkungan di sekitar kawasan Danau Toba-Sumatera Utara akibat operasional pabrik pulp PT. Inti Indorayon Utama. Dan seterusnya. Sedikitnya belasan aksi demo menghiasi kehidupan saya selaku mahasiswa. Beberapa kali terpaksa harus menjalani pemeriksaan oleh Laksus/ Bakortanasda dan Polisi. Menginap satu dua malam di ruang tahanan. Sungguh pengalaman unik yang sul

Aksi demo bukan satu-satunya pilihan dalam memperjuangkan kebenaran. Pada tahun 1992-1993 bersama-sama Maiyasak Johan SH (Lembaga Advokasi Anak Indonesia, mantan Wakil Ketua Komisi III DPR RI) dan Muzakkir Rida Ketua Badko HMI Sumatera Utara mengajukan gugatan class action pertama di Indonesia atas praktik perbudakan ribuan anak di ribuan jermal (bagan, pondok kecil d tengah laut untuk menangkap ikan teri)  di sepanjang selat Malaka di  mana Presiden RI, Pangab, Menhankam, Menaker, Mensos, Pangkowilhan I, Panglima Armada Barat TNI AL dan belasan petinggi republik sebagai Tergugat.

Konsekuensi logis dari pengajuan gugatan kepada Pak Harto dan ABRI pada saat itu di mana ORBA sedang di puncak kekuasaan dan kejayaan mengakibatkan kami para aktivis jadi sasaran teror hampir setiap hari. Namun, entah kenapa pada saat itu tidak ada sedikit pun rasa takut dan gentar. "Setiap orang pasti mati, mengapa tidak pilih mati secara terhormat dan bermartabat?" itulah yang selalu memenuhi pikiran saya selama memperjuangkan penghapusan praktik perbudakan ribuan anak pekerja (buruh) jermal yang tersebar di sepanjang pantai timur pulau Sumatera.

Gugatan kami kepada Pak Harto dan ABRI terbukti berhasil menggerakkan Pak Harto untuk menerbitkan Instruksi Presiden yang menghapus perbudakan anak di jermal. Pangab Jend. TNI Feisal Tanjung melakukan operasi dengan  mengerahkan pasukan TNI untuk menutup ribuan jermal dan mengembalikan belasan ribu anak yang sebelumnya terperangkap menjadi budak pekerja di tengah laut di sepanjang selat Malaka kepada keluarganya.

Kalah Melawan Mafia Koruptor

Setahun setelah lulus kuliah saya disibukkan dengan karir pekerjaan. Perang melawan kebatilan mengalami tidur panjang hingga tahun 2010. Usai pensiun dari direktur utama sebuah BUMN, perang melawan korupsi kembali digencarkan. Selama periode 2011-2014 sekitar 42 koruptor besar berhasil saya dorong jadi tersangka khususnya di KPK. Pada periode itu menangkap koruptor seperti berburu rusa di kebun binatang. Mudah asal serius dan tahan godaan.

Langkah sukses memerangi koruptor berhenti total pasca penangkapan saya pada 1 November 2014 berdasarkan 7 tuduhan absurd pesanan mafia koruptor. "Raden punya dua pilihan. Masuk penjara atau mati dibunuh. He knows too much" ujar Pak JK kepada Bunda saat ditanya alasan penangkapan saya tepat sepuluh hari setelah rezim penguasa berganti.

Banyak kalangan dengan beragam analisa mencoba mengungkap alasan sebenarnya terkait penangkapan saya. Sebagai aktivis antikorupsi yang telah mendorong 42 koruptor kakap ke sel penjara tentu banyak musuh yang berkepentingan saya dibungkam. 

Yang pasti pada saat penangkapan saya sedang gencar menolak akuisisi Mitratel (PT. Dayamitra Telekomunikasi, anak perusahaan PT. Telkom Indonesia yang mengelola 80% menara BTS telekomunikasi di Indonesia) oleh TBIG. Pada saat itu dapat dikatakan saya berjuang sendiri menentang pencaplokan Mitratel pengelola back bone telekomunikasi RI. Sebagian teman aktivis sudah 'masuk angin' atau memilih diam agar selamat. Saya terus berjuang hingga akhirnya dikriminalisasi dengan aneka sangkaan yang satu pun tidak terbukti di pengadilan akan tetapi saya tetap harus dibungkam dengan penahanan.

Di dalam penjara perang melawan mafia koruptor yang terlibat dalam rencana pencaplokan paksa Mitratel terus dikobarkan. Akhirnya pada suatu malam di bulan April 2015 di Lapas Salemba saya membaca running text di televisi: "KPK Tegaskan Akuisisi Mitratel Harus Dihentikan".  Saya menangis terharu bercampur bahagia.

Perjuangan menghentikan ancaman kerugian negara Rp. 13 triliun dan pelemahan ketahanan nasional akhirnya berhasil. Saya teringat pesan Mas Ahmad Muqowam (mantan Ketua Komisi V DPR RI), "Den, kita gagal menghentikan penjualan Indosat. Indonesia kehilangan mata. Jadi buta. Jangan sampai kita kehilangan Mitratel. Itu telinga Republik Indonesia. Negara kita akan jadi buta dan tuli". 

 

Musuh Kita Sekarang Mafia Peradilan

Sejak 2017 saya mulai aktif menekuni profesi advokat. Dunia aktivis dan politik ditinggalkan. Untuk memburu para koruptor Republik Indonesia kita percayakan kepada aktivis antikorupsi yang muda, punya semangat dan stamina besar. Kita percayakan "perburuan koruptor di kebun binatang" kepada mereka. Saya sebut berburu di kebun binatang dikarenakan sejatinya untuk menangkap koruptor itu sangat mudah di Indonesia.  Mereka bertebaran di mana-mana, luar biasa banyak dan kasat mata.

Sejak menjalani profesi advokat saya kembali dipaksa menghadapi para penjahat. Kali ini penjahatnya adalah mafia peradilan: oknum hakim, oknum panitera, oknum staf hingga Ketua Pengadilan.

Perang melawan mafia peradilan menghasilkan adrenalin dan kenikmatan tersendiri. Perang yang unik. Strategi dalam perang melawan mafia peradilan beda dengan koruptor biasa. Mafia peradilan ini bersembunyi dan berlindung di balik tembok besar yang bernama Pengadilan. Apabila ditarik ke atas, ujungnya ada di Mahkamah Agung. 

Siapa saja hakim agung dan pimpinan MA dapat terlibat atau menjadi God Father Mafia Peradilan Indonesia. Di sinilah seninya: Bagaimana saya dapat mengalahkan mafia peradilan yang juga disebut sebagai penguasa benteng hukum dan keadilan. Selama topeng keagungan mereka terpasang dan bukti kuat belum tersedia, sulit menyeret mereka para mafia peradilan ke penjara. Topeng mereka harus dilepas, bukti kuat harus dikumpulkan. Perjuangan terasa lebih berat karena Komisi Yudisial dan KPK kita tidak berfungsi maksimal.

Mungkin kita harus menunggu penggantian rezim untuk dapat menumpas mafia peradilan Indonesia. 

Untuk sementara kita nikmati saja pemeriksaan MH oknum Sekteratis MA RI yang sudah ditetapkan sebagai tersangka korupsi oleh KPK.

 

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Konten Hukum Selengkapnya
Lihat Hukum Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun