Dalam perspektif Undang-Undang Dasar 1945, proses pemakzulan Presiden dan/atau Wakil Presiden harus di usulkan oleh Dewan Perwakilan Rakyat (DPR) kepada Majelis Perwakilan Rakyat (Majelis Permusyawaratan Rakyat). Namun sebelum proses pengajuan pemberhentian kepada MPR, terlebih dahulu DPR sebagai pihak yang mempunyai kedudukan hukum (legal standing) harus mengajukan permohonan kepada Mahkamah Konstitusi. Sebelum upaya di atas dilakukan, DPR terlebih dahulu menggunakan hak angket sebagai upaya penyelidikan terhadap kebijakan Presiden dan/atau Wakil Presiden. Kemudian DPR menggunakan hak menyatakan hak menyatakan pendapat sebagai pintu masuk DPR untuk membawa Presiden dan/atau Wakil Presiden kepada MK.[3]
Â
Faktor utama dari upaya pemakzulan Presiden diawali dengan adanya kesalahan tindakan Presiden. Kemudian isu aspek hukum pemakzulan dengan dua isu utama yaitu harus ada alasan kuat Presiden secara personal terlibat dalam kesalahan tindakan, kedua yaitu kesalahan Presiden harus merupakan pelanggaran perilaku yang serius sebagaimana ditentukan konstitusi atau peraturan yang berlaku.[4]
Â
Penafian/Disclaimer :
Artikel ini disusun untuk tujuan informasi dan edukasi saja. Isi dari artikel ini tidak dimaksudkan sebagai nasihat hukum atau politik. Pembaca diharapkan untuk mencari saran dari ahli hukum atau pakar terkait sebelum mengambil keputusan atau tindakan berdasarkan informasi yang disajikan dalam artikel ini. Penulis dan platform tidak bertanggung jawab atas konsekuensi apa pun yang timbul dari penggunaan informasi dalam artikel ini.Â
Daftar Pustaka
Â
Buku
Â
Abdullah, Abdul Gani, Laporan Akhir Tim Pengkajian Hukum tentang Impeachment dalam Sistem Hukum Tata Negara, BPHN, Jakarta, 2005.