Ditulis Oleh : Rachmat Januardi Tanjung,S.H.,CTL.,CLA.,CLI.,CIRP dan Danur Ikhwantoro,S.H
Terkadang, dalam perjalanan demokrasi, kita harus memahami betapa pentingnya mekanisme pemakzulan dan landasannya yang kuat. Dalam artikel ini, kita akan menjelajahi dasar hukum dan proses pemakzulan secara sederhana agar lebih mudah dipahami oleh semua orang. Mari kita mulai dengan memahami esensi dari mekanisme yang menjadi salah satu fondasi penting dalam menjaga keseimbangan kekuasaan dalam suatu negara.
Menurut Prof. Rukmana bahwa pemakzulan Presiden berasal dari kata makzul yang artinya “turun tahta” atau dalam bahasa jawa disebut “lengser keprabon”, sedangkan arti dari pemakzulan itu sendiri adalah “menurunkan dalam masa jabatanya”. Pemakzulan adalah bahasa serapan dari bahasa Arab yang berarti diturunkan/diberhentikan dari jabatan secara paksa. Dalam Kamus Besar Bahasa Indonesia pemakzulan mempunyai arti proses, cara, perbuatan memakzulkan, sedangkan definisi makzul yakni berhenti memegang jabatan, turun tahta.[1]
Dalam Undang-Undang Dasar 1945 hasil amandemen Pasal 7A, pemakzulan dapat dilakukan terhadap Presiden dan/atau Wakil Presiden berdasarkan alasan-alasan sebagai berikut:[2]
- telah melakukan pelanggaran hukumberupa penghianatan terhadap negara.
- telah melakukan korupsi.
- telah melakukan penyuapan.
- telah melakukan tindak pidana berat lainnya.
- telah melakukan perbuatan tercela.
- telah terbukti tidak lagi memenuhi syarat sebagai presiden dan/atau wakil presiden.
Proses pemakzulan presiden dimulai dengan adanya sangkaan kesalahan tindakan Presiden yang timbul dari legislatif, jaksa khusus atau panitia khusus. Secara formal proses pemakzulan dimulai dari tiga fase yaitu:
- pendakwaan dan/atau investigasi.
- pertimbangan mendalam dan voting atas proses pemakzulan.
- sidang dan putusan pemakzulan.
Dalam perspektif Undang-Undang Dasar 1945, proses pemakzulan Presiden dan/atau Wakil Presiden harus di usulkan oleh Dewan Perwakilan Rakyat (DPR) kepada Majelis Perwakilan Rakyat (Majelis Permusyawaratan Rakyat). Namun sebelum proses pengajuan pemberhentian kepada MPR, terlebih dahulu DPR sebagai pihak yang mempunyai kedudukan hukum (legal standing) harus mengajukan permohonan kepada Mahkamah Konstitusi. Sebelum upaya di atas dilakukan, DPR terlebih dahulu menggunakan hak angket sebagai upaya penyelidikan terhadap kebijakan Presiden dan/atau Wakil Presiden. Kemudian DPR menggunakan hak menyatakan hak menyatakan pendapat sebagai pintu masuk DPR untuk membawa Presiden dan/atau Wakil Presiden kepada MK.[3]
Faktor utama dari upaya pemakzulan Presiden diawali dengan adanya kesalahan tindakan Presiden. Kemudian isu aspek hukum pemakzulan dengan dua isu utama yaitu harus ada alasan kuat Presiden secara personal terlibat dalam kesalahan tindakan, kedua yaitu kesalahan Presiden harus merupakan pelanggaran perilaku yang serius sebagaimana ditentukan konstitusi atau peraturan yang berlaku.[4]
Penafian/Disclaimer :
Artikel ini disusun untuk tujuan informasi dan edukasi saja. Isi dari artikel ini tidak dimaksudkan sebagai nasihat hukum atau politik. Pembaca diharapkan untuk mencari saran dari ahli hukum atau pakar terkait sebelum mengambil keputusan atau tindakan berdasarkan informasi yang disajikan dalam artikel ini. Penulis dan platform tidak bertanggung jawab atas konsekuensi apa pun yang timbul dari penggunaan informasi dalam artikel ini.
Daftar Pustaka
Buku
Abdullah, Abdul Gani, Laporan Akhir Tim Pengkajian Hukum tentang Impeachment dalam Sistem Hukum Tata Negara, BPHN, Jakarta, 2005.
Undang-Undang
Undang-Undang Dasar Tahun 1945
Jurnal
Saharuddin Daming, Legitimasi Pemakzulan Dalam Perspektif Hukum dan Politik, Jurnal Yustisi Vol. 2 No. 2, September 2015.
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H