Meskipun pula delik perzinaan dalam KUHP adalah delik aduan yang memungkinkan proses hukum baru dapat dijalankan apabila terdapat aduan resmi dari pasangan resmi masing-masing namun bukan berarti peristiwa itu dapat selesai dengan sendirinya.
Dalam aspek hukum ketatanegaraan tentunya memiliki cara pandang yang lain, bahwa Wakil Bupati adalah Jabatan publik yang diatur dengan instrumen Undang-Undang No.23 Tahun 2014 tentang Pemerintahan Daerah (beserta perubahannya) maka segala tindakan publik maupun tindakan privat yang dilakukan Wabup tersebut telah diatur dengan seksama.
Apa yang menimpa atas”viralnya” Wabup Rohil adalah bentuk peristiwa etika dan moral bahkan bermuara pada perbuatan tercela, namun segala tuduhan itu harus dapat dibuktikan agar terlihat berimbang dan tidak menyudutkan Wakil Bupati tersebut.
Dengan demikian sudah selayaknya peristiwa itu harus dapat dibawa ke forum “Pemakzulan” yang diatur didalam Undang-Undang No.23 Tahun 2014, tujuan Forum Pemakzulan tersebut bukan hanya dapat digunakan untuk memberhentikan Wabup Rohil di pertengahan masa jabatannya namun juga bisa berfungsi untuk membersihkan nama baik seseorang yang memangku jabatan publik.
Merujuk pada Undang-Undang No.23 Tahun 2014 pasal 78 ayat (1) bahwa Wakil Kepala Daerah (Wabup) bisa berhenti karena 3 (tiga) alasan, yakni, pertama Meninggal Dunia, kedua Permintaan sendiri dan ketiga diberhentikan.
Jika menyangkut pada peristiwa apa yang terjadi, seandainya dengan kesadaran sendiri bahwa ada krisis moral yang menerpa Wabup Rohil, tentu keputusan mengundurkan diri menjadi jalan yang elegan sebagai bentuk pertanggung jawaban publik.
Lain soal apabila terdapat krisis moral namun Wabup Rokan Hilir tetap mempertahankan jabatannya, maka alasan “diberhentikan” dalam forum pemakzulan sangat mungkin dilaksanakan dengan syarat bahwa Pemakzulan haruslah dimulai dari inisiatif DPRD Rokan Hilir.
Syarat pemakzulan Wakil Kepala Daerah (Wakil Bupati) telah diatur berdasarkan pasal 78 ayat (2) Undang-Undang No.23 Tahun 2014, bahwa Wakil Kepala Daerah dapat diberhentikan dengan alasan “Melakukan perbuatan tercela”, maksud dari perbuatan tercela adalah suatu perbuatan yang melakukan judi, mabuk, pemakai/pengedar narkoba, dan berzina, serta perbuatan melanggar kesusilaan lainnya (penjelasan pasal 78 ayat (2) UU No.23 Tahun 2014).
Bentuk perbuatan tercela yang lebih mendekati dengan krisis moral adalah melakukan perzinahan, namun jikapun sulit untuk dibuktikan maka sangat mungkin dianggap melanggar “kesusilaan lainnya”. Maka harus ada pembuktian apakah seorang Wakil Bupati yang tertangkap bersama wanita lain yang bukan pasangan sahnya dalam sebuah kamar hotel dapat dianggap memenuhi kriteria “perbuatan kesusilaan lainnya”?
Untuk itulah pentingnya forum pemakzulan Wabup Rokan Hilir yang berawal dari inisiatif anggota DPRD Rokan Hilir dengan tujuan untuk menuntaskan krisis kepercayaan publik dan krisis moral yang dihadapi Wabup tersebut, dibutuhkan daya kritis anggota DPRD Rokan Hilir untuk menentukan kemana arah jabatan Wakil Bupati tersebut.
Pertaruhan hukum dan pertaruhan politik sangat penting agar masyarakat Rokan Hilir tidak menjadi terbebani atas peristiwa moral yang dihadapi Wakil Bupatinya. Dengan kata lain Jabatan Wakil Bupati harus bersih dari orang yang memiliki profil atas perbuatan tercela.