Mohon tunggu...
Syifa Adila Tsarwat Muzzaki
Syifa Adila Tsarwat Muzzaki Mohon Tunggu... Pelajar Sekolah - Pelajar

Sedang banyak pikiran. Tunggu pemberitahuan lebih lanjut

Selanjutnya

Tutup

Fiksiana

Kembali Ke Pangkuan

12 November 2021   22:22 Diperbarui: 12 November 2021   22:27 417
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Novel. Sumber ilustrasi: PEXELS/Fotografierende


Papua tidak lekang dari penjajahan kolonial. Bahkan ketika kemerdekaan sudah diraih Papua masih harus meneruskan perjuangannya untuk bangkit dari penjajahan kolonial yang tidak mau beranjak pergi.

Taito, nama bersejarah. Persis seperti arti dari nama itu sendiri. Pemuda sederhana dari tanah Papua yang bekerja sebagai tentara sekutu. Pancaran kecerdasan dan jiwa kepemimpinan sudah menyilaukan siapa saja yang melihatnya. Taito tidak sendirian, dia memiliki teman kolonial bernama Basten, Walaupun terkenal nakal, Taito tetap menghabiskan masa nya dengan Basten hingga beranjak remaja.

“Kudengar kamu diutus menjadi penasihat mantri, apa benar itu Toto?”

“Iya, di sekolah Pamong Praja. Kamu mau ikut? Sepertinya kamu tidak bisa jauh-jauh dari aku ya. Barang sedetik pun, kamu pasti ketar ketir mencari keberadaan Totomu ini” Tawanya menggoda Basten.

Sejak sekutu pergi meninggalkan Irian Jaya, Taito tidak lagi menjadi tentara sekutu dan kembali menjadi tenaga medis. Peruntungannya pun tidak berhenti begitu saja. Taito diangkat sebagai kepala rumah sakit Zending di Serui.

Desember 1945

Desas desus kolonial kembali menduduki Papua kembali terdengar di telinga Taito. Bak di telan bumi, Basten pun tidak pernah lagi datang menemui Taito semenjak Toto diutus menjadi penasihat mantri. Bahkan batang hidungnya saja tidak pernah muncul dihadapannya.

“Alugoro, ku dengar kolonial akan kembali menduduki tanah kita”

“Benar, aku mengira itu hanya isapan jempol semata. Berita itu berhasil membuatku kalang kabut tidak karuan. Mau apalagi mereka datang kesini”

“Apa yang harus kita lakukan untuk tanah ini? Apa kita perlu lakukan pemberontakan agar kolonial bajingan itu tidak bisa menginjakan kakinya disini. Bagaimana Alugoro?”

Segala strategi Toto utarakan kepada Alugoro dan beberapa pemuda tanah Papua yang ingin memberontak. Tapi usut punya usut pemberontakan belum dilakukan, mereka malah tertangkap basah oleh salah satu kolonial yang mendengar percakapan Toto dan kawan-kawannya. Taito dan Batalyon Papua pun ditangkap sebagai dalang pemberontakan dan dijebloskan ke sel jeruji besi oleh kolonial nan kejam.

Hari demi hari di lalui Taito dengan segudang kebencian yang memenuhi isi kepalanya. Dari sudut kamar sel nya dia melihat lelaki berkulit putih dengan tubuh yang menjulang tinggi. Tidak salah lagi, itu Basten teman baiknya. Toto tidak mungkin melupakan bekas jahitan di tulang pipi Basten yang cukup akrab.

“Basten, kau ingat aku? Toto teman mu” Lambaian tangannya menerobos sela-sela besi yang begitu dingin.

“Totoku, apa yang membuat kamu ada disini? Bagaimana bisa kamu bernasib buruk seperti ini?”

“Tidak ada waktu untuk aku menceritakannya Basten, sekarang yang terpenting apa kamu bisa mengeluarkan aku dari tempat ini? Aku ingin sekali membebaskan tanah kelahiranku. Tolong aku”

Mendengar ucapan Taito, Basten menjadi sedikit geram. Wajahnya berubah seperti pemeran antagonis.

“Pernyataan macam apa itu Toto? Bodoh sekali kamu. Jika itu yang kamu mau, lebih baik kamu mendekam saja disini selamanya. Aku tidak akan membantumu mengurusi tanah kelahiranmu. Aku juga harus memperkaya negeriku lewat harta karun yang tanah mu simpan. Sekarang nikmati saja waktumu selagi kamu masih bisa merasakan ritme jantungmu Toto bekas teman baikku.”

Bak disambar petir, pernyataan Basten membuat aliran darah ditubuh Taito terasa begitu cepat mengalir. Membuat seluruh tubuhnya begitu panas. Dia tidak percaya, teman baiknya berubah seperti anjing yang sedang kelaparan.

“Siapa namamu? Janganlah terus kamu melotot seperti itu. Kemarilah bercerita. Aku tidak akan menggigitmu” Pungkas Saul teman satu sel Taito.

“Aku Taito, kamu bisa memanggilku Toto jika kamu mau. Maaf aku tidak menyadari keberadaanmu semenjak kau satu sel denganku. Kerjaanmu hanya tidur saja. Aku kira kamu tidak pandai berinteraksi.”

“Maafkan aku Toto, kenalkan aku Saul. Mengapa kamu bisa ada di sini? Kamu menggoda gadis-gadis Netherland ya”

“Kamu ini aneh sekali, aku disini karena menjadi dalang pemberontakan. Telinga mereka sangat peka ya, bisa sampai loh semua ucapanku pada kolonial itu.”

“Tidak seberapa penderitaanmu, aku ada disini karena diasingkan. Lebih tidak manusiawi kan? Ibuku melahirkanku dengan taruhan nyawa, mereka sekarang malah mengasingkan aku. Tapi jangan khawatir. Aku bisa merasakan semangatmu, jangan pernah menyerah Toto. Apalagi untuk tanah kelahiranmu. Jangan sampai kolonial itu mengambil semuanya. Karena mereka akan melakukan segala cara untuk mendapatkan apa yang mereka mau. Berjuanglah.”

November, 1946

Setelah mendekam didalam jeruji besi, Taito pun kembali menghirup udara bebas, begitu juga dengan semangatnya yang terus membara. Tekadnya tidak pernah berubah, ia tetap ingin membebaskan tanah kelahirannya dari nakalnya kolonial. Sekarang yang taito lakukan adalah mendirikan PKII.
Ide, gagasan, rencana, dan tujuan kedepannya Taito tuangkan dalam badan yang ia dirikan. Tidak sendirian, Taito dibantu oleh teman-teman yang sepemikiran dengannya. Tidak bertahan lama, apa boleh buat, belum habis penderitannya, Taito kembali di tahan.

“Apa kamu sudah makan? Makanan di dalam bui memang tidak sedap. Tapi kamu tetap harus makan. Lihat tubuhmu kering kerontang seperti kurang gizi. Cepat makan dulu” Elliah memecahkan lamunan Taito.

“Tidak usah kamu habiskan waktumu untuk mengurusi aku. Perhatikan saja hidupmu. Aku mati kelaparan pun bukan ursanmu nona”

“Kamu ini gila atau apa? Buka mulutmu cepat biar aku suapi.” Suapan demi suapan berhasil mendarat dalam mulut Taito.

“Terima kasih, siapa namamu? Dan mana sayapmu?” Menatap Elliah dengan tatapan kosong.

“Aku bukan burung cendrawasih. Aku Elliah. Bangun dan sadarlah” Memberikan tamparan kecil di wajah Taito.

“Maaf, terlalu banyak yang memenuhi isi kepalaku. Tapi kamu tetap yang termanis nona.”

“Beban apa yang sedang kamu tanggung? Aku akan menjadi pendengar yang baik, tenang saja.” Menepuk pundak Toto

“Aku dijebloskan kedalam sini karena mendirikan partai. Sebelumnya juga aku sempat di bui karena merencanakan pemberontakan. Malang sekali kan nasibku? Padahal yang aku inginkan hanyalah kebebasan untuk tanah kelahiranku. Mudahkan?”

“Aku turut prihatin, tapi kamu juga janganlah bercanda. Membebaskan tanah kelahiranmu dari para kolonial itu bukan hal yang mudah. Tidak cukup hanya dengan kamu saja. Tidak cukup juga dengan pengalaman yang kamu punya sekarang.”

“Jadi aku harus belajar lagi? Sampai kapan? Itu hanya membuat kolonial semakin lama menduduki tanah ku.”

“Bukan hanya kegigihanmu atau sejauh apa kamu berusaha. Kamu juga perlu bersabar. Jangan terburu-buru. Jangan terlalu menggebu-gebu nanti tidak baik hasilnya. Sekarang beristirahatlah jangan terlalu mencemaskannya. Aku akan membantumu.”

Selama dalam bui Taito dan Elliah menjadi teman bicara dan berbagi. Banyak topik yang mereka nikmati bersama, sampai pada pembahasan Elliah akan membantu Toto untuk melarikan diri dari bui. Walaupun ada sedikit kesedihan yang berkecamuk dalam diri Elliah. Waktu yang sudah mereka habiskan dalam bui akan menjadi lamunan begitu saja ketika Taito berhasil keluar nanti.

Tapi ada satu hal yang membuatnya tidak begitu sulit. Taito berjanji padanya untuk menemui dan menjeputnya ketika urusannya telah selesai.
Dini hari, semua tampak begitu pulas. Bahkan ayam pun rasanya malas untuk berkokok.

“Kamu yakin dengan rencana kita?” Tampak wajah semrawut Elliah

“Tenang saja, kita sudah mematangkannya dari jauh-jauh hari. Kamu baik-baik disini. Jangan nakal dan jangan berulah. Aku akan menjemputmu secepatnya. Terima kasih sudah banyak membantuku. Maaf aku selalu merepotkanmu nona.”

Rencana mereka berjalan dengan mulus. Elliah dapat mengantarkan Taito untuk melarikan diri dengan cara mereka. Terlihat pula raut wajah Elliah yang begitu cemas ketika Taito tersenyum dan melambaikan tangan untuk memberikan salam perpisahannya padanya.
Kota Yogyakarta menjadi pilihan Taito setelah melarikan diri dari bui.

Oktober, 1949

Taito dengan berbagai harapannya kembali mendirikan BPI. Ia masih bergelut untuk membebaskan tanah kelahirannya dari campur tangan kolonial. Seperti sudah tidak sabar untuk mengusir tikus nakal yang melulu menggerogoti kekayaan ladangnya.

Dirasa urusannya sudah mulai teratasi dan sedikit demi sedikit mendapat titik terang. Yang tak kalah bersinar ialah Taito mendapat kabar bahwa masa tahanan Elliah sudah selesai. Ia pun segera menjemput Elliah, wanita yang Taito tanyakan keberadaan sayapnya bak bidadari.

Tidak berselang lama, Taito menikah dengan Elliah. Sebagai bukti cintanya pada Elliah. Apalagi selama ini keberhasilan Taito tidak lain dan tidak bukan karena dukungan Elliah.

Perjuangan Taito jadi terasa lebih ringan karena Elliah yang ada disampingnya. Taito selalu berdampingan dengan Elliah kemana pun jalan yang dilaluinya. Tak ada lagi kesulitan, setiap langkahnya selalu mendapat dukungan penuh. Begitu juga dengan nasib tanah kelahirannya, mulai ada penyelesaian. Nampaknya kolonial pun mulai kegerahan dengan berbagai ancaman dan kegelisahan.

Memang benar, usaha tidak akan mengkhianati hasil, setelah melewati perjalanan panjang, 15 Agustus 1962 Taito menjadi wakil delegasi RI dalam penandatanganan persetujuan di New York. Sampai pada akhirnya Irian Barat kembali ke pangkuan ibu pertiwi.

Bak kata pepatah, hilang satu tumbuh seribu. Sudah dipenjara, akhirnya kolonial pergi, mendapat bidadari. Juga akan segera memomong buah hati. Banyak sekali karunia yang dirasakan Taito dan Elliah. Itu semua tidak terjadi begitu saja, mereka harus lebih dahulu melewati masa sulit. Tapi mereka mampu melewatinya bersama-sama.

Jangan sanjung aku, tetapi teruskanlah perjuanganku.

Follow Instagram @kompasianacom juga Tiktok @kompasiana biar nggak ketinggalan event seru komunitas dan tips dapat cuan dari Kompasiana
Baca juga cerita inspiratif langsung dari smartphone kamu dengan bergabung di WhatsApp Channel Kompasiana di SINI

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
  5. 5
Mohon tunggu...

Lihat Konten Fiksiana Selengkapnya
Lihat Fiksiana Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun