“Tidak seberapa penderitaanmu, aku ada disini karena diasingkan. Lebih tidak manusiawi kan? Ibuku melahirkanku dengan taruhan nyawa, mereka sekarang malah mengasingkan aku. Tapi jangan khawatir. Aku bisa merasakan semangatmu, jangan pernah menyerah Toto. Apalagi untuk tanah kelahiranmu. Jangan sampai kolonial itu mengambil semuanya. Karena mereka akan melakukan segala cara untuk mendapatkan apa yang mereka mau. Berjuanglah.”
November, 1946
Setelah mendekam didalam jeruji besi, Taito pun kembali menghirup udara bebas, begitu juga dengan semangatnya yang terus membara. Tekadnya tidak pernah berubah, ia tetap ingin membebaskan tanah kelahirannya dari nakalnya kolonial. Sekarang yang taito lakukan adalah mendirikan PKII.
Ide, gagasan, rencana, dan tujuan kedepannya Taito tuangkan dalam badan yang ia dirikan. Tidak sendirian, Taito dibantu oleh teman-teman yang sepemikiran dengannya. Tidak bertahan lama, apa boleh buat, belum habis penderitannya, Taito kembali di tahan.
“Apa kamu sudah makan? Makanan di dalam bui memang tidak sedap. Tapi kamu tetap harus makan. Lihat tubuhmu kering kerontang seperti kurang gizi. Cepat makan dulu” Elliah memecahkan lamunan Taito.
“Tidak usah kamu habiskan waktumu untuk mengurusi aku. Perhatikan saja hidupmu. Aku mati kelaparan pun bukan ursanmu nona”
“Kamu ini gila atau apa? Buka mulutmu cepat biar aku suapi.” Suapan demi suapan berhasil mendarat dalam mulut Taito.
“Terima kasih, siapa namamu? Dan mana sayapmu?” Menatap Elliah dengan tatapan kosong.
“Aku bukan burung cendrawasih. Aku Elliah. Bangun dan sadarlah” Memberikan tamparan kecil di wajah Taito.
“Maaf, terlalu banyak yang memenuhi isi kepalaku. Tapi kamu tetap yang termanis nona.”
“Beban apa yang sedang kamu tanggung? Aku akan menjadi pendengar yang baik, tenang saja.” Menepuk pundak Toto
“Aku dijebloskan kedalam sini karena mendirikan partai. Sebelumnya juga aku sempat di bui karena merencanakan pemberontakan. Malang sekali kan nasibku? Padahal yang aku inginkan hanyalah kebebasan untuk tanah kelahiranku. Mudahkan?”