Mohon tunggu...
Syifa Adila Tsarwat Muzzaki
Syifa Adila Tsarwat Muzzaki Mohon Tunggu... Pelajar Sekolah - Pelajar

Sedang banyak pikiran. Tunggu pemberitahuan lebih lanjut

Selanjutnya

Tutup

Fiksiana

Kembali Ke Pangkuan

12 November 2021   22:22 Diperbarui: 12 November 2021   22:27 417
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Novel. Sumber ilustrasi: PEXELS/Fotografierende

“Aku turut prihatin, tapi kamu juga janganlah bercanda. Membebaskan tanah kelahiranmu dari para kolonial itu bukan hal yang mudah. Tidak cukup hanya dengan kamu saja. Tidak cukup juga dengan pengalaman yang kamu punya sekarang.”

“Jadi aku harus belajar lagi? Sampai kapan? Itu hanya membuat kolonial semakin lama menduduki tanah ku.”

“Bukan hanya kegigihanmu atau sejauh apa kamu berusaha. Kamu juga perlu bersabar. Jangan terburu-buru. Jangan terlalu menggebu-gebu nanti tidak baik hasilnya. Sekarang beristirahatlah jangan terlalu mencemaskannya. Aku akan membantumu.”

Selama dalam bui Taito dan Elliah menjadi teman bicara dan berbagi. Banyak topik yang mereka nikmati bersama, sampai pada pembahasan Elliah akan membantu Toto untuk melarikan diri dari bui. Walaupun ada sedikit kesedihan yang berkecamuk dalam diri Elliah. Waktu yang sudah mereka habiskan dalam bui akan menjadi lamunan begitu saja ketika Taito berhasil keluar nanti.

Tapi ada satu hal yang membuatnya tidak begitu sulit. Taito berjanji padanya untuk menemui dan menjeputnya ketika urusannya telah selesai.
Dini hari, semua tampak begitu pulas. Bahkan ayam pun rasanya malas untuk berkokok.

“Kamu yakin dengan rencana kita?” Tampak wajah semrawut Elliah

“Tenang saja, kita sudah mematangkannya dari jauh-jauh hari. Kamu baik-baik disini. Jangan nakal dan jangan berulah. Aku akan menjemputmu secepatnya. Terima kasih sudah banyak membantuku. Maaf aku selalu merepotkanmu nona.”

Rencana mereka berjalan dengan mulus. Elliah dapat mengantarkan Taito untuk melarikan diri dengan cara mereka. Terlihat pula raut wajah Elliah yang begitu cemas ketika Taito tersenyum dan melambaikan tangan untuk memberikan salam perpisahannya padanya.
Kota Yogyakarta menjadi pilihan Taito setelah melarikan diri dari bui.

Oktober, 1949

Taito dengan berbagai harapannya kembali mendirikan BPI. Ia masih bergelut untuk membebaskan tanah kelahirannya dari campur tangan kolonial. Seperti sudah tidak sabar untuk mengusir tikus nakal yang melulu menggerogoti kekayaan ladangnya.

Dirasa urusannya sudah mulai teratasi dan sedikit demi sedikit mendapat titik terang. Yang tak kalah bersinar ialah Taito mendapat kabar bahwa masa tahanan Elliah sudah selesai. Ia pun segera menjemput Elliah, wanita yang Taito tanyakan keberadaan sayapnya bak bidadari.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
  5. 5
Mohon tunggu...

Lihat Konten Fiksiana Selengkapnya
Lihat Fiksiana Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun