Hari demi hari di lalui Taito dengan segudang kebencian yang memenuhi isi kepalanya. Dari sudut kamar sel nya dia melihat lelaki berkulit putih dengan tubuh yang menjulang tinggi. Tidak salah lagi, itu Basten teman baiknya. Toto tidak mungkin melupakan bekas jahitan di tulang pipi Basten yang cukup akrab.
“Basten, kau ingat aku? Toto teman mu” Lambaian tangannya menerobos sela-sela besi yang begitu dingin.
“Totoku, apa yang membuat kamu ada disini? Bagaimana bisa kamu bernasib buruk seperti ini?”
“Tidak ada waktu untuk aku menceritakannya Basten, sekarang yang terpenting apa kamu bisa mengeluarkan aku dari tempat ini? Aku ingin sekali membebaskan tanah kelahiranku. Tolong aku”
Mendengar ucapan Taito, Basten menjadi sedikit geram. Wajahnya berubah seperti pemeran antagonis.
“Pernyataan macam apa itu Toto? Bodoh sekali kamu. Jika itu yang kamu mau, lebih baik kamu mendekam saja disini selamanya. Aku tidak akan membantumu mengurusi tanah kelahiranmu. Aku juga harus memperkaya negeriku lewat harta karun yang tanah mu simpan. Sekarang nikmati saja waktumu selagi kamu masih bisa merasakan ritme jantungmu Toto bekas teman baikku.”
Bak disambar petir, pernyataan Basten membuat aliran darah ditubuh Taito terasa begitu cepat mengalir. Membuat seluruh tubuhnya begitu panas. Dia tidak percaya, teman baiknya berubah seperti anjing yang sedang kelaparan.
“Siapa namamu? Janganlah terus kamu melotot seperti itu. Kemarilah bercerita. Aku tidak akan menggigitmu” Pungkas Saul teman satu sel Taito.
“Aku Taito, kamu bisa memanggilku Toto jika kamu mau. Maaf aku tidak menyadari keberadaanmu semenjak kau satu sel denganku. Kerjaanmu hanya tidur saja. Aku kira kamu tidak pandai berinteraksi.”
“Maafkan aku Toto, kenalkan aku Saul. Mengapa kamu bisa ada di sini? Kamu menggoda gadis-gadis Netherland ya”
“Kamu ini aneh sekali, aku disini karena menjadi dalang pemberontakan. Telinga mereka sangat peka ya, bisa sampai loh semua ucapanku pada kolonial itu.”