Mohon tunggu...
Queena ratu
Queena ratu Mohon Tunggu... Mahasiswa - Sedia

yourself

Selanjutnya

Tutup

Ilmu Sosbud

Tere Liye tentang Kamu

14 Juni 2022   21:13 Diperbarui: 14 Juni 2022   21:20 360
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Nama : Taj Queena Fita Irawan

Nim : 21107030144

Prodi : Ilmu Komunikasi

Difabel : Tuli

TUGAS UAS JURNALISTIK

KESABARAN TIADA BATAS

Pukul empat subuh, seperti sudah terprogamtapi di tubuhnya, saya terbangun.

Baju lusuh yang dia kenakan sudah kering dengan sendirinya. Hujan telah lama reda. Kampung nelayan masih lengang. Seperti baru amat sebentar dia tidur, sekarang sudah terbangun. Saya beringsur duduk, mengusap wajahnya, merapikan rambutnya yang berantakan. Saya mendorong pintu, dia bisa masuk kedalam rumah, menuju dapur.

Lampu teplok di ruang tengah kerlap-kerlip kehabisan minyak. Saya berhenti sebentar, menuangkan minyak tanah.

Ibu tirinya akan mengamuk jika terbangun dan ruang tengah gelap.

Usai mengisi lampu dengan minyak tanah, saya melintasi kamar Nusi Maratta. Pintunya terbuka. Ibu tirinya masih tidur lelap di depan. Saya tersenyum, menatapnya tilamuta yang tidur di sebelahnya, meringkuk. Lima tahun terakhir, dia selalu ingin bermain bersama adiknya, tapi itu kesempatan yang langka. Ibu tirinya tidak suka dekat-dekat dengan tilamuta, mengusirnya.

Lama menit berlalu, saya sudah cekatan memasak nasi. Menyalakan rungku perapian, menuangkan air dan beras dalam kuali besi. Karung beras nyaris kosongkan, entahlah mungkin ibu tirinya tidak peduli di rumah masih ada beras atau tidak. Ada seikat sayuran dan bahan-bahan makanan dimasak, dia bisa menyiapkan sup.

Saat saya asyik mengaduk kuali yang berisi sup, terdengar langkah kaki dari belakang.

Gadis kecil itu itu menoleh dengan detak jantung mengencang. Bersiap jika kena memarah tanpa sebab. Tetapi itu bukan Nusi, itu Timulata. Anak laki-laki usia lima tahun itu berjalan ke arahnya, sambil menangis pelan. Barusan dia terbangun, merengek berusaha membangunkan Ibunya, sia-sia, Nusi tidak peduli, justru meletakkan bantal di kuping , meneruskan tidur.

 " Hei, Tilamut ", saya tersenyum, duduk jongkok.

Bocah itu menatap saya.

" Ada apa, Tilamut?"

"Tilamut lapar ka "

" sebentar ya, kaka sedang masak sup. Nanti kaka ambilkan " saya mengangguk riang. Sejenak, seluruh keriangan masa lalu itu kembali.

Saya tahu, jika Tilamuta mendatanginya sepagi ini saat Ibunya tertidur, itu berarti kemarin sore, Ibunya tidak masuk. Entah kapan terakhir Tilamuta makan. Ibunya kadang tidak peduli.

Ini termasuk kesempatan langka itu, saat dia bersama Tilamuta bisa menghabiskan waktu berdua. Saya meletakkan nasi dan sup yang telah matang di atas lantai papan, tanpa alas tikar, mereka berdua duduk bersila, makan bersama. " Enak "

Tilamuta mengangguk, mulutnya penuh, dia makan dengan lahap..

Mereka tidak bisa mengobrol dengan bebas, atau Nusi akan terbangun dari tidur. Selesai makan, saya menyuruh Tilamuta kembali ke kamar, dia tidak ingin mencari masalah ketahuan Ibunya tirinya. Anak laki-laki itu mengangguk, sambil sendawa melangkah kembali ke kamarnya.

Pagi itu berjalan tanpa masalah berarti. Nusi bangun kesiangan, saat cahaya matahari pagi melintasi kisi-kisi jendela, dia dengan wajah masam keluar kamar. Tapi demi melihat meja dapur sudah teronggok makanan, dia batal mengomel, membiarkan saya menjemur pakaian tanpa gangguan. Duduk di kursi, mengambil piring bersih. Tilamuta juga bangun, dan sekali lagi ikut makan, sarapan bersama Ibunya, seperti tiga jam sebelumnya belum makan.

Siang hari berlalu tanpa teriakan. Saya telah membereskan semua pekerjaan rumah sebelum pamit bilang hendak mencari kerang kepah. Tadi dia sempat memerhatian dermaga, laut sedang surut, itu berarti lebih mudah mencari kerang di balik pasir. Harganya jauh lebih bagus dibanding bulu sapi. Semoga hari ini dia memperoleh uang lebih banyak untuk membeli beras, dan suasana hati Ibu tirinya terus baik.

Nusi hanya mendengus sekilas saat saya pamit membawa ember plastik, dia tengah duduk bersantai di teras depan. Tilamuta yang bermain di bawah anak tangga melambaikan tangan takut-takut ketahuan Ibunya. Saya membalasnya dengan tersenyum.

Hari itu sepertinya akan berjalan sempurna bagi saya, dia pulang lebih cepat karena embernya penuh dengan kerang pengepul di pulau seberang membelinya dengan harga baik.

Matahari hampir terbenam di kaki barat, gadis kecil itu segera ke dapur, dia hendak memasak air, menyiapkan makan malam, tugasnya jika dia tidak pulang kemalaman mencari uang.

Tilamuta asyik bermain di dapur, entah apa yang ada dia lalukan, Anak kecil usia lima tahun itu sedang bermain kapal-kapalan dari tempurung kelapa. Ibu tirinya duduk di ruang tengah, tersenyum tipis menghitung uang yang baru saya diberikan saya.

" kamu mau kerang saus pedas, Tilam"

"Mau, ka." Tilamuta mengangguk.

Saya tersenyum, meletakkan kantong berisi kerang yang telah dia sisihkan, tidak semua dijual. Menyusun kaya bakar di tungku, menyalakan api. Kemudian meraih cerek untuk menjerang air. Sejenak saya tertegun, saat itulah dia baru menyadari, dia punya masalah baru yang serius.

Lihatlah, Tilamuta sejak tadi bermain kapal-kapalan dengan menggunakan ember besar berisi air bersih. Bahkan si kecil menumpahkan isi ember, tidak ada yang tersisa.

Saya menelan ludah. Bagaimana dia bisa masuk malam ini jika tidak ada air bersih?

" Buatkan Ibu kopi panas, sri" Nusi berseru dari ruang tengah.

Saya meremas jemarinya. Dia bahkan tidak bisa menjerang air.

Aduh, bagaimana ini? Sri menyeka dahi.  

" Hei! Kamu tadi dengar kalimatku, tidak?" kepala Nusi muncul di bingkai pintu dapur

Saya gugup hendak menjelaskan. Terlambat , Nusi sudah melangkah mendekat saya bisa berusaha menegaskan dengan pelan dan menjaga mulut dengan baik saya mencoba mengobrol dengan Ibu tirinya akhirnya Ibu tirinya sudah menyadari semua. Saya tersenyum bahagia dan terharu menangis ini sudah selesaikan masalah.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
Mohon tunggu...

Lihat Konten Ilmu Sosbud Selengkapnya
Lihat Ilmu Sosbud Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun