Lama menit berlalu, saya sudah cekatan memasak nasi. Menyalakan rungku perapian, menuangkan air dan beras dalam kuali besi. Karung beras nyaris kosongkan, entahlah mungkin ibu tirinya tidak peduli di rumah masih ada beras atau tidak. Ada seikat sayuran dan bahan-bahan makanan dimasak, dia bisa menyiapkan sup.
Saat saya asyik mengaduk kuali yang berisi sup, terdengar langkah kaki dari belakang.
Gadis kecil itu itu menoleh dengan detak jantung mengencang. Bersiap jika kena memarah tanpa sebab. Tetapi itu bukan Nusi, itu Timulata. Anak laki-laki usia lima tahun itu berjalan ke arahnya, sambil menangis pelan. Barusan dia terbangun, merengek berusaha membangunkan Ibunya, sia-sia, Nusi tidak peduli, justru meletakkan bantal di kuping , meneruskan tidur.
 " Hei, Tilamut ", saya tersenyum, duduk jongkok.
Bocah itu menatap saya.
" Ada apa, Tilamut?"
"Tilamut lapar ka "
" sebentar ya, kaka sedang masak sup. Nanti kaka ambilkan " saya mengangguk riang. Sejenak, seluruh keriangan masa lalu itu kembali.
Saya tahu, jika Tilamuta mendatanginya sepagi ini saat Ibunya tertidur, itu berarti kemarin sore, Ibunya tidak masuk. Entah kapan terakhir Tilamuta makan. Ibunya kadang tidak peduli.
Ini termasuk kesempatan langka itu, saat dia bersama Tilamuta bisa menghabiskan waktu berdua. Saya meletakkan nasi dan sup yang telah matang di atas lantai papan, tanpa alas tikar, mereka berdua duduk bersila, makan bersama. " Enak "
Tilamuta mengangguk, mulutnya penuh, dia makan dengan lahap..