"Kenapa, La?" tanyaku panik.
"Jalan buntu. Kayanya kita harus cepat keluar deh"
Di depan kami kabut tebal. Dan ya, jalan buntu. Aku mengangguk. Pasrah sudah. Kami dan segala pikiran yang kini tengah berkecamuk mulai putar balik dan meninggalkan desa ini dengan kecepatan cukup tinggi.
Nila. Napasnya memburu. Ia terus melajukan motornya sampai kami menemukan seorang pria paruh baya yang berdiri di bawah lampu di luar gapura.
Ia mengambil napas banyak-banyak sementara aku menganggukkan kepala dan menyapa pria tersebut.
"Dari mana mau kemana, Nduk?"
"Dari sana tapi tidak ada orang yang bisa kami tanyai, Pak. Mau ke kecamatan ini, masih jauh tidak ya?" tanyaku sopan.
Dahinya berkerut.
"Dari sana?" tanya bapak tersebut memastikan sambal menunjuk arah belakang kami.
Aku mengangguk mengiyakan.
Tak lama beliau menghembuskan napasnya kasar. Air mukanya tak bisa di tebak.