"La, kok nggak sampai-sampai ya?" tanyaku lirih.
"Tapi jalannya bener kan?"
"Iya, La. Dari tadi masih lurus-lurus aja kok. Nggak belok" bela ku.
"Yasudah. Paling sebentar lagi sampai." Ucapnya menenangkan.
Nila yang tadinya pelan langsung mempercepat lajunya.ketika jalanan mulai memasuki daerah persawahan yang cukup panjang. Sepi. Dan hanya ada kami berdua sejauh perjalanan.
Aku yang awalnya cemas mulai tak ambil pusing. Jokes lucu dan sambung lagu mulai mendominasi perjalanan kami sampai akhirnya kami tiba di pertigaan. Aku masih ingat jalanan itu. Terdapat tiga gapura besar layaknya gapura penanda masuk pedesaan. Karena tak juga sampai di tempat tujuan, kami memutuskan memasuki gapura tersebut berharap ada seseorang yang bisa di mintai tunjukan arahnya.
Pelan namun pasti, Nila melajukan motornya sedangkan aku sibuk mengamati satu persatu rumah warga berharap ada salah satu warga yang bisa kami jadikan tempat untuk bertanya tentang alamat.
Sudah cukup jauh kami memasuki desa tersebut. Sudah cukup banyak pula rumah yang kami lewati. Pintu-pintu rumah juga terbuka lebar. Bahkan ada banyak lampu-lampu kecil berwarna merah dan kuning yang sepertinya sengaja di letakkan di pohon kecil depan rumah sebagai hiasan cantik di malam hari. Dari banyaknya pintu rumah yang terbuka, kemana semua orang di desa ini?
"La, kok sepi ya?" tanyaku pelan. Pelan sekali.
Nila menegang. Ia kembali melajukan motornya lurus berharap bisa menemukan satu atau dua orang penghuni desa ini.
Tak satupun rumah yang luput dari pandanganku namun konsentrasiku terpecah tatkala Nila mengerem motornya secara mendadak. Kepalaku menubruk punggungnya cukup keras.