Mohon tunggu...
Yulita Maryadi
Yulita Maryadi Mohon Tunggu... -

Selanjutnya

Tutup

Cerpen

Janji Ita di Kota Lama

9 Agustus 2016   19:58 Diperbarui: 9 Agustus 2016   20:05 87
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Cerpen. Sumber ilustrasi: Unsplash

Sejenak terdiam…., serasa otak mulai membeku. Hidup seperti bermain puzzle, menyusun memutar membalik sampai mendapatkan kata pas….  Sementara puzzle belum tersusun kebutuhan hidup terus berlangsung.

Kenapa kamu diam saja….. “Yadi bertanya pada Ita”

Aku bingung apa yang harus aku lakukan yah….

Tenang saja … masih ada uang kok untuk beli pulsa , mengurus ijasah di kampus dan laminating, “ sabar ya…”

Bukan itu maksutku … keberangkatanmu….belanjaku…

Ita menggaruk garuk kepalanya yang semakin menggatal. Ita menawarkan satu- satunya harta yang dia miliki, anting dan cincin kawin miliknya. Ita seperti superhero yang kuat tegar dan disiplin bersikap. Tetapi ………………………….!!!!!!!!!!!!! , biasa….. wanita……..

Dengan lamunan bervoltase tinggi sampai mentok di ubun – ubun kepala dan tak berahir dengan meledaknya otak, mereka berdua saling membisu . Sementara Bandung vs Persija masih 1-0, 20.30 lampu kehidupan mulai redup dan terlelap. Sembilan jam berlalu komponen kehidupan mulai beraksi kembali. Ita tak tau apa yang ada dalam benak pendamping hidupnya, sepertinya suaminya juga sudah lelah memikul beban yang penuh tantangan.

Seperti biasa rutinitas mereka berdua berjalan dengan penuh cerita, Ita adalah koki terhebat dalam rumah tangganya. Kekompakan mereka selau penuh warna.

ndukkk……..

Jalan kita buntu.

Ita tersenyum dengan tenang, dan masih berharap ada jalan , tapi……..

Selesai sarapan kita berangkat  yah…..

Iya… siappp!!!!!!!, maafkan ayah ya nduk…

Ita mengangguk dan tersenyum, walau sebenarnya……….!!!!!!!!!!!

09.30 mereka berangkat untuk mengeksekusi kelanjutan hidup mereka. Di sudut indahnya kota Semarang terik matahari terus mengikuti, gedung – gedung kokoh Kota Lama menjadi saksi 0 km kehidupan mereka, kepulan asap disana sini, mata Ita semakin mengecil, keringat menggaris lurus tulang belakang mereka. Akhirnya belalang tempur mampu menyelesaikan tugasnya tanpa tersandung di lampu hijau. Yadi menggosok – gosok kepala Ita. Ita tau suaminya pasti mempunyai perasaan yang sama dengannya.

Maafkan ayah ya ndukk….

Demi kesuksesan kita selanjutnya dan seterusnya, iya kan….. “jawab Ita

Iya ayah janji.

Eksekusi telah selesai, tanda ikatan pernikahan mereka berdua telah lepas dari tangan, dada Ita terasa sesak dan lehernya seperti tercekik, tangaannya memeluk erat pinggang Yadi di sepanjang jalan. Ita menyandarkan kepalanya dengan pipi yang menempel di punggung suaminya, sesekali Yadi mengelus dan meremas jari – jari Ita , seolah mereka memiliki makna hati yang sama. Ita mendapatkan satu pembelajaran lagi “keiklasan” kali ini Ita harus lebih iklas menjalani kehidupan.

Ke Gramedia nduk…..

Terserah ayah……

Di toko buku selalu membuat mereka berdua tenang dan di toko bukulah suasana hati mereka yang beku bisa mencair kembali, mereka saling berpandangan, tersenyum dan tertawa. Di Gramedia Yadi menunjukkan satu buku yang berukuran sedang bersampul hijau muda dengan tebal 123lembar  yang judulnya adalah rahasia penulis hebat. Buku itu di karang oleh 14 penulis terkemuka di Indonesia. Yadi tau betul dengan hobby terpendam Ita.

Beli aja nduk….. gak apapa……..

Gak usah yah!!! Nanti uangnya gak cukup buat lain –lain.

Beli aja, cukup kok, buat belajar di rumah, yang penting nduke pinter ya…..

Jatah di Gramedia lima puluh ribu aja ya nduk……

Iya…….

Lima puluh ribu ternyata masih cukup untuk satu buku lagi. Ita mengincar satu buku lagi milik tokoh idolanya James Gwee. Ita terdiam sambil mata menerawang jauh dan kalkulator otaknya mulai dijalankan.

 ahaaaa…… masih sisa ternyata.

Tiga jam di Gramedia sudah cukup membuat mereka tersenyum lepas membuang sejenak beban kehidupan mereka.

Sudah….cukup….  pulang yuk!!! “Suaminya mengajak pulang”

Boleh…???

Sebenernya nduke masih pingin satu buku lagi untuk panduan kuliah nduke… tapi mahal…

Berapa…???

78.000 ribu!!!

Iya nanti kalau ayah sudah gajian ya….

Ok!! Siappp!!

Mereka bergegas menuju ke meja kasir untuk membayar dua buku yang mereka beli, tapi Ita terkejut ketika didepan meja kasir Yadi malah berbalik kanan dan berjalan menuju bagian ujung toko. Ita tersenyum pada mbak kasir, diapun menatap Ita heran. Sambil menunggu cemas Ita pun menjadi gugup menoleh kesana kesini gak jelas. Untunglah Yadi cepat datang sambil membawa bungkusan kecil, saat Yadi membayar buku dikasir Ita mengintip isi bungkusan yang di serahkan padanya dan Ita benar – benar terharu matanya mulai berkaca – kaca. Seandainya cerita sinetron mungkin ita langsung memeluk dan mencium Yadi sambil menangis dan mengatakan “ayah baik sekali nduke cinta ayah”. Tapi ini dunia nyata jadi Ita menahan air matanya dengan dada yang menyesak leher seperti tercekik. Yadi membelikan Ita sebuah pizza mini, itu karena Ita pernah bilang kalau dia gak pernah makan pizza dan Ita sangat pingin tau rasanya pizza. Maklum Ita adalah anak yang kolot dan agak jadul kurang mengenal dunia luar alias kuper, walau sebenarnya Ita itu pinter, cerdas dan bawel. Sedangkan Yadi orang yang sangat supel, jenius. Selain menjadi suami Yadi juga menjadi guru buat Ita sampai dia mampu mengantarkan Ita ke perguruan tinggi.

Maaf ya nduk…..

Ayah cuma bisa belikan pizza mini buat nduke, nanti kalau ayah sudah punya uang ayah belikan pizza yang besarrrrrr……… ya….

Iya… makasih ya ayah

Makan pizzanya sambil minum es ya… kita ke warung es gempol pleret oke….!!!!!!!

Oke…!!!

Di pojok taman kota Semarang yang sangat romantis, dengan pohon – pohon besar dan angin yang silih berganti menyapu halus wajah mereka berdua, mereka menikmati semangkuk es gempol pleret yang rasa dan teksturnya sangat menggoda dan tentunya di temani sebuah hadiah yang takkan terlupakan, hadiah yang romantis di kota romantis pula, pizza mini.

Gimana nduk…. Segerkan…

He’eh!!! Seger banget yah…

Pizzanya… makan lah pizzanya, enak gak

Enak kok yah…

Habis gitu kita pulang ya… masih mau jalan – jalan gak…

Nggak yah pulang aja.

Ayah??? Nanti kalau ayah sudah balik ke Jawa, kita ketemuan di Kota Lama aja ya…., di depan Gereja Blenduk, mau ndak…

Bener??? Nduke  mau nunggu ayah di Kota Lama…

Iya,,, nduke janji..!!!

Iya, ayah pasti datang nemuin nduke di Kota Lama. Dah sore pulang yuk nduk…..

15.30 mereka sudah sampai di rumah, dan Ita langsung bergegas mandi, selesai mandi Ita gak keluar – keluar lagi dari kamarnya suasana menjadi berubah, rasa cemas dan gelisah menyelimuti perasan Ita. Air matanya terus mengalir, Ita benar – benar tak menginginkan perpisahan, karena selama pernikahan mereka tidak pernah berpisah. Yadi terus menghibur Ita dan mencandainya, tapi air mata Ita tak mau berhenti terus saja mengalir seperti sungai, walau sekali- kali Ita menangis sambil tertawa karena candaan Yadi. Sambil menyiapkan keperluan suaminya, rasa sedihnya tak mau juga beranjak. Ita sangat mencintai Yadi.

Sudah nduk….

Ayah cinta banget sama nduke, sayang banget sama nduke, gak usah mikir yang aneh – aneh ayah gak mungkin macem – macem, ayah janji sama nduke ya…. Ayo” nduke makan terus bobok, besok pagi biar gak kesiangan ayah berangkatnya.

Nduke juga cinta banget sama ayah…   

Malam semakin larut, kehangatan suasana dalam kamar mulai terasa dan pelan – pelan mulai mengusir rasa resah dan gundah di dalam hati Ita. Bahasa kalbu melebur menjadi satu dalam cinta yang bergelora. Desahan nafas terbingkai indah menjadi kenangan yang akan selalu terkenang. Jari – jemari mulai erat menggenggam, tangan semakin kuat mendekap. Ayunan cinta terus membawa dua insan terbang jauh menuju singgasananya. Sampai aliran air datang dan menghempaskan mereka berdua ke dermaga cinta dan mereka berduapun terlelap dalam indahnya surga dunia.

04.00 Yadi terbangun dan mendekap erat Ita yang masih tertidur, Ita pun membalas dekapan Yadi mereka seolah tak ingin berpisah, tapi jarum jam tak mau menghianati sang waktu yang begitu setia menemaninya berputar.

Kita mandi yuk…. Ayah mau berangkat!!!

Selesai mandi Yadi memakai baju yang sudah di siapkan Ita

Saat taxi biru muda berhenti di depan rumah mereka, Yadi menghela nafas panjang dan menelan ludahnya. Mulut Yadi membungkam dan matanya tertuju ke langit – langit ruang tamu, dia pun melangkah menghampiri Ita yang berderai air mata. Dengan tubuh besar dan tegap Yadi mendekap erat tubuh Ita yang kecil dan sedikit berisi, dia mengecup kening Ita dan mengelus rambut Ita yang ikal dan panjang. Mereka berdua larut dalam tangis.

Ayah cinta nduke, ayah sayang nduke, ayah janji gak akan ninggalin nduke, ayah janji akan kembali kita akan bersama lagi selamanya sampai kakek nenek dan sampai kita berdua meninggal.

I love you nduke…. So much!!!

Nduke janji, nduke akan setia menunggu ayah. Kita akan bertemu di kota lama.

I love you to… ayah!!!

Klakson telah berbunyi tanda perpisahan mereka harus usai, Yadi mengusap air matanya.

Dah…. Nduke jangan nangis, ayo senyum… senyum..!!! ayo senyum, kelihatan giginya.

Nahhhh gitu dong…. Kalau senyum kelihatan mancung hidungnya….

Ita pun tertawa kecil sambil memukul manja dada Yadi yang basah karena air mata Ita. Yadi bergegas masuk kedalam taxi dan melambaikan tangannya. Lambaian tangan mereka berdua menutup akhir dari perpisahan Ita dan Yadi.

Semoga mimpi untuk meraih sukses mereka berdua terwujud. Semoga janji mereka abadi. Dan semoga Ita bisa memenuhi janji setianya di Kota Lama Semarang. Yulita Maryadi

 

 

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
  5. 5
  6. 6
  7. 7
Mohon tunggu...

Lihat Konten Cerpen Selengkapnya
Lihat Cerpen Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun