Mohon tunggu...
QayyumNaya
QayyumNaya Mohon Tunggu... Penulis - Hanya Penulis

Hanya Penulis biasa yang suka menulis. Hobi membaca dan menulis. Dan biasa saja dalam menulis.

Selanjutnya

Tutup

Cerpen

Tentang Dulu

14 Juli 2023   07:53 Diperbarui: 14 Juli 2023   08:09 107
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Cerpen. Sumber ilustrasi: Unsplash

Ada hal menarik selama aku di kampung. Banyak hal yang baru aku rasakan, tentang hubungan masyarakat, sahabat, kasih sayang diantara remaja dan masih banyak lagi yang membuat ku semakin bisa melupakan si-bajingan Rais.


    Di kampung itu asyik. Jauh dari hiruk pikuk keadaan kota seperti kota Makassar yang banyak ditemukan makaroni tapi lebih enak dari masakan di kampung.


    Belum lagi pengalaman dulu waktu aku masih kecil kini aku dapatkan lagi. Hanya saja bedanya, aku tidak lagi berperan sebagai anak kecil yang biasa berpegang pada jari-jari nya orang tuaku. Aku sudah bisa melangkah dengan kedua kakiku.


    Di pesta pernikahan satu kampung. Sekarang, aku ada disini menikmati pemandangan sajak-sajak cinta pernikahan. Indah banget menyaksikan kedua mempelai yang sedari tadi duduk di panggung pengantin, wajah hias rembulan dan sinar sang maestro cinta bertemu di pelaminan dalam acara cinta yang mereka nantikan.


    Melihat mereka dengan penuh karomah cinta itu. Aku seharusnya bahagia merasakan betapa indahnya kehidupan ini tapi kebahagiaan hatiku walau aku paksa agar bisa tersenyum lewat wajah ayu ini justru membuatku ingin meneteskan air mata.


    Aku teringat oleh kekejaman cinta yang Rais lakukan padaku. Aku teringat oleh janji manisnya padaku yang dulu selalu dia katakan padaku bahwa kami akan menikah. Nyata nya, aku di buai oleh harapan indah yang berhalam-halaman tidak memiliki nomor kepastian.


    Tidak apalah ! Aku tidak mesti larut dalam masalah yang tidak pernah bisa berpihak padaku. Mungkin saja, disini akan ada hal yang menarik, yang bisa aku lakukan atau ada cinta yang lebih baik lagi yang sengaja Illahi kirimkan untukku, kan aku tidak pernah tau rencana Tuhan seperti apa.


    Toh, segala sesuatu dengan sembunyi-sembunyi yang tidak ditampakkan kepada siapapun, biasanya Illahi akan mengirimkan juga suatu hal yang sembunyi-sembunyi untukku, mungkin saja itu benar ! Dan mungkin saja itu adalah seorang laki-laki yang begitu penyayang melebihi si Rais brengsek itu, mengucap kan namanya saja seakan lidahku berat untuk diangkat.


    Hmm...! Tapi siapa ? Mataku kini berkelana menoropong dan melihat-lihat keadaan. Menikmati pemandangan, mencuci mata, refreshing untuk mendapatkan penawaran hati bahwa aku sudah siap menerima pesanan kasih sayang yang apabila ada orang lain yang menyatakan sikap cintanya padaku sebaiknya aku terima saja. Daripada larut dalam keadaan yang tidak menyehatkan bagiku mendingan aku belajar untuk mengenal cinta yang lain apabila cinta itu datang saat ini.


    Di kesempatan yang sama juga, seorang teman lama. Dia adalah Anggun, teman sekolah waktu SMP dulu. Tiba-tiba saja menghampiri ku dengan ucapan "Apa kabar, Ros ?."


    Tentu saja aku kaget dan dibuat heran dengan kedatangan nya tiba-tiba. Dia datang dengan mengagetkan ku yang saat ini, aku masih duduk di sebuah kursi. Padahal mata ini sudah nyaman dengan melihat kedua mempelai diatas panggung begitu gembiranya. Lalu, mataku mulai tertuju pada seorang wanita yang tadi menanyai kabarku sambil mengingat-ingat siapa wanita yang baru saja menyapaku.


    "Siapa ya ?" Kataku padanya.


    Wanita itu malah tersenyum ketika aku balik bertanya padanya.


    "Kamu, Ros - kan ?."


    " Iya, aku Ros. Kamu siapa ?."


    " Masa udah lupa ! Coba ingat-ingat siapa aku. Bukankah dulu kita adalah teman dan pernah duduk sebangku di SMP."


    Wanita ini sepertinya memang mengenalku. Aku bahkan lupa siapa dia. Seharusnya aku ingat siapa dia sebab dia masih ingat aku adalah temannya. Itu berarti, dia memang mengenalku.


    Lantas dia mengatakan padaku lagi. "Kamu bukannya lupa tapi memang tidak ingat siapa aku. Bagaimana kamu bisa mengingat ku sementara kita sudah lama tidak pernah bertemu. Jadi sangat wajar jika kamu tidak mengingat ku lagi."


    "Maaf ya kalau aku sudah tidak mengingat mu. Tapi jujur bukan berarti aku tidak mengenalmu kan. Katakan padaku siapa kamu dan apakah laki-laki yang bersama saat ini adalah suamimu ?."


    "Aku Anggun, Ros. Masa kamu lupa !. Jadi sudah ingatkan siapa aku."


    "Astaga. Sekali lagi aku minta maaf ya. Iya, aku ingat sekarang. Kamu Anggun yang biasa disebut sebagai pembela para wanita di sekolah jika ada laki-laki yang jahil."


    "Alhamdulillah kalau sudah ingat !. Iya, ini aku Anggun, Ros. Gimana kabarmu sekarang ? Lama ya kita baru bertemu lagi. Saya kira, kita tidak akan bertemu lagi. Sebab dulu, saya dengar kamu sudah menikah sama orang jauh. Sudah berapa anggota sekarang, Ros ?."


    Sedih banget rasanya ketika teman lama menanyakan sudah berapa anggota. Satu saja belum ada. Jangankan satu, mencintai saja dengan tulus, ikhlas, aku di khianati. Lalu mau punya anggota gimana, nasib cintaku kandas sebelum berlabuh di pantai harapan, pantai impian yang seperti dirasakan oleh kedua mempelai saat ini.


    "Mungkin aku harus berguru padamu, Gun. Aku belum punya anggota. Jangankan anggota, menikah saja belum. Merasakan bagaimana manis pahitnya cinta, aku sudah pernah rasakan tapi kandas sebelum harapanku benar-benar terwujud."


    Anggun yang tadinya terlihat bahagia. Senyum di wajahnya kini menurun, sekaan ada ucapannya, kalimatnya yang salah yang barusan saja ia ucapkan padaku.


    "Aku minta maaf, Ros !. Bukan seperti itu maksudku."


    "Ya, sudahlah !. Tidak apa-apa. Lagian apa yang barusan kamu tanyakan padaku bukan hal yang salah. Dan andai kamu tahu bahwa aku belum berkeluarga pasti kamu tidak akan bertanya hal itu-kan. Lupakan saja ! Ada hal yang paling menarik, Gun."


    "Apa itu, Ros ?."


    "Peluk aku, Gun. Sejak kita berpisah setelah perpisahan SMP dulu, aku tidak pernah lagi memelukmu."


    Momen istimewa ini, hari bahagia ini, aku mendapatkan kejutan spesial dari temanku. Ternyata setelah pertanyaan nya padaku, dia mengenal-kan ku pada seorang laki-laki. Laki-laki itu adalah dia yang tadi pagi saat aku kesini, di jalan, ia sempat menawariku kendaraan nya untuk sama-sama ke acara pesta ini.


    "Ros, maaf ni ya, kalau nggak keberatan dan bersedia, aku ingin mengenalkan mu pada laki-laki yang menurut ku dia adalah tipe laki-laki yang banyak di cari oleh wanita. Orang nya baik, adem jika di pandang apalagi berada di sampingnya. Kalau kamu tidak keberatan dan mau aku kenalkan dengannya."


    Aku diam sejenak berpikir mendengar niat baiknya padaku, aku sungguh bahagia tapi apa masih ada laki-laki yang mau denganku. Gimana jika laki-laki itu tau masa laluku, dia pasti akan meninggalkanku lagi seperti si-bajingan Rais itu.


    "Ros. Hoe...!!!. Kenapa diam ?. Kalau kamu belum siap, ya jangan diambil serius. Biasa saja, Ros. Aku pengen setidaknya kamu melihatnya dulu dan setelah itu baru kamu putuskan apakah laki-laki itu memang pantas untukmu atau tidak."


    "Bukannya tidak mau. Tapi apa iya aku bisa merasakan bagaimana cinta yang indah itu aku miliki, Anggun ?."


    Anggun yang punya inisiatif itu agak heran mendengar kalimat itu dariku. Dia seakan-akan berpikir bahwa aku adalah wanita yang dipenuhi dengan berbagai cerita pahit yang susah untuk di hilangkan.


    Sekali lagi, dia mencoba membuat ku tersenyum dengan kalimat motivasi nya serta menguatkanku agar selalu optimis dalam mengarungi bahtera kehidupan ini.


    "Sebagai teman lamamu. Aku cuma pengen hal indah kamu miliki. Setidaknya rasakan lah seperti apa itu cinta yang paling indah itu. Ros, sebagai wanita harus selalu punya harapan besar terhadap masa depan. Jangan mengkerut kan masa depan karena keruhnya masa lalu. Aku tidak mengatakan bahwa kamu punya masa lalu yang sulit namun aku ingin mengajak mu, ayoo lihat masa depan mu karena sesungguhnya disana telah ada seorang laki-laki yang paling setia menerima kenyataan yang telah berlaku padamu."


    "Masih pantaskah diriku yang serba kurang ini mendapat kan seorang laki-laki yang lengkap hidupnya ?. Anggun, bukan aku menolak cuma aku harus memikirkan nya dulu, aku harus merenunginya dulu, aku ingin mencari jawabannya diantara waktu-waktu yang hampa, diantara ruang-ruang yang kosong dan diantara janji-janji suci yang belum aku tahu."


    "Iya, semuanya hanya kamu yang putuskan, Ros. Bahagia lah untuk pertemuan kita di hari yang bahagia ini. Sebab dilain waktu mungkin kita akan bertemu lagi dalam keadaan yang paling bahagia lagi."


    Selepas percakapan serius itu, kami berdua berjalan menuju panggung pengantin untuk memberi selamat kepada kedua mempelai.


    Anggun tidak melepaskan genggaman tangannya sementara aku-pun begitu.
    Di bawah tenda pernikahan itu ternyata ada banyak orang yang aku kenal. Hanya bedanya, mereka terlihat sudah memiliki keluarga.


    Satu diantara mereka ada yang menyapaku. Seperti Anggun yang masih begitu perduli dengan ku.


    Kami pun naik ke atas panggung untuk memberikan kata selamat. Do'a-ku ketika kusalami kedua mempelai adalah semoga aku secepatnya seperti mereka. Setelah itu, kami turun dengan perasaan yang juga merasakan indahnya hari ini.
   

   
   

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
  5. 5
Mohon tunggu...

Lihat Konten Cerpen Selengkapnya
Lihat Cerpen Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun