Mohon tunggu...
Qanita Zulkarnain
Qanita Zulkarnain Mohon Tunggu... Lainnya - Magister Psikologi

Psychology Undergraduate and Psychometrics Graduate.

Selanjutnya

Tutup

Humaniora Artikel Utama

Peduli Kesehatan Mental: Membedakan yang Butuh Bantuan dan yang Cari Perhatian

31 Mei 2023   16:47 Diperbarui: 1 Juni 2023   02:05 739
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Dewasa ini, kita hidup berdampingan dengan internet yang memungkinkan kita untuk merasa terhubung dengan orang lain setiap saat meskipun sebenarnya kita tidak benar-benar terhubung. Keterhubungan tanpa benar-benar terhubung ini membuat kita merasa selalu memiliki teman. Audiens di media sosial berbeda dengan teman yang sebenarnya, tetapi seringkali rasanya tidak dapat kita bedakan.

Dalam berteman, beberapa dari kita merasa cukup nyaman untuk membagi banyak cerita, dan beberapa dari kita lebih suka menyimpan untuk diri sendiri saja. Berbagai hal yang dibagikan, salah satunya adalah curahan hati dan isi pikiran mengenai kondisi mereka yang diduga atau memang secara profesional terdiagnosis memiliki masalah dalam kesehatan mentalnya.

Pada konteks pertemanan nyata atau perasaan berteman di media sosial, beberapa orang yang membagikan pengalaman mereka dalam menyintas gangguan mental seringkali dianggap cari perhatian. Mau bagaimana lagi, kita tidak bisa melihat ketidakjujuran seseorang sejelas melihat bekas luka jatuh dari sepeda. Kita juga tidak bisa mengetahui motif seseorang membagikan ceritanya ke kita. Sudah menjadi hak kita juga untuk menilai sesuai dengan kapasitas kita. Meskipun demikian, penilaian kita tidak selalu benar atau selalu salah.

Kenapa seseorang membagikan ceritanya?

Atau, ketika wujudnya bukan bercerita tetapi melakukan sesuatu, kenapa seseorang bertingkah demikian?

Bagaimana kita mengetahui orang lain hanya sedang cari perhatian?

Ketika menyangkut kesehatan mental seseorang, kapan kita cukup melihat/mendengarkan saja, dan kapan kita harus melakukan sesuatu?

Fenomena cari perhatian umumnya dikaitkan dengan individu yang mengalami gangguan kesehatan mental. Ini sering disalahpahami sebagai attention-seeking behavior, padahal ini bisa jadi merupakan gejala dari masalah psikologis yang lebih serius.

Wujud cari perhatian ini bukan hanya dari ucapan atau cerita yang dibagikan, melainkan bisa berupa tindakan juga.

Beberapa penyintas gangguan kesehatan mental mungkin membutuhkan perhatian karena merasa diabaikan, tidak didukung, atau diabaikan di masa lalu. Mereka mungkin merasa bahwa mereka belum menerima perhatian, cinta, atau validasi yang mereka butuhkan, yang dapat menyebabkan keinginan yang mendalam untuk mendapatkan perhatian dari orang lain.

Dalam beberapa kasus, individu mungkin melakukan sesuatu yang berbahaya atau mengganggu untuk mendapatkan perhatian, seperti menyakiti diri sendiri atau bertingkah tidak wajar. Perilaku ini dapat menyusahkan mereka dan orang di sekitarnya. Penting bagi kita untuk memahami bahwa ini sering kali merupakan gejala dari masalah emosional yang lebih serius dari kelihatannya.

Sangat penting untuk menyikapi orang-orang tersebut dengan kasih sayang dan pengertian, dan untuk mendorong mereka mencari bantuan profesional untuk mengatasi akar penyebab perilaku mereka. Melalui terapi dengan profesional kesehatan mental, mereka diharapkan dapat mempelajari cara sehat untuk mengatasi emosi mereka, meningkatkan harga diri mereka, dan membangun hubungan yang lebih sehat dengan orang lain.

Kompleksitas dalam Mengekspresikan Emosi pada Penyintas Gangguan Mental

Gangguan mental seringkali tidak terlihat, tetapi dampaknya terhadap individu bisa sangat besar. 

Gangguan mental, atau dalam bahasa akademisnya adalah gangguan jiwa, ada banyak bentuknya. Mulai dari gangguan mood, gangguan tidur, gangguan kepribadian, gangguan makan, dan lain sebagainya.

Penyintas gangguan mental mungkin mengalami tekanan emosional dalam berbagai cara, dan penting bagi orang yang mereka cintai dan pengasuh untuk dapat memberikan dukungan yang efektif. Sayangnya, stigma dan kesalahpahaman tentang kesehatan mental dapat mempersulit penyintas gangguan mental untuk mengungkapkan tekanan emosional mereka, dan bagi orang yang dekat dengan mereka untuk mengetahui bagaimana menanggapinya. 

Stigma seputar kesehatan mental dapat mencegah penyintas gangguan jiwa untuk mengungkapkan tekanan emosional mereka. Stigma ini dapat terwujud dalam berbagai cara, seperti stereotipe tentang kondisi kesehatan mental, kesalahpahaman tentang penyebab kondisi kesehatan mental, dan kurangnya pemahaman tentang dampak kondisi kesehatan mental pada individu. Sikap menstigmatisasi ini dapat mempersulit individu dengan kondisi kesehatan mental untuk merasa nyaman dalam mengekspresikan emosi mereka, yang dapat memperparah tekanan mereka dan mempersulit mereka untuk mencari bantuan yang mereka butuhkan.

Untuk mendukung penyintas gangguan jiwa yang mengungkapkan tekanan emosional, penting untuk menghilangkan stigma seputar kesehatan mental. Ini dapat dilakukan dengan memperluas wawasan kita tentang kondisi kesehatan mental, dan menentang sikap dan stereotip negatif ketika muncul. Penting untuk diketahui bahwa kondisi kesehatan mental bukanlah kegagalan pribadi, melainkan kondisi medis yang membutuhkan perawatan dan dukungan. Gangguan kesehatan mental bukanlah suatu pilihan, dan individu yang mengalami kondisi ini harus diperlakukan dengan empati dan rasa hormat.

Selain menghilangkan stigma seputar kesehatan mental, penting untuk menyediakan lingkungan yang mendukung bagi penyintas gangguan mental yang mengekspresikan tekanan emosional. Ini dapat mencakup menciptakan ruang yang aman bagi individu untuk mengekspresikan emosi mereka, mendengarkan secara aktif dan tanpa menghakimi, dan memberikan dukungan praktis . Para penyintas gangguan mental juga dapat memperoleh manfaat dari support group atau terapi, yang dapat memberi mereka ruang untuk mendiskusikan emosi mereka yang kompleks, dengan terhubung dengan orang lain yang mengalami pengalaman serupa.

Kompleksitas ekspresi emosi pada penyintas gangguan mental merupakan faktor penting untuk dipertimbangkan saat akan mendukung individu yang mengalami tekanan emosional. 

Kondisi kesehatan mental dapat memengaruhi cara individu mengekspresikan dan mengalami emosi, dan penting untuk mengenali dan memahami situasi dan kondisi ini saat memberikan dukungan.

Misalnya, beberapa kondisi kesehatan mental dapat menyebabkan individu mengalami emosi yang intens atau tidak menentu, yang mungkin sulit untuk diungkapkan atau diatur. Hal ini dapat mengarah pada perilaku yang mungkin terlihat seperti mencari perhatian atau manipulatif, padahal sebenarnya itu adalah gejala dari kondisi kesehatan mental yang mendasarinya.

Di sisi lain, kondisi kesehatan mental seperti depresi atau kecemasan dapat menyebabkan individu menarik diri atau menekan emosinya, sehingga sulit bagi orang terdekat mereka untuk mengetahui kapan dan bagaimana mereka mengalami tekanan emosional. Dalam kasus ini, penting untuk secara aktif mendorong individu untuk mengekspresikan emosi mereka dan menyediakan ruang yang aman bagi mereka untuk melakukannya.

Selain itu, faktor budaya dan sosial dapat memengaruhi cara individu mengekspresikan emosi. Misalnya, beberapa budaya mungkin lebih menekankan sikap tabah atau menekan emosi, yang dapat menyulitkan individu untuk mengekspresikan emosinya secara terbuka. Misalnya, laki-laki tidak boleh menangis atau anak-anak tidak boleh marah pada orang tuanya. Padahal, laki-laki juga manusia yang tidak apa-apa menangis dan anak-anak juga manusia yang tidak apa-apa marah. Tentu saja, ada batasan-batasan uniersal seperti menangis juga harus liat situasi kondisi, marah juga harus diidentifikasi penyebabnya dengan jelas.

Yang jelas, emosi semua orang valid.

Ketika menghadapi tekanan emosional, baik kita merupakan penyintas gangguan mental atau bukan, kita perlu memvalidasi emosi yang membuat kita tidak nyaman tersebut. Beberapa dari kita dapat memvalidasi emosi kita dan menavigasi diri kita, namun beberapa lainnya mungkin kesulitan untuk melakukan validasi dan navigasi tersebut.

Seperti yang sudah disebutkan, emosi penyintas gangguan mental bersifat kompleks. Validasi untuk emosi yang kompleks ini mungkin tidak mudah.

Validasi merupakan komponen penting untuk mendukung penyintas gangguan jiwa yang mengekspresikan tekanan emosional. Validasi berarti mengakui dan menerima emosi individu, dan mengkomunikasikan kepada mereka bahwa emosi mereka valid dan dapat dimengerti. Ini dapat dilakukan melalui mendengarkan secara aktif, berempati dengan perasaan individu, dan menawarkan dukungan dan dorongan.

Penting untuk diketahui bahwa mendukung penyintas gangguan mental yang mengungkapkan tekanan emosional dapat menjadi tantangan, dan mungkin membutuhkan banyak kesabaran, empati, dan pengertian. 

Penting juga untuk mengetahui bahwa pengalaman setiap orang dengan kondisi kesehatan mental adalah unik, dan bahwa tidak ada solusi yang cocok untuk semua orang untuk mendukung penyintas gangguan mental. 

Namun, dengan mendobrak stigma seputar kesehatan mental, menciptakan lingkungan yang mendukung, dan mempraktekkan validasi, adalah mungkin untuk memberikan dukungan yang efektif kepada penyintas gangguan mental yang mengekspresikan tekanan emosional.

Menghadapi Orang yang Mengekspresikan Keadaan Emosionalnya

Berikut adalah beberapa tip untuk menghadapi orang yang mengekspresikan tekanan emosional:

  • Mendengarkan secara aktif dan tidak menghakimi. Beri orang itu perhatian penuh dan biarkan dia mengekspresikan emosinya tanpa interupsi atau kritik. Cobalah untuk memahami perspektif mereka dan memvalidasi perasaan mereka.
  • Tunjukkan empati dan kasih sayang. Beri tahu orang tersebut bahwa kita peduli dan ingin mendukungnya. 
  • Educate ourselves tentang kondisi mereka. Pelajari sebanyak mungkin tentang kondisi kesehatan mental orang tersebut sehingga kita dapat lebih memahami pengalaman mereka dan memberikan dukungan yang lebih efektif.
  • Hindari membuat asumsi. Jangan berasumsi bahwa kiya mengetahui perasaan orang tersebut atau apa yang mereka butuhkan. Tanyakan langsung kepada mereka bagaimana kiya dapat mendukung mereka dan bersikap terbuka terhadap tanggapan mereka.
  • Hindari memberikan saran yang tidak diminta . Meskipun mungkin bermaksud baik, memberikan saran tanpa diminta (unsolicited advice) bisa jadi tidak membantu atau bahkan berbahaya. Lebih baik, kalau tidak yakin orang tersebut maunya apa, tanyakan kepada orang tersebut apa yang mereka butuhkan dari kita.
  • Hindari mengunderestimate atau mengabaikan emosi mereka. Bahkan jika kita tidak mengerti mengapa orang tersebut merasakan hal tertentu, penting untuk mengetahui bahwa emosinya nyata dan valid.
  • Bantu mereka mengidentifikasi strategi koping. Tanyakan orang tersebut apa yang telah membantunya mengatasi emosi serupa di masa lalu, dan tawarkan saran untuk strategi mengatasi yang mungkin bisa membantu. Dorong mereka untuk mencari bantuan profesional jika perlu.
  • Hormati batasan orang lain. Setiap orang mengatasi tekanan emosional secara berbeda, jadi penting untuk menghormati batasan dan preferensi orang tersebut. Jika mereka tidak ingin membicarakan emosinya atau lebih suka menyendiri, hargai keinginannya dan tawarkan dukungan dengan cara lain, seperti mengirimkan pesan yang mendukung atau mengantarkan paket perawatan.
  • Hindari membanding-bandingkan. Kondisi kesehatan mental itu kompleks dan dapat memengaruhi orang secara berbeda, jadi hindari membuat perbandingan antara orang tersebut dan orang lain yang mungkin pernah mengalami emosi atau situasi serupa. Jangan banyak menggunakan kata,"mending ini" atau, "mending itu". Jangan dijadikan kompetisi.
  • Aware dengan respons emosional kita sendiri. Wajar untuk memiliki reaksi emosional, apalagi ketika seseorang yang Adekat dengan kita yang sedang tertekan, tetapi penting untuk menyadari bagaimana emosi kita dapat memengaruhi dukungan kita. Hindari menjadi kewalahan (overwhelmed) atau emosional di depan orang tersebut dan cari dukungan untuk diri sendiri jika perlu.
  • Berlatih perawatan diri. Mendukung seseorang yang mengalami tekanan emosional dapat menguras emosi. Pastikan kkita juga menjaga diri sendiri dengan melakukan aktivitas perawatan diri seperti olahraga, meditasi, atau menghabiskan waktu bersama orang tersayang.
  • Sabar dan konsisten. Butuh waktu bagi penyintas gangguan mental untuk merasa nyaman mengekspresikan emosi mereka, dan mungkin perlu beberapa kali percobaan sebelum mereka mau terbuka. Bersabarlah dan konsisten dalam dukungan yang kita berikan, dan beri tahu orang tersebut bahwa kita selalu ada untuknya.

Meskipun demikian, terlalu cari perhatian bisa jadi merupakan gejala atas sesuatu yang lebih serius. Untuk sesuatu yang lebih serius ini, sebaiknya yang bersangkutan ditangani oleh profesional kesehatan mental untuk menghindari memburuknya kondisi mereka.

Bagaimana kita membedakan mana yang sebaiknya kita usahakan tanggapi dan mana yang sebaiknya kita mundur dan serahkan pada yang jauh lebih ahli?

Ada beberapa faktor yang dapat membantu membedakan antara keduanya:

  • Konteks: Konteks di mana perilaku terjadi juga dapat menjadi faktor dalam membedakan mereka yang bisa kita tanggapi dan mereka yang sebaiknya kita refer ke yang lebih ahli. Misalnya, jika seseorang secara konsisten menampilkan perilaku mencari perhatian dalam situasi di mana perhatian tidak diperlukan atau tidak sesuai, mungkin para ahli yang profesional bisa menangani mereka dengan lebih baik.
  • Motivasi: Akan sangat membantu untuk mempertimbangkan motivasi individu untuk perilaku mereka. Individu yang benar-benar tertekan mungkin mencari bantuan, dukungan, atau validasi, sedangkan mereka yang cari perhatian karena gangguan yang tidak kita pahami mungkin berangkat dari motivasi untuk  berusaha memanipulasi atau mengendalikan orang lain.
  • Tanggapan terhadap dukungan: Perhatikan bagaimana individu menanggapi dukungan dan validasi. Jika mereka benar-benar tertekan, mereka mungkin merespons secara positif dan menunjukkan tanda-tanda perbaikan. Namun, jika mereka berada dalam keadaan yang lebih rumit dari pemahaman kita mengenai kesehatan mental, mereka mungkin tidak menanggapi dukungan secara tulus dan positif atau bahkan menolaknya.

Jika kita tidak yakin apakah seseorang benar-benar tertekan dan butuh bantuan kita atau mereka hanya cari perhatian yang mengindikasikan gangguan lain, sebaiknya kita tetap berhati-hati dan menanggapi perilaku mereka dengan empati yang wajar. Menunjukkan empati dan kasih sayang dapat membantu menciptakan ruang yang aman bagi individu untuk mengekspresikan emosinya dan mencari bantuan jika diperlukan.

Empati yang wajar tersebut maksudnya adalah kita berempati, tapi dengan tidak melanggar batasan (boundaries) yang kita tetapkan untuk diri kita. Kita dapat mengakui kesusahan mereka, mendukung dan memberi validasi atas emosi mereka, dan mendorong mereka untuk mencari bantuan profesional jika perlu. Pada saat yang sama, kita dapat mengomunikasikan batasan kita dan apa yang ingin dan mampu kita berikan sebagai bentuk dukungan.

Penting juga untuk mencari bimbingan dari profesional kesehatan mental, yang dapat membantu kita lebih memahami perilaku individu dan mengembangkan strategi yang tepat untuk meresponsnya. Profesional kesehatan mental dapat memberikan wawasan tentang keadaan psikologis individu dan dapat membantu kita mengembangkan rencana untuk mendukung mereka dan menangani masalah mendasar apa pun.

Ingat, terlepas dari apakah seseorang benar-benar mengalami kesusahan atau apa pun itu, mereka mungkin membutuhkan dukungan dan validasi.

Penutup

Judul artikel ini mengimplikasikan akan ada jawaban mengenai perbedaan yang butuh bantuan dan yang cari perhatian. Sejujurnya, yang cari perhatian pun adalah orang yang secara tidak langsung butuh bantuan. Alih-alih sibuk mencari motif seseorang dan berusaha menilai kejujurannya, kita bisa menyimak tanpa menghakimi dan beri saran/bantuan jika diminta. Kalau kita tidak yakin apakah orang tersebut hanya ingin didengar atau dibantu, kita bisa bertanya.

Saya kira, semuanya dimulai dari kita masing-masing belajar menjadi orang yang tidak mudah menghakimi. Tentu, kita menilai segala hal, tapi tidak semua penilaian kita harus diketahui oleh semua orang. 

Hal ini mengingatkan saya pada salah satu kutipan dari buku klasik To Kill A Mockingbird yang berbunyi, "Kau tidak akan pernah bisa memahami seseorang hingga kau melihat segala sesuatu dari sudut pandangnya… hingga kau menyusup ke balik kulitnya dan menjalani hidup dengan caranya".

Dengan menciptakan lingkungan yang sehat; yang mendukung dan mendorong dialog terbuka, kita dapat lebih memahami pengalaman unik setiap orang dan memberikan dukungan yang tepat bagi mereka yang benar-benar membutuhkannya.

Mari kita berjuang untuk mematahkan stigma seputar kesehatan mental dan memastikan bahwa tindakan kita dibarengi oleh kasih sayang, empati, dan komitmen terhadap kesejahteraan kita sesama manusia. (oni)

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
  5. 5
Mohon tunggu...

Lihat Konten Humaniora Selengkapnya
Lihat Humaniora Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun