Jadi, jika Anda adalah seseorang yang peduli dengan kecerdasan, dan ingin memahami kebenaran di balik skor IQ, maka artikel ini cocok untuk Anda. Kita akan melihat secara pribadi dan dengan rendah hati menyadari beberapa kesalahpahaman yang umum mengenai skor IQ, dan kita akan menyelidiki dampak kesalahpahaman ini terhadap cara kita memandang kecerdasan.Â
Skor IQ
Sejarah skor IQ terkait erat dengan sejarah tes kecerdasan. Konsep skor IQ muncul pada awal abad ke-20, dengan pengembangan tes kecerdasan terstandardisasi pertama.
Upaya awal untuk mengukur kecerdasan dilakukan pada awal 1900-an, ketika psikolog Perancis, Alfred Binet, mengembangkan tes untuk mengidentifikasi anak-anak yang membutuhkan pendidikan khusus. Skala Binet-Simon kemudian dimodifikasi dan diadaptasipada tahun 1916 oleh psikolog Lewis Terman di Stanford University menjadi Skala Inteligensi Stanford-Binet.
Tes ini menggunakan sistem penilaian berdasarkan usia kronologis anak dan performa mereka dalam berbagai tugas, seperti kosa kata, pemahaman, dan pemecahan masalah.
Terman juga mengembangkan konsep IQ, atau Intelligence Quotient, pada awalnya diperoleh dari quotient atau rasio dari usia mental dan usia kronologis seseorang dan dikalikan 100. Usia mental diketahui dari skor jawaban tes kecerdasan seseorang, dan usia kronologis adalah usia orang tersebut dihitung dari ia lahir. Misalnya, jika seorang anak berusia 10 tahun memiliki usia mental 12 tahun, IQ mereka akan menjadi 120.Â
Tapi, istilah quotient sepertinya sudah bergeser makna dari makna aslinya. Kini, quotient dipahami sebagai kecerdasan, dan bukan rasio.
Lagipula, apa makna angka 120 ini?Â
Maknanya tergantung anak tersebut sedang dibandingkan dengan siapa karena IQ adalah skor standar yang membandingkan performa individu pada tes dengan performa orang lain dalam kelompok usia mereka.Â
Secara umum,  Skala Inteligensi Stanford-Binet memiliki panduan normatif bahwa skor IQ rata-rata adalah 100, dan skor di atas atau di bawah ini menunjukkan kecerdasan di atas atau di bawah rata-rata. Kelemahan pendekatan normatif ini adalah rata-rata IQ di setiap kelompok masyarakat bisa berbeda, dan perlu terus diperbaharui karena adanya flynn effect di mana ternyata makin ke sini rata-rata skor IQ di kelompok yang sama terus bergeser naik.
Tes kecerdasan masih banyak digunakan hingga saat ini, dan telah mengalami banyak revisi dan penyempurnaan. Salah satu tes IQ paling populer adalah Wechsler Adult Intelligence Scale (WAIS), yang menilai berbagai kemampuan kognitif, termasuk pemahaman verbal, penalaran perseptual, memori kerja, dan kecepatan pemrosesan. WAIS dirancang untuk individu berusia di atas 16 tahun, dan telah digunakan dalam berbagai pengaturan, termasuk pengaturan klinis, pendidikan, dan pekerjaan.
Di Indonesia, salah satu yang paling populer adalah Intelligenz Struktur Test (IST), buatan Jerman dan diadaptasi ke bahasa Indonesia tahun 60-70an. Tes ini biasanya digunakan untuk penjurusan IPA/IPS di sekolah menengah atas. IST yang asli sudah mengalami beberapa kali revisi, tapi yang kita gunakan masih yang versi tahun 70 dengan penormaan yang tidak diperbaharui.