Mohon tunggu...
Qanita Zulkarnain
Qanita Zulkarnain Mohon Tunggu... Lainnya - Magister Psikologi

Psychology Undergraduate and Psychometrics Graduate.

Selanjutnya

Tutup

Parenting Artikel Utama

Terbaik Tidak Harus Sempurna, Hindari Pola Asuh Perfeksionis

11 Maret 2023   13:04 Diperbarui: 13 Maret 2023   16:07 4858
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Ilustrasi Anak-anak. (Sumber: Caleb Woods on Unsplash)

Menginginkan keunggulan adalah tujuan yang sangat baik. Secara alamiah, orang tua menginginkan yang terbaik untuk anak-anak mereka.

Namun, ketika tujuan ini dikejar dengan pola pengasuhan perfeksionisme (perfectionism parenting), konsekuensinya bisa merusak banyak hal, mulai dari kesehatan mental anak sampai hubungan dalam keluarga.

Anak-anak dari orang tua perfeksionis mengalami kecemasan, depresi, rendah diri, dan dampak negatif lainnya pada kesehatan mental dan prestasi akademik mereka. 

Pada artikel ini, kita akan mengeksplorasi bagaimana berjuang untuk keunggulan tanpa jatuh ke dalam perangkap pengasuhan perfeksionis.

Pola asuh perfeksionis telah menjadi objek kajian dari banyak penelitian dan artikel di bidang psikologi. Pola asuh perfeksionis mengacu pada gaya pengasuhan yang ditandai dengan tekanan yang tinggi untuk mencapai sesuatu, sangat kritis terhadap kesalahan, dan penekanan pada validasi keberhasilan eksternal. 

Penelitian telah menunjukkan bahwa pola asuh yang perfeksionis dapat berdampak negatif pada kesejahteraan emosional anak-anak dan dapat menyebabkan tingkat kecemasan, depresi, dan kritik diri yang lebih tinggi.

Satu studi menemukan bahwa anak-anak dari orang tua perfeksionis lebih cenderung memiliki gejala kecemasan dan depresi daripada anak-anak dari orang tua yang tidak perfeksionis. 

Studi ini juga menemukan bahwa anak-anak dari orang tua yang perfeksionis lebih cenderung mengalami tekanan untuk berhasil, memiliki orang tua yang terlalu kritis, dan memiliki evaluasi diri yang negatif.

Studi lain menemukan bahwa pola asuh perfeksionis dapat menyebabkan hasil negatif bahkan ketika anak-anak memenuhi harapan orang tua mereka. Studi tersebut menemukan bahwa anak-anak dari orang tua perfeksionis yang memenuhi harapan orang tuanya masih mengalami kritik diri tingkat tinggi dan lebih cenderung memiliki gejala kecemasan dan depresi.

Penelitian juga menunjukkan bahwa pola asuh yang perfeksionis dapat berdampak pada hubungan keluarga. Satu studi menemukan bahwa pola asuh perfeksionis dikaitkan dengan tingkat konflik yang lebih tinggi antara orang tua dan anak-anak dan tingkat kehangatan dan kedekatan yang lebih rendah dalam hubungan orang tua-anak.

Terlepas dari dampak negatif ini, ada bukti bahwa beberapa orang tua mungkin percaya bahwa pola asuh perfeksionis bermanfaat bagi anak-anak mereka. 

Ada satu studi menemukan bahwa orang tua yang menunjukkan pola asuh perfeksionis cenderung percaya bahwa anak-anak mereka akan mendapat manfaat dari tekanan untuk berprestasi dan hal itu akan mengarah pada tingkat kesuksesan yang lebih tinggi di masa depan.

Secara keseluruhan, literatur menunjukkan bahwa pola asuh perfeksionis dapat berdampak negatif pada kesejahteraan emosional anak dan hubungan keluarga. 

Penting bagi orang tua untuk menyadari potensi dampak negatif dari pola asuh perfeksionis dan untuk memprioritaskan kesejahteraan emosional anak mereka di atas prestasi. Mencari dukungan dari terapis atau konselor juga dapat membantu orang tua yang bergumul dengan kecenderungan pengasuhan yang perfeksionis.

Pola Asuh Perfeksionis (Perfectionism Parenting)

Pola asuh perfeksionis adalah pola asuh yang ditandai dengan tingkat tekanan yang tinggi untuk mencapai, penekanan pada validasi keberhasilan eksternal, dan sikap kritis terhadap kesalahan. 

Pola asuh ini sering dikaitkan dengan tingkat kecemasan dan stres yang tinggi baik pada orang tua maupun anak. Dalam psikologi, pola asuh perfeksionis telah menjadi subjek dari banyak penelitian dan artikel penelitian.

Beberapa penelitian menemukan bahwa anak-anak dari orang tua yang perfeksionis lebih cenderung mengalami kecemasan, depresi, dan rendah diri. Ini mungkin karena tekanan terus-menerus untuk berprestasi dan ketakutan membuat kesalahan yang diasosiasikan dengan pola asuh perfeksionis.

Bidang penelitian lain yang terkait dengan pola asuh perfeksionis adalah dampaknya terhadap prestasi akademik. Beberapa orang tua percaya bahwa pola asuh perfeksionis bermanfaat bagi keberhasilan akademik, namun penelitian menunjukkan bahwa hal itu sebenarnya dapat berdampak negatif pada kinerja akademik. 

Anak-anak dari orang tua perfeksionis mungkin lebih cenderung menunda-nunda, menghindari tugas-tugas yang menantang, dan memiliki tingkat motivasi dan keterlibatan yang lebih rendah di sekolah.

Pola asuh yang perfeksionis juga dapat memengaruhi hubungan keluarga. Orang tua yang menunjukkan kecenderungan pola asuh perfeksionis mungkin terlalu kritis dan fokus pada pencapaian, yang dapat menyebabkan konflik dan jarak dalam hubungan orang tua-anak. Ini bisa sangat merusak selama masa remaja, ketika anak-anak mencari otonomi dan kemandirian yang lebih besar.

Ada juga penelitian yang menyatakan bahwa pola asuh perfeksionis dapat dipengaruhi oleh faktor budaya. Misalnya, beberapa penelitian menemukan bahwa pola asuh perfeksionis lebih umum di budaya Asia, di mana prestasi akademik sangat dihargai. 

Pola asuh perfeksionis juga berkembang di Indonesia, khususnya di daerah perkotaan di mana mengejar kesuksesan dan prestasi tinggi sangat dihargai. Orang tua di Indonesia seringkali sangat menekankan pada prestasi akademik, meyakini bahwa nilai yang baik dan gelar universitas yang prestisius akan menghasilkan kesuksesan dan mobilitas sosial bagi anak-anak mereka di masa depan. 

Tekanan ini dapat mengarah pada pola asuh perfeksionis, di mana orang tua mendorong anak-anak mereka untuk berprestasi secara akademis, terkadang dengan mengorbankan kesejahteraan emosional mereka.

Secara keseluruhan, penelitian menunjukkan bahwa pola asuh perfeksionis dapat berdampak negatif pada kesejahteraan emosional anak, kinerja akademik, dan hubungan keluarga. 

Penting bagi orang tua untuk menyadari potensi dampak negatif dari pola asuh perfeksionis dan untuk memprioritaskan kesejahteraan emosional anak mereka di atas prestasi. Mencari dukungan dari terapis atau konselor juga dapat membantu orang tua yang bergumul dengan kecenderungan pengasuhan yang perfeksionis.

Menghindari Pola Asuh Perfeksionis 

Orang tua dapat rentan terhadap pola asuh perfeksionis karena berbagai alasan. Berikut adalah beberapa penjelasan yang mungkin:

Perfeksionisme pribadi: Orang tua yang bergumul dengan perfeksionisme mereka sendiri mungkin lebih cenderung menunjukkan kecenderungan pengasuhan yang perfeksionis. Orang tua ini mungkin merasa perlu untuk mengontrol perilaku dan kinerja anak-anak mereka untuk menghindari rasa cemas atau di luar kendali diri mereka sendiri.

Tekanan dari masyarakat: Beberapa orang tua mungkin merasakan tekanan dari masyarakat untuk membesarkan anak-anak yang unggul secara sosial. 

Mereka mungkin percaya bahwa kesuksesan anak mereka mencerminkan keterampilan pengasuhan dan status sosial mereka sendiri. Tekanan ini dapat menyebabkan fokus pada pencapaian dan validasi eksternal, bukan pada kebutuhan dan minat individu anak.

Harapan sosial: Orang tua dalam beberapa budaya mungkin merasakan tekanan untuk mendorong anak-anak mereka unggul, dan tidak jarang dengan mengorbankan kesejahteraan emosional mereka.

Takut gagal: Orang tua juga dapat menunjukkan kecenderungan pengasuhan yang perfeksionis karena mereka takut akan kegagalan anak mereka. Mereka mungkin percaya bahwa tingkat tekanan yang tinggi akan memotivasi anak mereka untuk berhasil, namun kenyataannya, tekanan ini dapat menyebabkan stres dan kecemasan.

Ketidakamanan pribadi: Orang tua juga dapat menunjukkan kecenderungan pengasuhan yang perfeksionis karena ketidakamanan pribadi mereka sendiri. Mereka mungkin merasa perlu untuk membuktikan nilai mereka sebagai orang tua atau untuk mengkompensasi kekurangan mereka sendiri.

Penting untuk dicatat bahwa pengasuhan perfeksionis belum tentu merupakan pilihan sadar. Banyak orang tua bahkan mungkin tidak menyadari bahwa mereka menunjukkan kecenderungan pengasuhan yang perfeksionis. 

Penting bagi orang tua untuk menyadari gaya pengasuhan mereka dan mencari dukungan jika mereka merasa bahwa gaya pengasuhan mereka berdampak negatif terhadap kesejahteraan anak mereka. 

Mencari dukungan dari terapis atau konselor dapat membantu dalam mengatasi masalah atau masalah mendasar apa pun yang mungkin berkontribusi pada pengasuhan yang perfeksionis.

Untuk mencegah atau menghindari pola asuh perfeksionis, orang tua dapat melakukan beberapa langkah:

Kenali tanda-tanda perfeksionisme: Beberapa tanda-tanda perfeksionisme adalah menetapkan harapan yang tidak realistis, terlalu kritis, dan berfokus pada kinerja daripada kesejahteraan emosional. Dengan mengenali kecenderungan ini, orang tua dapat mengambil langkah-langkah untuk menguranginya.

Merangkul kesalahan: Orang tua dapat membantu anak-anak mereka mengembangkan mindset berkembang dengan mengakui dan merangkul kesalahan dan kegagalan sebagai kesempatan untuk belajar dan berkembang. Ketika anak melakukan kesalahan, orang tua dapat memberikan dukungan dan semangat, bukan kritik.

Fokus pada upaya daripada hasil: Alih-alih hanya berfokus pada nilai, penghargaan, dan penanda kesuksesan eksternal lainnya, orang tua dapat menekankan upaya yang dilakukan anak-anak mereka dalam aktivitas mereka. Memuji kerja keras dan ketekunan dapat membantu anak-anak mengembangkan rasa motivasi intrinsik dan keyakinan pada kemampuan mereka sendiri.

Prioritaskan kesejahteraan emosional: Orang tua dapat memprioritaskan kesejahteraan emosional anak-anak mereka dengan mendengarkan kekhawatiran mereka, memberikan dukungan emosional, dan memvalidasi perasaan mereka. Ini dapat membantu anak-anak merasa dilihat dan didengar, dan dapat menciptakan lingkungan keluarga yang lebih mengasuh.

Mencontohkan belas kasih diri (self-compassion): Orang tua dapat mencontohkan kasih sayang diri sendiri dengan bersikap baik kepada diri sendiri ketika mereka membuat kesalahan atau mengalami kemunduran. Ini dapat membantu anak-anak mengembangkan rasa welas asih dan belajar untuk bersikap baik kepada diri mereka sendiri juga.

Pada akhirnya, mencegah atau menghindari pola asuh perfeksionis membutuhkan perubahan pola pikir. Orang tua dapat fokus untuk memelihara kesejahteraan anak-anak mereka dan membantu mereka mengembangkan rasa harga diri yang tidak hanya terikat pada pencapaian mereka. 

Dengan memprioritaskan kesejahteraan emosional dan merangkul kesalahan dan ketidaksempurnaan, orang tua dapat membantu anak mereka berkembang dan menghindari dampak negatif dari pengasuhan perfeksionis.

Break the Cycle

Jika seseorang tumbuh dengan orang tua yang menunjukkan pola asuh perfeksionis, mereka mungkin telah menginternalisasi pesan dan keyakinan tersebut tentang kesuksesan, pencapaian, dan harga diri. 

Namun, sangat mungkin untuk menyembuhkan dari dampak negatif dari pengasuhan perfeksionis dan mencegah diri mereka sendiri untuk mengabadikan siklus tersebut dengan anak-anak mereka sendiri.

Berikut adalah beberapa strategi yang dapat membantu anak-anak yang tumbuh berkembang dengan pola asuh perfeksionis agar tidak mengulangi kembali kesalahan orang tua atau pengasuhnya:

Terapi: Terapi dapat menjadi cara yang efektif untuk mengatasi dampak emosional dari pengasuhan perfeksionis dan mengembangkan keyakinan baru yang lebih sehat tentang harga diri dan pencapaian. Seorang terapis dapat membantu seseorang mengidentifikasi pola pikir dan perilaku negatif dan mengembangkan strategi untuk perubahan.

Latih welas asih: Welas asih melibatkan memperlakukan diri sendiri dengan kebaikan, pengertian, dan dukungan, terutama saat menghadapi emosi atau kemunduran yang sulit. Akan sangat membantu untuk mempraktikkan latihan welas asih, seperti menulis surat untuk diri sendiri dari sudut pandang seorang teman yang welas asih atau terlibat dalam aktivitas perawatan diri.

Fokus pada kekuatan diri: Pengasuhan perfeksionis sering kali menekankan kelemahan dan berfokus pada area di mana seorang anak dapat berkembang. Namun, berfokus pada kekuatan dapat membantu seseorang mengembangkan rasa harga diri dan tujuan yang tidak hanya terikat pada pencapaian. Akan sangat membantu untuk mengidentifikasi kekuatan pribadi dan fokus pada pengembangan area tersebut.

Tetapkan ekspektasi yang realistis: Pengasuhan perfeksionis sering kali melibatkan penetapan ekspektasi yang tidak realistis dan bersikap terlalu kritis saat ekspektasi tersebut tidak terpenuhi. 

Namun, menetapkan ekspektasi yang lebih realistis dapat membantu seseorang menghindari perasaan gagal atau tidak mampu. Akan sangat membantu untuk menetapkan tujuan yang menantang tetapi dapat dicapai dan merayakan kemajuan di sepanjang jalan.

Bentuk sistem pendukung (support system): Pengasuhan perfeksionis dapat mengisolasi dan dapat menciptakan rasa persaingan di antara saudara kandung. Namun, mengembangkan sistem pendukung teman, keluarga, atau terapis dapat memberikan rasa koneksi dan validasi. Mencari kelompok atau komunitas yang berbagi pengalaman serupa juga dapat membantu.

Dengan mengambil langkah-langkah ini, seseorang dapat pulih dari dampak negatif dari pola asuh perfeksionis dan mencegah diri mereka sendiri untuk melanjutkan siklus tersebut dengan anak-anak mereka sendiri. 

Dibutuhkan waktu dan upaya untuk mengubah pola pikir dan perilaku yang mendarah daging, namun dengan dukungan dan komitmen, adalah mungkin untuk menciptakan lingkungan keluarga yang lebih mengasuh dan mendukung.

Penutup

Semua orang tua ingin yang terbaik untuk anaknya, tetapi orang tua perlu memperhatikan potensi jebakan pola asuh perfeksionis. 

Orang tua dapat membantu anak mencapai potensi penuh tanpa mengorbankan kesehatan mental dan kebahagiaan mereka dengan mengadopsi pendekatan seimbang yang menekankan proses daripada hasil, mendorong kesalahan sebagai peluang untuk tumbuh, dan lebih memprioritaskan kesejahteraan emosional anak. Selain itu, orang tua juga perlu memiliki kerendahan hati untuk terus belajar.

Pada akhirnya, tujuan mengasuh anak haruslah untuk membesarkan individu yang bahagia, percaya diri, dan tangguh yang dapat menghadapi tantangan hidup dengan keanggunan dan tekad. 

Saat kita berjuang untuk keunggulan, mari kita ingat bahwa kesempurnaan bukanlah tujuan, melainkan sebuah perjalanan pembelajaran dan pertumbuhan yang berkelanjutan. (oni)

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
  5. 5
  6. 6
Mohon tunggu...

Lihat Konten Parenting Selengkapnya
Lihat Parenting Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun