Ada juga penelitian yang menyatakan bahwa pola asuh perfeksionis dapat dipengaruhi oleh faktor budaya. Misalnya, beberapa penelitian menemukan bahwa pola asuh perfeksionis lebih umum di budaya Asia, di mana prestasi akademik sangat dihargai.Â
Pola asuh perfeksionis juga berkembang di Indonesia, khususnya di daerah perkotaan di mana mengejar kesuksesan dan prestasi tinggi sangat dihargai. Orang tua di Indonesia seringkali sangat menekankan pada prestasi akademik, meyakini bahwa nilai yang baik dan gelar universitas yang prestisius akan menghasilkan kesuksesan dan mobilitas sosial bagi anak-anak mereka di masa depan.Â
Tekanan ini dapat mengarah pada pola asuh perfeksionis, di mana orang tua mendorong anak-anak mereka untuk berprestasi secara akademis, terkadang dengan mengorbankan kesejahteraan emosional mereka.
Secara keseluruhan, penelitian menunjukkan bahwa pola asuh perfeksionis dapat berdampak negatif pada kesejahteraan emosional anak, kinerja akademik, dan hubungan keluarga.Â
Penting bagi orang tua untuk menyadari potensi dampak negatif dari pola asuh perfeksionis dan untuk memprioritaskan kesejahteraan emosional anak mereka di atas prestasi. Mencari dukungan dari terapis atau konselor juga dapat membantu orang tua yang bergumul dengan kecenderungan pengasuhan yang perfeksionis.
Menghindari Pola Asuh PerfeksionisÂ
Orang tua dapat rentan terhadap pola asuh perfeksionis karena berbagai alasan. Berikut adalah beberapa penjelasan yang mungkin:
Perfeksionisme pribadi:Â Orang tua yang bergumul dengan perfeksionisme mereka sendiri mungkin lebih cenderung menunjukkan kecenderungan pengasuhan yang perfeksionis. Orang tua ini mungkin merasa perlu untuk mengontrol perilaku dan kinerja anak-anak mereka untuk menghindari rasa cemas atau di luar kendali diri mereka sendiri.
Tekanan dari masyarakat: Beberapa orang tua mungkin merasakan tekanan dari masyarakat untuk membesarkan anak-anak yang unggul secara sosial.Â
Mereka mungkin percaya bahwa kesuksesan anak mereka mencerminkan keterampilan pengasuhan dan status sosial mereka sendiri. Tekanan ini dapat menyebabkan fokus pada pencapaian dan validasi eksternal, bukan pada kebutuhan dan minat individu anak.
Harapan sosial: Orang tua dalam beberapa budaya mungkin merasakan tekanan untuk mendorong anak-anak mereka unggul, dan tidak jarang dengan mengorbankan kesejahteraan emosional mereka.