Candra: “Candra… lelah jika dituntut ini itu oleh ayah dan ibu. Candra sudah lelah, Candra sudah tidak mau menjadi boneka ayah ibu yang selalu dituntut untuk sempurna. Candra ingin… menjadi seperti gadis lainnya yang menikmati masa muda mereka dengan bebas.”
Candra kembali utarakan hal terpendam. Ada jeda hening sesaat, kedua orang tuanya terdiam menatapnya dan Candra berpikir bahwa orang tuanya mungkin akan memarahinya kali ini, dan ia akan terus dituntut menjadi sempurna. Hingga Candra kembali menitikan air matanya.
Candra: “Candra minta maaf jika Candra terdengar lancang, namun Candra benar-benar sudah lelah dan menginginkan kebebasan. Candra ingin bermain dengan teman-teman Candra tanpa ada paksaan dari ibu dan ayah tentang dengan siapa Candra harus bermain.”
Candra: “Candra juga… Ingin diperlakukan seperti anak sungguhan, bukan alat… Candra ingin menghabiskan waktu dengan ayah dan ibu.”
Candra terisak lagi, kali ini raut kedua orang tuanya melunak. Pada akhirnya kedua orang tuanya sadar bahwa anaknya menginginkan hal yang sederhana, namun mereka tidak menyadarinya.
Dion: “Maafkan ayah, nak… Sepertinya kami memang kurang peka dengan perasaanmu.”
Arumelati: “Ibu juga minta maaf karena ibu jarang mendengarkanmu cerita… Ibu akan berusaha membuatmu nyaman, nak.”
Candra terkejut mendengarnya. Ternyata jika ia berbicara jujur, kedua orang tuanya akan mendengarkannya. Senyuman pun terukir pada wajahnya, beserta tangis yang sedikit mereda.
Candra: “Benarkah…?”
Arumelati: “Benar nak, Maafkan ibu, ya?”
Dion: “Bagaimana jika sisa liburan ini kita habiskan bersama untuk membangun kembali keluarga ini?”