Selain ketidakramahan lingkungan anak yang dapat membuat anak kehilangan nyawa tersebut, ada juga yang berdampak ringan, misalnya menyebabkan cacat fisik, dan trauma psikologi bagi anak.
Saya pernah dengar ada anak yang bermain pisau dengan temannya, kemudian menyebabkan 1 jarinya terpotong.Â
Ada anak yang bermain panjat pohon, lalu terjatuh dan patah kaki. Ada anak yang bermain di jalan dekat rumah, kemudian terluka karena tersrempet motor.
Ada juga anak yang mengalami trauma mendalam, karena sering mendapat bully, maupun kekerasan dari keluarga dan lingkungan.
Semua orang tua, pastinya tau bagaimana rasanya, saat anak yang menjadi buah hati sedang sakit. Mungkin pedihnya dalam hati, melebihi rasa sakit yang dirasakan anak itu sendiri. Pokoknya semua kata gak akan bisa mewakili rasanya, bro.
Apalagi karena kelalaian orang tua, kemudian menyebabkan anak cidera. Owwh, rasanya trenyeng-trenyeng.Â
Anda yang belum punya anak, jangan coba coba membayangkan ya gaess.
Anakku, Alif namanya, dulu saat usianya 3 tahunan pernah ku ajak main ke salah satu tempat wisata, seperti kebanyakan anak kecil lainnya, belum begitu paham bagaimana caranya berhati hati. Sing penting wani tok.
Karena kelalaianku yang kurang mengawasinya, ia terpeleset berguling-guling di tangga besi yang lumayan tinggi. Dibarengi dengan tangisnya, darah segar mengucur dari atas mata yang terbentur.
Sambil badanku gemetaran, kubawa ia ke bidan desa terdekat, beruntung benturan tidak mengenai tepat di mata, dan atau bagian belakang kepala.
Lain lagi ceritanya Ningrum Amanina, adiknya Alif. Waktu usianya 2 tahun, ia bermain di dekatku, menuntun sepeda plastiknya, menata sendal berserakan. Sesekali ia tampak bicara sendiri, tepatnya berdialog dengan mainannya.