Mohon tunggu...
Putu RatihPrisanti
Putu RatihPrisanti Mohon Tunggu... Mahasiswa - Siswi

Seorang siswi yang suka menulis :D

Selanjutnya

Tutup

Cerpen

Kau Tetap Pahlawanku

30 November 2023   10:31 Diperbarui: 30 November 2023   10:53 83
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

"Maaf ayah..." aku tidak berani menatapnya, pasti dia marah, pasti dia kecewa padaku. Seketika rasanya seperti aku sedang terjatuh ditengah lautan, terombak-ambik arus, bernafas pun susah. Jantungku tenggelam ke bawah permukaan samudra. Tapi, ternyata saat itu juga, aku merasakan kehangatan yang ku kenali, namun sudah lama tidak kurasakan. 

"Gapapa gek, nanti kita cari cara. Ayah nggak marah atau kecewa kok, Kadek mau sekolah kemana saja pasti ayah dukung. Yang penting jangan putus semangat ya," tuturnya dengan pelan, sambil memelukku dengan erat. 

Ayah bukanlah seseorang yang penuh kasih sayang, dia orangnya kasar, menang sendiri, dan sangat keras kepala. Bagi orang-orang disekitar dia sering merugikan, banyak yang tidak suka dengannya. Namun, kepada anaknya, apa sih yang tidak akan dia lakukan? Walaupun dia susah menunjukkannya, aku selalu tahu dia peduli banget kepada kita semua. 

"Ayo kita jalan-jalan sebentar gek, ayah sudah lama nggak ke alun alun renon. Nanti kita cari sop kambing kesukaanmu! Ayah sebenarnya nggak masalah kamu mau sekolah diluar pulau gek. Cuma satu saja masalahnya, kalo sekolahmu kejauhan nanti ayah gampang kangen hahaha. Makanya waktu itu ayah banyak tanya-tanya, soalnya ayah sedikit tidak rela ditinggal kamu" ujar ayahku sambil menggenggam tanganku dengan erat. Tanganku yang basah karena menghapus air mata yang terus mengalir.

"Apa yang membuat kamu berubah pikiran? Kenapa sekarang kamu bertindak seakan-akan kamu tidak menyukai ayahmu lagi?" Aku mengetahui jawabannya sekarang Ayu, dan aku siap mengakuinya. Aku tidak pernah berubah pikiran, aku tidak pernah berhenti menyayangi ayahku. Tapi saat itu aku malu. Malu untuk mengakui seseorang yang suka menyusahkan orang lain sebagai pahlawanku. Tetapi, kenyataannya begitu dan aku menyadarinya sekarang.

Tidak ada yang namanya manusia sempurna. Bahkan pahlawan yang gagah dan berani memiliki sisi buruk. Kini, aku berani berkata bahwa, iya ayahku adalah pahlawanku. Ayahku yang keras kepala, kasar, dan menang sendiri. Ayahku yang tidak pernah melupakan makanan kesukaanku. Ayahku yang sedikit menakutkan, tetapi tulus. Ayahku yang selalu berusaha menjadi lebih baik demi anaknya.

Ayahku tidak sempurna, tetapi bagaimanapun juga, dia akan selalu menjadi pahlawanku.

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
  5. 5
  6. 6
  7. 7
Mohon tunggu...

Lihat Konten Cerpen Selengkapnya
Lihat Cerpen Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun