Sekali lagi, keheningan yang canggung, namun kali ini tidak lama terputus oleh Ayu yang berkata dengan pelan. "Tapi jujur, walaupun jawabannya pasaran, aku kira kamu bakalan menjawab ayahmu sih". Dia pasti melihat ekspresiku melalui sudut matanya, karena dia memutuskan untuk diam setelah menuturkan kalimat itu. "Kok bisa?" ku balas dengan tenang. "Yaa, soalnya menurutku ayahmu keren sih. Selama aku kenal dengannya, menurutku dia orang yang-" sebelum dia bisa berkata apa - apa aku mencelanya, "Kamu menganggap seseorang seperti dia adalah seorang pahlawan?". Ayu tertegun, namun memberanikan diri untuk bertanya lagi, "Kenapa? Aku baru mau bilang, dia selalu baik kepadamu, walaupun sedikit keras."Â
"Ini bukan soal apakah dia baik padaku atau tidak. Masalahnya kamu nggak tau bagaimana dia memperlakukan orang lain!"
"Ke aku dia baik juga kok,"Â
"Ke kamu mungkin iya,"Â
"Trus? Contohnya apa?"Â
"Dulu dia sering membully temannya, dia bahkan menceritakannya dengan bangga dan tanpa malu" Â
"Tapi itu kan dulu,"
"Masalahnya, sampai sekarang dia masih sering menyusahkan orang lain. Di kantor dia banyak musuhnya"
"........."
"Aku cuma punya satu pertanyaan saja sih..."
"Apa itu?"