"Istriku tidak mencintaiku, Pak Kyai," ucapku parau.
"Hahahaha... Nampaknya kamu sedang patah hati, ya?" Si pak tua terkekeh. Aku mngernyitkan dahi. "Kenapa bisa begitu, Nak?" lanjut orang tua berjenggot putih itu.
"Entahlah, Kyai. Kami telah berumahtangga selama dua tahun. Tapi, ternyata selama dua tahun juga dia hanya berpura-pura mencintaiku. Aku tidak sengaja mendengar percakapan dia dengan sahabatnya.Â
Dia menikah denganku karena tidak ingin berlarut-larut dalam kesedihan setelah ditinggal mati oleh lelaki yang dia cintai. Dan aku tidak tahu siapa lelaki itu. Aku benar-benar sakit, Pak Kyai. Kukira dia mencintaiku, tapi ternyata tidak."
"Lalu, apa yang akan kamu lakukan?"
"Sepertinya aku akan melepasnya, Kyai. Aku tidak mau hidup dalam cinta yang palsu. Dan aku tidak ingin dia menderita karena terpaksa hidup bersamaku. Aku sangat mencintainya, Kyai. Aku ingin dia bahagia."
"Kamu yakin dia akan bahagia setelah berpisah denganmu?"
"Entahlah. Setidaknya aku telah melepasnya dari belenggu."
"Kenapa tidak dengan cara lain saja? Kamu buat dia mencintaimu misalnya?"
"Buat dia mencintaiku?" Aku terkejut. Hal itu sama sekali tidak terpikirkan olehku.
"Ya, buatlah dia jatuh cinta! Selama ini kamu mengira dia mencintaimu, sehingga kamu tidak berusaha untuk membuatnya jatuh cinta padamu. Dalam berumahtangga, perasaan saling mencintai sangat mutlak diperlukan."