"Ee, maksudku.. Maksudku aku belum kepikiran untuk menikah dalam waktu dekat ini," kilahku.
"Coba dulu! Kamu boleh batalkan jika merasa tidak cocok setelah ta'aruf. Sekarang ikut aku ke tempat ustadz Imran!" Aldo menarik lenganku dengan kuat. Aku pasrah saja. Aku tahu persis seperti apa Aldo jika sudah punya keinginan. Yang penting ada satu hal yang bisa kugarisbawahi, aku boleh batalkan jika setelah ta'aruf ternyata merasa tidak cocok dengan si wanita yang diceritakan Aldo. Ya, itu yang kupegang.
***
Debar jantungku terasa tak beraturan. Aku merasa begitu panik. Ini pertama kalinya aku menjalani proses ta'aruf. Diperparah dengan tidak adanya persiapan sama sekali. Terdengar suara salam dari luar pintu rumah ustadz Imran. Sudah dapat ditebak, itu pasti rombongan dari wanita yang diceritakan Aldo. Aku tambah tidak karuan dibuatnya.
"Fir, itu wanita yang diceritakan Aldo," ujar ustadz Imran sambil tersenyum lembut. Dan aku seperti tersambar petir. Sama sekali tak menyangka bila wanita yang sedang berta'aruf denganku adalah wanita kejepang-jepangan yang pernah mengusik hatiku. Nesya Amanda namanya. Dan mendapati kenyataan itu, aku tidak dapat berbuat banyak, kecuali mengucap kata setuju. Dan untungnya Nesya pun bersedia menikah denganku.
***
Nesya adalah wanita yang nyaris sempurna. Dia cantik secara fisik dan hati. Begitu ceria menjalani hidup, dan sangat santun terhadap suami. Hari-hariku bertabur kebahagiaan bersamanya. Aku selalu berdoa agar dapat bersamanya hingga di surga.
Kini sudah genap dua tahun aku bersamanya. Hari ini adalah hari ulang tahun kedua pernikahan kami. Aku sudah menyiapkan kejutan untuknya. Sengaja aku pulang dari kantor lebih awal. Segala sesuatu telah kupersiapkan untuk membuat Nesya tercengang.
Perlahan-lahan aku menerobos masuk jendela kamar yang sengaja tidak kukunci. Kuletakkan kue tar besar di atas meja. Tapi aku lupa tidak membawa korek untuk menyalakan lilin. Segera kulangkahkan kaki ke dapur untuk mencari korek api. Dari dapur sayup-sayup terdengar obrolan dari ruang tamu.Â
Langkahku langsung terhenti. Bisa gagal rencanaku jika di depan ada tamu. Aku mengendap-endap untuk memastikan suara di ruang tamu. Dan memang ada dua suara wanita yang berbeda. "Ah, sial! Bisa tertunda rencanaku," keluhku. Lamat-lamat aku mencoba mengikuti arah obrolan mereka.
"Nes, bagaimana caramu bertahan dengan Firan? Bukankah kamu tidak mencintainya? Apa kamu sudah benar-benar bisa melupakan Arman?" Duppp. Jantungku rasanya mau copot mendengarnya. Nesya tidak mencintaiku? Benarkah? Suara di depan sangat kukenal, itu suara Ana, teman baik Nesya.