" Belum tidur nduk? Sudah malam waktunya tidur"
" Iya buk" jawab Riani.
Sontak Riani terbangun dari tidurnya, mimpi itu terasa nyata sama seperti dulu saat ibu masih ada. Sudah pukul 12 malam Riani harus segera menyelesaikan artikel buatanya. Riani mengalami kesulitan karena salah satu tombol di keyboranya tidak berfungsi.
" Kenapa kok tombol titiknya gak bisa sih" gerutu Riani.
Sebagai singgle parent Riani harus berjuang untuk mencari penghasilan tambahan. Suami yang sudah hilang kabar selama setahun ini memaksa Riani untuk mencari penghasilan tambahan. Penghasilan dari bekerja di pabrik rokok tidak cukup untuk menghidupi anak semata wayangnya. Sehingga menulis artikel adalah cara menambah penghasilan tanpa harus meninggalkan anaknya yang baru berusia 3 tahun.Â
" Andai ibu masih ada disini" keluh Riani di sela-sela menyelesaikan artikelnya.
Ibu Riani meninggal satu tahun yang lalu tepat satu haru setelah kepergian suaminya untuk merantau. Saat itu Riani masih bisa menghubungi suaminya bahkan masih menerima uang bulanan, tetapi di bulan ketiga suaminya sudah tidak bisa di hubungi.Â
Setiap hari Riani mengecek berita terbaru apakah ada kabar tentang pekerja tambang di Kalimantan. Riani khawatir hilangnya suaminya karena terjadi kecelakaan di tambang. Maklum saja suami Riani bekerja di tambang illegal.
Sebagai sarjana Riani mengalami kesulitan saat harus melamar kerja, salah satu harapannya adalah bisa menjadi seorang guru. Bagi Riani pekerjaan sebagai guru jauh terasa lebih fleksibel dari pada bekerja di bidang lain.Â
Namun nasib berkata lain dari sekian banyak lamaran kerja sebagai guru yang ditebar tak membuahkan hasil, alhasil dia ikut tetangga untuk bekerja sebagai buruh lepas di pabrik rokok.
" Sudah jam 1 malam aku harus tidur" ucap Riani yang baru menyelesaian artikelnya.
Riani memang sering menulis artikel lepas untuk platform pertain, tidak selalu menghasilkan setidaknya tulisanya di bayar meskipun hanya cukup membeli beras. Biasanya saat Riani bekerja anak akan diasuh Mbah So sahabat baik ibu yang tinggal di depan rumahnya. Riani adalah anak tunggal, ayah sudah lama meninggal dan kini dia hanya tinggal berdua dengan anaknya di rumah warisan orang tua.
" Mbah nitip nggih, niki susunya Alif" ucap Riani.
" Iya nduk...gimana ada kabar dari bapak e Alif" ucap mbah So.
" Belum mbah masih tidak aktif" ucap Riani.
" Coba matur ke pak RT, beliaunya kan juga punya bisnis kebun sawit di Kalimantan siapa tau bisa membantu mencarikan" saran mbah So.
" Gitu ya mbah nanti habis pulang kerja saya coba kesana, nitip Alif nggeh mbah, maaf merepotkan terus" ucap Riani.
" Ndak papa nduk Alif sudah ku anggap sebagai cucuk sendiri, maklum cucuku podo di bawa ibu e semua" ucap mbh So.
" Monggo mbah saya pamit dulu"ucap Riani.
Riani bergegas menuju pabrik rokok yang berjarak 15 menit dari rumah. Dia harus datang tepat waktu agar gajinya tidak di potong karena terlambat. Setibanya di sana Riani bertemu Marta orang yang mengajaknya ikut kerja di pabrik rokok.
" Jeh nanti sore temani aku ya ke pasar" ucap Marta.
" Mau beli apa?" sahut Riani.
" Beli rok buat kencan" jawab Marta
" sama agus?" tanya Riani.
" Bukan...satpam depan" jawab Marta sambil menutup mulutnya karena malu.
" APA....." jawab Riani sambil berteriak, " Gendeng kamu sudah mau nikah dia, jangan aneh-aneh" ucap Riani.
" Shuuuut...jangan keras-keras nanti di dengar orang"
" Kamu sudah gila ya,sama Agus aja sudah cukup ngapain harus jalan sama calan suami orang"
" Ya kan masih calon, toh bukan aku yang ngedeketin duluan tapi dia yang ganjen"
" Heh kamu juga tau diri ya sudah tau mau jadi calon orang ya jangan mau, gila apa"
" Iya...iya gak jadi, nurut nih...eh gimana ada kabar suamimu?" ucap Marta sambil merangkulkan tanganya di pundak Riani.
" Belum nantilah aku minta bantuan pak RT yang punya kebun kelapa sawit siapa tau dia bisa bantu" ucap Riani.
" Pak RT mu yang punya banyak istri?"
" Iya yang punya 3 Istri...kok kamu tau sih kan beda desa?"
" Heleh istri ketiganya itu temenku SMA" ucap Marta.
" Apa...lo masih muda berati?" tanya Riani.
" Iyalah umuran kita, cewek begituan ya cari uangnya aja, masih mending aku gak merebut istri orang baru calon" ucap Marta sambil tertawa kecut.
" Sama saja...sudahah kerja" perintah Riani.
Tanpa banyak bicara mereka langsung meliting rokok, tidak lupa mereka memakai sarung tangan dan penutup rambut. Terlihat pengawas ruanga berkeliling untuk mengecek pekerjaan para pegawainya, begitu pula Riani.
" Ada yang sulit Ri" tanya pengawas yng tiba-tiba datang di meja riani.
" Tidak pak" jawab Riani kaget.
" Kalau kamu rajin begini nanti bisa diangkat menjadi pegawai tetap" ucap Pengawas pada Riani sambil memegang tanganya.
Riani yang kaget langsung menarik tanganya" Iya pak terima kasih" jawab Riani.
Mendapat perlakuan dari Riani, Pengawas langsung meninggalakanya, dia pergi dengan raut wajah kecewa. Riani memang wanita yang cukup menarik, sebagai ibu beranak satu, tetapi dia berhasil menjaga berat badanya. Berita kepergian suminya sudah menyebar, sehingga banyak pria yang mencoba mendati riani.
" Hemm liaten temane Marta ganjen" ucap pekerja yang ada di belakang meja Riani.
" ohh anak baru itu tah" jawab teman sebelahnya.
" Iya sudah emak-emak tapi asih aja ganjen"
" Ku dengar suaminya pergi sudah setahun tidak pulang" jawab temanya.
" Oh Yo Pantes Orang Istrinya Ganjen Begitu, siapa yang betah"
Riani bukanya tidak mendengar, tapi baginya tidak menanggapi adalah jalan terbaik. Sebagai anak baru dia tidak ingin mencari musuh, dia masih butuh uang untuk keperluan anaknya. Berbeda dengan Marta, sejak awal dia memang bersikap semaunya sendiri dan tidak takut dengan siapapun. Posisinya yang masih singel membuat dia tidak memiliki beben, bagi Marta komitmen adalah hal yang sulit terwujud.
" Eh kerja...gak berisik ngegosip aja" ucap Marta sambil melirik dua orang di belakang Riani.
" Yee apa ikut urusan orang aja"
" Eh kamu iku sing ngurusi hidup orang, pada gak nyadar" bentak Marta.
" Sudah...sudah jangan rebut ayao fokus lagi" lerai Riani yang menarik tangan Marta agar kembali ke mejanya.
Meja Marta memang berada di sebelah Riani, jadi saat ada orang yang menggangunya Marta yang akan membantunya. Begitulah Marta meskipun dia semaunya sendiri tapi dia cukup setia kawan, apalagi Riani kawan kuliahnya.Â
Bedanya Marta tidak menyelesaiakn kuliah karena asik bermain, Riani berhasil menyelesaikan kuliahnya dengan hasil yang baik.Â
Riani anak yang polos, sehingga saat lulus kuliah ada orang yang menyatakan cinta dan ingin melamar langsung diterima. Riani menyerahkan masa depanya untuk mengabdi menjadi istri yang berbakti.Â
Dia focus mengurus keluarga sampai merelakan panggilan kerja dari perusahaan besar. Kini saat ibu sudah meninggal, suami hilang kabar Riani harus berjuang untuk menghidupi anaknya.
Sore itu sesuai janji Riani pergi ke pasar mengantarkan Marta untuk membeli rok. Meskipun tidak digunakan untuk berkencan, Marta tetap ingin membeli baju untuk dirinya sendiri.Â
Pasar besar terletak cukup jauh dari rumah, mereka berkendara sekitar satu jam untu kesana. Pulangnya dia tidak langsung ke rumah mbah So tetapi dia mampir ke rumah pak RT.
" Assalamualaikum..."
" Walaikum salam Riani masuk" ucap pak RT, " duduk Ni".
" Terima kasih pak"
" Gimana Ni ada apa gerangan apa ke sini malam-malam?" tanya pak RT.
" Inggih pak saya mau minta bantuan ke bapak, untuk mencari suami saya, sudah setahun hilang kabar"
" Loh kemana suamimu?" tanya pak RT.
" Pamitnya sih ke Kalimantan ikut kerja di tambang"
" Tambang mana, di Kalimantan banyak tambang?"
" Nah itu dia saya sudah ndak bisa menghubungi suami saya pak" jawab Riani.
" Yakin suamimu ndak ikut perempuan lain?" tanya pak RT sambil tersenyum sinis.
" Tidak pak saya yakin Mas Hari setia"
" Ni...Ni mana ada pria yang betah hidup tanpa istrinya dalam waktu yang lama" ucap pak RT yang awalnya ada di depan Riani pindah posisi menjadi duduk di sebelahnya.
" Tidak pak saya yakin mungkin mas Hari sedang kesusahan mungkin makanya sulit di hubungi"
" Dari pada kamu menunggu suamimu yang tidak jelas kenapa kamu ndak menikah denganku saja nanti anakmu aku yang biayai" ucap pak RT sambil meletakkan tanganya di paha Riani.
Merasa tidak nyaman Riani langsung menepis tangan pak RT dan berdiri, saat Riani berdiri Pak RT menarik tangan Riani sampai terduduk lagi di kursi.
" Gak usah sok jual mahal, cewek itu suka uang, ayolah " ucap pak RT yang berusaha memeluk Riani.
" Lepaskan...lepaskan pak" Riani berusaha lepas dari cengkraman pak RT.
" ASTAGAA..." teriak istri pertama yang baru masuk rumah saat melihat Riani dan pak RT. " apa yang kalian lakukan" ucap bu RT sambil berteriak.
" Dia ma yang merayu ku" ucap pak RT sambil berdiri dan menunjuk ke arah Riani.
" Bohong ibu...bohong pak RT yang menganggu saya" bantah Riani.
" Bohong ma dia yang datang ke sini tiba-tiba dan merayu ingin di nikahi" ucap pak RT.
" Tidak buk saya hanya mau minta tolong untuk di carikan suami saya hanya itu saya berkata jujur" jelas Riani sambil menahan tangisan karena dituduh menggonda RT.
Bu RT yang mendengar penjelasan dari Riani seungguhnya mempercayainya, tetapi karena sudah malu di ihat tentangga Bu RT mengusir Riani pergi.
" Pergi sana...papa masuk" perintah bu RT.
Riani langsung pergi meninggalkan rumah pak RT, saking bingungnya dia sampai meninggalkan sepeda motornya di rumah pak RT. Riani berlari karena malu di lihat tetangga, teriakan bu RT tadi membuat para tetangga keluar rumah untuk melihat apa yang terjadi. Banyak tatapan sinis meliht ke arah Riani, seolah dia adalah wanita penggoda yang hina. Dia berlari sekuat tenaga menghindari kerumunan orang. Berlari terus-berlari sampai ke ujung kampung dekat dengan sungai, secara tidak sengaja dia menabrak anak kecil yang di gandeng ibunya.
"Maaf buk" ucap Riani.
" Hati-hati dong ini anak kecil" ucap ibunya.
" Iya maaf saya tidak sengaja" ucap Riani.
" Kenapa Ma" sahut sesorang dari arah belakang.
Begitu dia menoleh dia melihat mas Hari yang selama ini dinanti, keduanya mematung terkaget sambil menatap. Riani melihat tajam ke arah mas Hari seolah bertanya kemana saja selama ini, dan ini siapa? Kenapa memanggilnya mama?.
" Ini lo pa ada orang menabarak anak kita" sahut wanita tadi"
" ANAK KITA...ini siapa Mas? Anak siapa?" ucap riani menahan amarah.
" Aku bisa jelaskan ni" ucap mas Hari.
Plakkk...tampar Riani sebelum menyelesaikan ucapanya pada Riani.
"CUKUP...Bajingan kamu, meninggalkan anakmu untuk menikah lagi...dasar brengsek" upatan Riani tak terbendung
" Begin..."
Plakk.....Riani menampar suaminya untuk yang kedua kali, sebelum suaminya menyelesaikan ucapannya.
" Jangan pernah mencari aku, karena kamu sudah mati bagiku" ucap Riani sambil meninggalkan kedua pasangan tersebut.
Riani pergi meninggalkan suaminya dan istri barunya, dia berjalan tak tau arah. Pikirannya kacau, reputasinya hancur karena di fitnah pak RT. Harapanya hancur saat melihat penghianatan suaminya, dia merasa tidak berharga. Hidupnya sudah tidak berharga lagi, saat dia melihat jembatan tiba-tiba pikiran untuk mengahiri hidup terlintas. Tanpa pikir panjang dia meloncat ke sungai.
" Ni...bangun nak...bagun...anakmu menunggu" ucap seseorang saat Riani di dasar sungai.
Riani teringat akan anaknya yang masih kecil, dia langsung terbangun dan berenang kepermukaan. Tenyata dia melihat mbah So ada di jembatan sambil menggendong anaknya. Sejak di rumah pak RT, mbh So sudah mengikuti Riani, dia mengejar Riani yang berlari kencang. Saat ada keributan di rumah pak RT, mbah So sudah mengetahui, begitu pula saat riani di usir, mbah So langsung mengejar Riani. Sampai Mbah So menyaksikan pertemuan dengan suaminya, mbah so kesulitan mengejar riani yang berlari kencang.
" Riani....Riani inggir nak...sing eling" teriak mbah So dari atas jembatan.
Setibanya ditepian, langsung menghapiri Riani. Mbah So langsung memeluk Riani yang kelelahan karena berenang. Sambil mengatur nafas dia menangis sejadi-jadinya di pelukan mbah So. Dia menumpahkan semua permasalahanya dalam pelukan, meskipun tanpa kata, mbah So dapat memahami.
" Sing sabar nduk...kasihan anakmu" ucap mbah So. Riani hanya menangis
Anaknya melihat dengan tatapan sedih, dia seolah tau kesedihan yang dirasakan ibunya.
1 tahun telah berlalu, pasca kejadian itu Riani memutuskan untuk berhenti kerja di pabrik rokok. Dia menjual rumah warisanya, menjadikan sebagai modal usaha untuk membuka toko baju. Riani berusaha bangkit dari keterpurukan dan berjuang demi anaknya.Â
Meskipun tidak terlalu banyak pembeli tetapi penghasilan toko cukup memenuhi kebutuhan sehari-hari jauh lebih baik daripada kerja di pabrik.Â
Riani sudah bertekat untuk membesarkan anaknya sendiri sampai menjadi sukses, Pelahan tapi pasti dia berhasil mengembalikan semangat hidupnya, kini dia jauh lebih terhormat karena usaha yang dimiliki. Riani sudah melupakan suaminya, meskipun belum resmi bercerai dia sudah tidak peduli lagi.Â
Saat ini dia focus untu hidup bahagia bersama anaknya. Bagaikan kalimat tanpa titik, begitulah hidup yang akan selalu ada masalah, maka menjadi bahagia adalah pilihan terbaik.
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H