Mohon tunggu...
MAGDALENA
MAGDALENA Mohon Tunggu... Administrasi - PUBLIC ADMINISTRATION

ItsmeMagdalena 'DA MIHI FACTA DABO TIBI IUS'

Selanjutnya

Tutup

Kebijakan

Perlunya Etika Birokrasi Terhadap Pembuatan Kebijakan dan Keputusan oleh Para Birokrat: Hubungan Pemerintah Pusat dan Daerah Secara Ekstrim

14 November 2022   14:50 Diperbarui: 14 November 2022   15:11 722
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Peranan Birokrat dalam pembuatan keputusan)

Kehadiran birokrat dalam struktur pemerintah memberikan jaminan keputusan-keputusan dari para pemimpin politik akam diarahkan oleh saran teknis yang kompeten dan terampil.

Birokrat memiliki keahlian atau expertise , yang menunjukkan bahwa para administrator menggunakan seluruh keahlian yang diperlukan dalam proses kebijaksanaan untuk membuat keputusan-keputusan tentang kebijaksanaan. 

Dengan demikian, Max weber melihat ini sebagai atribut yang menonjol yang memberikan birokrasi pengaruh besar dalam pemerintahan modern.

Menurut Robert Presthus memperlihatkan peranan birokrasi dalam pembuatan keputusan, sebagai berikut:

A) Pembuatan peraturan di bawah peraturan perundang-undangan

Peranan ini berkaitan dengan proses pemerintah yang selalu dituntut untuk terus mengembangkan

aspek-aspek keahlian.

B) Pemrakarsa kebijaksanaan

Peranan birokrasi ini ada karena hanya birokrasilah yang mempunyai pengetahuan teknis.

C) Hasrat internal birokrasi untuk memperoleh kekuasaan, keamanan, dan kepatuhan.

Peranan ini menunjukkan jangkauan pengaruh birokrasi dimana ada rangsangan kekuatan, keamanan, dan kesetiaan.

Sedangkan Menurut Wallace S. Sayre, dalam " Bureaucracies: Some Contrasts in Systems " peranan birokrat dalam pembuatan keputusan ditunjukkan sebagai agen dari pembuat keputusan. Birokrasi bukan menjadi salah satu pembuat keputusan tetapi lebih kepada merupakan instrument. Semua negara birokrasi adalah salah satu pelaku penting dalam pembuatan keputusan-keputusan pemerintah. 

Dalam beberapa sistem, para birokrat memegang kedudukan kunci, tetapi dalam kebanyakan sistem kekuasaan, mereka sebagai pembuat keputusan-keputusan pemerintah.

(MASALAH 1)

Dapat dipahami bahwa etika dalam administrasi merupakan sebuah standar atau aturan pengelolaan bagi setiap anggota administrasi, yang dimana etika adalah untuk mengetahui tujuan hidup. Yang Artinya tujuan hidup yang benar. Dengan demikian, etika juga berusaha untuk mendorong tampilnya kelakuan manusia yang berguna. Memang hal yang “benar” dan “berguna” di dalam praktek tidak selamanya berjalan mudah.

Menurut Harold H.Titus ada empat alasan untuk mempelajari etika:

1.Untuk menemukan cara mana yang benar dan yang salah. Etika dapat menu nuntun manusia dalam pergaulan dan berfikir yang benar atau salah.

2.Untuk menunjukan adanya persetujuan umum mengenai prosedur, baik mengenai prinsip maupun aturanya. Dengan kata lain, ada kode moral yang harus dipatuhi semua orang.

3.Sistem etika seharusnya dikritik secara wajar.

4. Untuk meletakkan manusia dalam kerangka hidup yang sejati. dan untuk memberikan inspirasi kepada manusia agar mempersatukan dirinya dengan persoalan nilai nilai.

Sedangkan Menurut Widodo (2001; 252),Etika memiliki dua fungsi yaitu:

1. sebagai pedoman dan acuan bagi administrator publik dalam menjalankan tugas dan kewenangannya.

2. Etika administrasi publik (etika birokrasi) sebagai standar penilaian perilaku dan tindakan administratorpublik. Dengan kata lain, etika administrasi publik dapat dijadikan petunjuk tentang apa yang harus dilakukan oleh administrator publik dalam menjalankan kebi-jakan politik. sekaligus dapat digunakan sebagai standar penilaian apakah perilaku administrator publik dalam menjalankan kebijakan politik dapat dikatakan baik atau buruk.

(Masalah 2)

Hubungan antara pemerintah pusat dan pemerintah daerah secara ekstrem dapat dibagi dalam dua kutub, yaitu:

1. Kutub pertama, menunjuk pada pola di mana seluruh kekuasaan diatur dan diurus di tangan pemerintah pusat dan pemerintah daerah hanya tinggal melaksanakannya . Sehingga Menghasilkan negara sentralistis. (Sentralisasi banyak digunakan pada pemerintahan lama di indonesia sebelum di adakannya otonomi daerah)

2. Kutub kedua, menunjuk pada pola di mana seluruh kekuasaan atau Sebagian besar kekuasaan diserahkan kepada daerah, sehingga adanya suatu keseimbangan kekuasaan yang menempatkan pemerintah pusat dan pemerintah daerah dalam susunan tertentu berderajat sama dan diantara satu sama lain memiliki kebebasan. Sehingga menghasilkan negara federasi.

(Indonesia pada saat berlakunya konstitusi RIS 1949 pernah mengalami perubahan dari negara kesatuan menjadi negara federasi, yang kemudian menjadi negara kesatuan kembali setelah diberlakukannya UUDS 1950. )

Merujuk pada ketentuan hubungan pemerintah daerah dan pemerintah pusat yang berlaku, berdasar pada UU NO.23 Tahun 2014 Tentang Pemerintahan Daerah ketentuan Undang-Undang Nomor 23 Tahun 2014 tentang Pemerintahan daerah masih mengarah pada desentralisasi,

dilihat dari adanya pembagian urusan meskipun diklasifikasikan secara rinci ke dalam 3 urusan pemerintahan. Jika merujuk pada teori model hubungan antara Pemerintah Pusat dan Pemerintah Daerah secara teoritis menurut Clarke dan Steward, desentralisasi ini termasuk The Agency Model. Model dimana pemerintah daerah tidak mempunyai kekuasaan yang cukup sehingga keberadaannya terlihat lebih sebagai agen pemerintah pusat yang bertugas

untuk menjalankan kebijaksanaan pemerintah pusat. Karenanya pada model ini berbagai petunjuk rinci dalam peraturan perundangan sebagai mekanisme kontrol sangat menonjol. Ini merupakan konsekuensi bentuk negara kesatuan yang dianut sampai sekarang, dimana pemerintah pusat yang mengendalikan/ controling penyelenggaraan pemerintahan.

Sumber Referensi :

Cahyo. Setyo. (1988). Negara Federasi Sebagai Kebutuhan Atau Alternatif Bentuk Negara Republik Indonesia. Pusat Pengkajian Hukum Dan Pembangunan. 3(3). 41-48. https://doi.org/10.30742/perspektif.v3i3.221.

Wijayanti. Septi.N. (2016). Hubungan Antara Pusat dan Daerah Dalam Negara Kesatuan Republik Indonesia Berdasarkan Undang-Undang Nomor 23 Tahun 2014. Jurnal Media Hukum. 23(2). 187-199. DOI: 10.18196/jmh.2016.0079.186-199.

Nuradhawati. Rira. (2019). Dinamika Sentralisasi Dan Disentralisasi Di Indonesia. Jurnal Academia Praja. 2(1). 152-170.

Mufiz. Ali. (2020). Pengantar Ilmu Administrasi Negara. Edisi 2. Tangerang Selatan

Fahmi. Sudi. (2005). Upaya Menemukan Keseimbangan Hubungan Pusat dan Daerah. Jurnal Hukum. 12(28). 62-75.

Winarno. Budi. Peranan Birokrasi Di Negara Maju: Suatu Studi Kasus Jepang. file:///C:/Users/User/Downloads/admin,+10+Dr.+Budi+Winarno.pdf. Diakses Pada 14 November 2022. Pada Pukul 00:45 WIB.

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
Mohon tunggu...

Lihat Konten Kebijakan Selengkapnya
Lihat Kebijakan Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun