Mohon tunggu...
Putri EkaSari
Putri EkaSari Mohon Tunggu... Lainnya - Karyawati

Semoga menulis menjadikan amal shalih yang bermanfaat

Selanjutnya

Tutup

Travel Story Artikel Utama

Menyongsong "Hari Baru" di Puncak Sikunir, Dieng

1 Januari 2025   10:15 Diperbarui: 5 Januari 2025   13:01 421
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Foto Pribadi - Puncak Sikunir, Dieng

Tahun baru 2025 kali ini bertepatan dengan 1 Rajab dalam kalender islam. Langit tampak cerah tanpa hujan sedikitpun. Harapan barupun muncul, semoga tahun ini menjadi lebih baik dari tahun-tahun sebelumnya.

Dengan semangat menyaksikan pergantian hari baru, di tahun baru. Maka para penggemar wisata alam, berburu sunrise di puncak gunung. 

Wisata alam ini merupakan rihlah (perjalanan) bagi hati. Tafakur alam yang kini banyak diminati dan dilakukan orang dengan sebutan healing.

Hal yang belakangan menjadi tren, karena sebuah kesenangan dan kenikmatan tersendiri. Terutama sebuah kepuasan hakiki jika dapat menikmati semburat indah pertama dari spektrum kuning Matahari yang menghiasi langit kala pagi hari.

Tak terkecuali saya, hati terasa berdebar kencang dan senyum pun membuncah, kala menyaksikan pancaran cahaya Matahari terbit pertama di langit Dieng. Yang membangkitkan keceriaan serta semangat, untuk memulai hari baru.

Dengan wajah gembira, setiap orang terlihat sumringah menyaksikan matahari pertama terbit. Apalagi cuaca cerah, sehingga matahari terlihat terang tanpa tertutup awan.

Bagi saya, seorang emak-emak petualang yang tak lagi muda. Perburuan sunrise kali ini diputuskanlah di Puncak Bukit Sikunir, Dieng. 

Sesuai dengan review banyak orang di media sosial tentang golden sunrise yang memukau, namun dengan usaha pendakian yang tidak terlalu sulit. Maka berangkatlah saya dan rombongan ke sana.

Ini sebenarnya adalah kali kedua saya menginjakkan kaki di daerah Dieng. Setelah sebelumnya di 2015 berwisata ke Dieng di area kawah sikidang, candi Arjuna, telaga pengilon dan telaga warna saja. Dikarenakan sepertinya berita tentang Puncak Sikunir belum seviral saat ini.

Perjalanan saya dari Jakarta ke daerah Dieng dimulai sore hari selepas magrib, dan memakan waktu sekitar 6-7 jam. Dengan berhenti di beberapa rest area untuk isoma (istirahat, sholat dan makan). Untuk jarak tempuh Jakarta-Dieng adalah sekitar 415km.

Maka sampailah saya di area Dieng, tepatnya di titik Km 0. Dan kemudian saya dan rombongan beristirahat sebentar, sebelum akhirnya melanjutnya perjalanan ke area parkiran serta tiket masuk, dekat dengan Telaga Cebong.

Dengan membeli tiket Rp. 15.000/orang maka kami pun berangkat naik mendaki ke atas untuk berburu golden sunrise. Harga ini cukup terjangkau bagi semua kalangan, sehingga puncak Sikunir-Dieng masih menjadi favorit bagi banyak orang.

Bagi pengunjung, disarankan melakukan penanjakan maksimal setelah solat subuh. Agar bisa mendapatkan sensasi matahari terbit di atas Puncak.

Karena lokasi Puncak Bukit Sikunir yang berbeda dengan area Puncak pananjakan Gunung Bromo tempat melihat matahari terbit. Di tempat melihat sunrise, area Gn. Bromo tersedia lokasi lapang yang bisa digunakan untuk menggelar sajadah dan solat.

Sedangkan Puncak Sikunir Dieng memiliki area yang berbatu-batu, lebih sempit dan tidak landai. Sehingga disarankan untuk solat terlebih dahulu sebelum naik ke puncak bukit Sikunir. Namun kita juga bisa solat dan membeli makanan sambil beristirahat, di pos 1 yang sedikit lebih landai.

Saya sendiri membeli minum hangat atau cemilan telebih dahulu di area bawah bukit, agar perut terisi dan tak masuk angin. Karena di area puncak atas tidak terdapat cafe dan penjual minuman hanya ada di area pos 1. Namun tentu harganya berbeda dengan di bawah sebelum naik menanjak.

Di area bawah bukit juga terdapat toko penjaja topi, syal, sarung tangan, kaos kaki ataupun jaket untuk perlengkapan naik ke atas puncak Sikunir. Barang-barang ini juga berguna untuk menghalau angin dingin selama mendaki. Sangat cocok untuk persiapan naik ke atas puncak.

Saya pun memutuskan untuk mengisi amunisi dengan menyantap indomie hangat di salah satu warung kopi. Rasanya maknyus untuk sarapan ringan di udara dingin Dieng.

Foto pribadi - Sarapan di kaki bawah Bukit Sikunir, Dieng
Foto pribadi - Sarapan di kaki bawah Bukit Sikunir, Dieng

Namun jangan khawatir, angin dingin di puncak Sikunir-Dieng kala Desember, atau musim penghujan tidak sedingin ketika musim kemarau. Di Musim kemarau, misalnya di bulan Juli-Agustus, kabarnya angin dinginnya menusuk bahkan tak jarang menyebabkan upas, atau embun salju beku.

Setelah membeli minum di toko area bawah puncak Sikunir, maka saya pun melanjutkan perjalanan mendaki ke puncak bukit. Area menuju puncak Sikunir terdiri dari tangga-tangga batu yang cukup terjal.

Menurut saya, perjalanan ke puncak tidak disarankan untuk lansia yang memiliki permasalahan sendi, terutama sendi lutut. Ataupun membawa balita, kecuali bagi yang sudah terbiasa. Terbayang menggendong balita saat mereka lelah menanjak, wah.. lumayan bisa bikin encok juga.

Karena untuk sebagian orang di perjalanan mendaki, saya lihat cukup terenggah-enggah kala naik ke atas. Termasuk saya salah satunya, hehe

Karena ketika kita tak biasa mendaki, naik tangga ataupun olahraga. Perjalanan menanjak cukup menguras tenaga dan terasa melelahkan. Membuat nafas ngos-ngosan dan sesak bagi sebagian orang ya.. 

Maka ketika terasa lelah saat menanjak pegunungan, jangan dipaksakan ya sobat. Berhenti dan beristirahatlah sejenak. Setelah dirasa nafas sudah teratur, maka kita bisa siap mendaki kembali .

Sebab perjalanan menuju ke puncak bukit di subuh hari yang agak berembun dan minim penerangan. Bahkan cukup licin, jika sehabis hujan, membuat kita harus ekstra berhati-hati.

Saat naik kita juga wajib melatih indra peraba, karena di beberapa area tidak disediakan pegangan tangan. Sehingga praktis kita harus teliti memilih jalan dan berpegangan pada ranting atau akar pepohonan.

Untuk naik ke atas puncak Sikunir, sebaiknya kita menggunakan sepatu dengan alas kasar (disarankan sepatu gunung). Agar memperkecil resiko licin dan terpeleset.

Setelah sekitar 1 jam menaiki banyak anak tangga, yang kabarnya mencapai 800 anak tangga (Google.com). 

Maka kita pun akan sampai di puncak Bukit Sikunir yang terletak di ketinggian 2.263 mdpl. Lelahpun terbayar dengan melihat pemandangan indah nan asri di atas puncak Bukit Sikunir.

Foto pribadi - Puncak Sikunir, Dieng
Foto pribadi - Puncak Sikunir, Dieng

Momen indah yang kadang tak bisa diungkapkan dengan kata-kata. Saat sinar mentari menyinari kulit wajah, mengusir angin dingin yang menerpa tubuh. 

Hati merasakan suasana tenang nan syahdu yang menghangatkan jiwa. Memercikkan rasa Syukur yang menambah kenikmatan dalam menjalani hidup.

Suasana ketika di puncak Sikunir-Dieng, cukup padat, terutama musim liburan sekolah dan akhir tahun. Maka selepas matahari telah naik sempurna, dan sinarnya mulai terasa panas menyengat. Saya pun memutuskan untuk turun ke bawah bukit.

Selama perjalanan ke bawah bukit Sikunir, kita akan disuguhi alunan musik serta lagu yang dibawakan oleh pemuda/warga setempat. Dan orkestra lagu daerah diantaranya keroncong, musik koplo maupun dangdut. 

Kita pun dapat melihat-lihat area kebun teh. Sarapan dan membeli oleh-oleh khas Dieng, salah satunya teh tambi, manisan carica, kentang juga cabai khas Dieng.

Selanjutnya saya dan rombongan melanjutkan perjalanan, melihat wisata lain di area Dieng. Diantaranya Batu ratapan angin, Kawah Sikidang, Candi Arjuna, dan Telaga Menjer.

Foto pribadi - Telaga Menjer dan Pemandangan Telaga pengilon dari atas Batu Ratapan Angin
Foto pribadi - Telaga Menjer dan Pemandangan Telaga pengilon dari atas Batu Ratapan Angin
Sensansi petualangan naik ke puncak bukit Sikunir ini memang terasa tidak terlalu melelahkan, layaknya pendaki yang mendaki Gunung tinggi, dengan pendakian panjang. Misalnya Gunung Pangrango, Gunung Gede atau Gunung Rinjani.

Kini dengan tujuan wisata, pemerintah daerah pun membuat akses yang memudahkan segala usia. Untuk bisa menikmati Matahari terbit tanpa harus berjam-jam mendaki area pegunungan. 

Sehingga menyongsong hari baru, alias menyaksikan matahari terbit di puncak pegunungan. Bukanlah hal yang mustahil.

Alhamdulillah, kita dan keluarga pun bisa merasakan sensasi berpetualang di alam bebas. Dengan jarak mendaki yang lebih pendek, semi pegunungan. Sehingga membuat mendaki tidak terlalu berat, serta melelahkan.

Demikian ulasan dari saya, semoga menjadi referensi untuk sobat lain berwisata ke Puncak Sikunir-Dieng. Mentadaburi indahnya alam semesta yang Allah ciptakan.

Setiap perjalanan tentu mempunyai beragam cerita, semoga mampu menyejukkan jiwa, menentramkan hati dan menumbuhkan rasa syukur kita kepada Allah yang Maha Esa.

Selamat menyongsong hari baru di Tahun baru 2025

#Putri Eka Sari Jakarta 01 januari 2025

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
  5. 5
Mohon tunggu...

Lihat Konten Travel Story Selengkapnya
Lihat Travel Story Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun