Mohon tunggu...
Lalaa
Lalaa Mohon Tunggu... Penulis - Penulis kecil

Penulis buku berjudul “self love” terbit pada tahun 2023 QRBN 62-124-3243-896 Penulis buku berjudul “see you soon my temporary teacher”terbit pada tahun 2024 ISBN 978-623-385-466-5 Penulis lebih dari antologi 25 buku antologi cerpen dan puisi

Selanjutnya

Tutup

Cerpen Artikel Utama

Serpihan Luka

5 Maret 2023   19:55 Diperbarui: 10 Maret 2023   21:05 612
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

Di lorong gelap itu sebuah bayangan hitam berjalan gontai menuju rumahnya, matanya menatap kosong ke depan.

Seragamnya yang tadi pagi masih rapi kini telah rusuh dan penuh dengan lumpur. Rambutnya yang terurai panjang kini telah lusuh dan berbau.

Ia menginjakkan kaki ke rumahnya, rumah yang seperti neraka baginya. Dibukanya pintu bernuansa coklat itu. Hal pertama yang ia dapatkan adalah tatapan mata tajam dari ibunya,

"Mana hasil ulanganmu? dan kenapa bajumu seperti itu?"

Kemudian ia membuka resleting ranselnya dan mengambil sebuah kertas putih dengan nilai 90 didalamnya, dengan tangan gemetar ia menyodorkan kertas itu pada ibunya.

"Apa-apaan ini, kenapa tidak 100? Dasar bodoh! Untuk dapat nilai 100 saja tidak bisa, hari ini kamu tidak boleh ke mana-mana, cepat pergi ke kamar dan!" bentak ibunya.

"Tapi bu itu adalah nilai tertinggi di kelas," ujar Anin membela diri,

"Sudah ibu tak ingin tahu, nilaimu sangat memalukan," ujar ibu Anin lagi, lalu pergi meninggalkan Anin sendiri yang mati-matian tidak mengeluarkan air matanya.

Sudah cukup ia menangis tadi malam, karena terus dikekang ibunya untuk terus belajar hingga larut malam. Ayahnya telah meninggalkannya sejak ia berusia 8 tahun.

Setelah selesai membersihkan diri, ia langsung mendudukkan dirinya di kursi yang ada ditempat belajarnya yang ada didekat jendela kamarnya, sungguh ia sangat lelah dikekang untuk menjadi yang terbaik menurut ibunya.

Ia menatap sendu kearah langit yang sepertinya akan menurunkan rintik hujan,

"Ayah aku rindu, sejak ayah pergi ibu semakin mengekangku untuk menjadi yang terbaik menurut ibu, tanpa memikirkan bagaimana perasaanku, ayah aku ingin memelukmu lagi."

Air mata yang sedari tadi ia tahan akhirnya luruh juga diiringi dengan hujan yang mulai turun dengan derasnya, sepertinya langit turut merasakan sedihnya menjadi Anin.

"Ayah bolehkah aku menyerah? Aku sudah sangat lelah, sungguh, hasil yang selama ini aku peroleh sama sekali tak ada artinya untuk ibu."

"Ayah aku hanya butuh semangat darimu dan sebuah apresiasi dari ibu atas hasilku, apa itu sulit?"

Sungguh ia lelah dengan semuanya, di sekolah ia selalu dibully karena tak mau memberikan contekan kepada teman-temannya dan di rumah ia selalu dikekang, tak boleh keluar meskipun untuk bermain bersama teman-temannya, maka dari itu selama ini ia sama sekali tak memiliki teman apalagi sahabat.

***

Suatu saat ia pulang dari sekolah, dengan mata sembab dan earphone terpasang di telinganya ia berjalan, mencoba menyeberangi jalan raya itu, nampak sepi, tapi tungguuu...

Dari arah selatan sebuah mobil dengan kecepatan tinggi yang dikendarai oleh seorang pria mabuk, tiba-tiba melesat dengan begitu cepatnya, tak ada aba-aba

Brakkkk......

Entah siapa yang salah. Anin yang menyeberangi jalan sambil memakai earphone dan tak melihat ada mobil dengan kecepatan tinggi, atau pria mabuk yang ugal-ugalan di jalan? Semua itu terjadi begitu saja, begitu cepat dan tak dapat diputar kembali.

Tubuh gadis itu tergeletak di aspal dengan darah yang sudah mengalir deras dari kepalanya, tubuhnya sudah lemas tak berdaya.

"Apa semua ini sudah akan berakhir ya Tuhan?" lirih gadis itu sebelum memejamkan matanya dan melihat sudah banyak orang mengerumuninya, ia tak kuat dengan sensasi dikepalanya yang terus menerus mengeluarkan darah segar.

Di ruangan serba putih itu, tangisan pilu terdengar dari balik pintu, seorang gadis terbaring lemah dengan alat medis berserakan di sampingnya.

"Ya Tuhan aku mohon selamatkan Anin, harta yang paling berharga yang kupunya ya tuhan, sembuhkanlah dia."

Kalimat itu yang terus-menerus diucapkan ibu paruh baya itu di depan pintu UGD, saat rumah sakit memberikan kabar bahwa putrinya dalam keadaan kritis, wanita itu sudah tak berdaya tulangnya seperti dipatahkan bahkah rasanya ia tak sanggup untuk sekadar berdiri tegak.

***

Tiga hari sudah berturut-turut gadis itu belum membuka matanya, ia masih setia menutup matanya bahkan seperti enggan untuk membuktikannya lagi.

Dream...

Dalam dunia mimpi Anin berpakaiannya serba putih bahkan disekelilingnya pun semuanya putih, tunggu ia seperti melihat sosok yang amat ia rindukan.

"Aa-ayah? Ayahh." sosok itu menatap hangat Anin, ya Tuhan apakah ini nyata?

Sungguh aku sangat merindukannya, Anin berlari mencoba menghampirinya sosok itu, namun semakin Anin mendekati sosok itu semakin menjauh.

"Anin, ayah sangat menyayangimu, kembalilah kepada ibumu, ia sudah menantimu nak, masa depanmu masih sangat panjang, jangan pernah menyerah, ayah selalu ada disampingmu, pergilah," tutur sosok itu.

"Tapi Yah, aku rindu ayah, aku tak mau kembali, aku ingin ikut ayah saja, ibu jahat ia selalu mengekangku yah, aku tak bisa," sebuah butiran bening mengalir dari kelopak mata itu.

"Tidak nak, jangan pernah berkata seperti itu, Ibumu ingin yang terbaik untuk dirimu, percayalah Anin, pergilah ayah sangat menyayangimu nak," tutur sosok itu lagi sebelum perlahan-lahan menghilang dari tempat itu.

***
Di ruang serba putih itu Anin terbaring, disampingnya ibunya berada yang tengah tertidur lelap mendekap tangan Anin, matanya sembab, sepertinya berhari hari ia tak berhenti menangis.

Anin perlahan-lahan membuka matanya, terkejut karena tiba tiba ia berada diruangan serba putih ini dan ada ibunya disana, kepalanya berdenyut sakit sekali.

"Ibbuu," lirih Anin mencoba membangunkan ibunya.

Seketika ibunya tersenyum bahagia

"Masya Allah nak, akhirnya kamu sudah sadar, ibu sangat menyayangimu," haru ibunya mendekap erat Anin hingga butiran bening itu keluar kembali dari matanya,

"Aakku hhaus, Bu," tutur Anin.

Ibunya segera mengusap air matanya dan mengambilkan nya air putih dinakas itu.

"Ibu, Anin minta maaf," tutur Anin pada ibunya.

"Apa yang kamu bicarakan Anin, kamu tidak bersalah tapi ibulah yang bersalah, maaf kan ibu yang selama ini telah mengekangmu. Maaf ibu telah memaksakan kehendak ibu padamu, ibu tahu ibu salah, tapi ibu sebenarnya ingin yang terbaik untuk kamu nak, namun sepertinya cara ibu yang salah, maafkan ibu."

"Jangan pernah tinggalkan ibu ya nak ibu takut, kamulah harta paling berharga yang ibu miliki di dunia ini. Ibu sangat menyayangimu nak, jangan tinggalkan ibu, ibu berjanji tidak akan pernah mengekangmu lagi, apa yang kamu inginkan selama itu baik silahkan lakukan."

"Apakah kamu mau memaafkan ibu nak?"tutur ibu Anin dengan tangan yang menggenggam erat tangan mungil itu, juga dengan air mata yang sedari tadi sudah menemaninya.

"Ibu, aku tahu ibu ingin yang terbaik untuk Anin, Terima kasih ibu, aku sangat menyayangimu, selalu bimbing Anin ya bu, Harta yang Anin miliki didunia ini hanyalah ibu, surgaku ada di bawah telapak kaki ibu," lirih Anin yang masih terbaring di atas ranjang itu, dalam hatinya ia berkata "Terima kasih ayah ibu, aku sangat menyayangi kalian."

Tamat

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
  5. 5
Mohon tunggu...

Lihat Konten Cerpen Selengkapnya
Lihat Cerpen Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun